Rabu, 19 Desember 2018

Manajemen Investasi dan Pasar Modal: Sukuk dan ORI

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pada era modern seperti sekarang ini, investasi menjadi penting untuk dilakukan. Investasi dapat dijadikan alternatif solusi dalam pemanfaatan uang yang menganggur (idle money). Tak hanya itu, investasi dapat menjadi salah satu alternatif menabung, sebagai sumber pendapatan pasif, ataupun sebagai sumber modal. Investasi pun tidak hanya penting bagi pihak korporasi, namun penting juga bagi masyarakat individu untuk melakukan investasi. Secara finansial, investasi penting untuk dilakukan karena didorong oleh dua hal utama. Pertama, karena nilai intrinsik dalam suatu mata uang cenderung akan terus menurun yang disebabkan karena adanya inflasi. Melakukan investasi dapat membantu mengurangi dampak inflasi. Kedua, investasi dapat mendatangkan keuntungan bagi investor. Keuntungan ini dapat berbentuk bunga, bagi hasil, capital gain, atau bentuk lainnya sesuai dengan produk investasi yang dibeli. Manfaat investasi bagi investor menurut Rahardjo (2006), adalah memperoleh keuntungan yang variatif, tersedianya pilihan instrumen investasi yang beragam, mengembangkan dana yang dimiliki secara sistematis dan terarah, serta melakukan diversifikasi investasi untuk meningkatkan keuntungan serta menekan risiko. Investasi pun merupakan kegiatan yang diperintahkan oleh Allah karena dapat mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selain itu Allah melarang adanya penimbunan harta sedangkan harta tersebut dapat digunakan untuk menggerakkan perekonomian.
Salah satu produk investasi adalah obligasi ritel Indonesia (ORI). Menurut Wuri (2007), ORI (obligasi ritel Indonesia) adalah sebuah SUN (surat utang negara) yang cara penjualannya secara ritel (perorangan) kepada warga negara Indonesia (WNI). ORI diluncurkan oleh pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan defisit anggaran belanja negara (APBN). ORI sangat menguntungkan karena tingkat bunga kupon lebih tinggi dari pada deposito, selain itu ORI juga aman karena dijamin oleh pemerintah. Bukan hanya itu, ORI juga dapat diperjual belikan seperti saham apabila belum jatuh tempo. Apabila pemegang ORI membutuhkan dana sewaktu-waktu, ORI dapat dijual atau dijaminkan kepada bank untuk mendapatkan kredit. Oleh karena itu, ORI sangat menggiurkan, dan lebih diunggulkan dari pada saham dan deposito.
Selain Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan seiring dengan kesadaran masyarakat Muslim Indonesia untuk berinvestasi sesuai dengan kaidah Islam, maka Sukuk Negara Ritel (SR) dapat dijadikan pilihan berinvestasi karena instrumen ini telah mendapatkan fatwa dan opini syariah dari Dewan Syariah Nasional MUI. Salah satu produk investasi syariah yang diterbitkan untuk investor ritel adalah sukuk negara ritel.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan investasi?
2.    Apa yang dimaksud dengan sukuk?
3.    Apa yang dimaksud dengan ORI?
4.    Bagaimana peran kebijakan pemerintah untuk menarik calon investor?

C.     Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui apa itu investasi.
2.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sukuk.
3.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ORI.
4.    Untuk mengetahui bagaimana peran pemerintah untuk menarik calon investor.

















BAB II
LANDASAN TEORI

A.     Tinjauan Investasi
1.      Pengertian Investasi
Istilah investasi berasal dari bahasa Latin, yaitu investire (memakai), sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan investment. Kata Invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam. Dalam kamus istilah Pasar Modal dan Keuangan kata investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Didalam kamus lengkap Ekonomi, investasi didefinisikan sebagai penukaran uang dengan bentuk – bentuk kekayaan lain, seperti saham atau harta tidak bergerak yang diharapkan dapat ditahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan pendapatan.
Pendapat lainnya, investasi diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa datang. Jadi, pada dasarnya sama yaitu penempatan sejumlah kekayaan untuk mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.
Investasi pada umumnya merupakan suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut sebagai penanaman modal.[1]
Investasi dalam arti luas berarti mengorbankan dolar sekarang untuk dolar pada masa depan. Ada dua atribut berbeda yang melekat : waktu dan risiko. Pengorbanan terjadi saat sekarang ini dan memiliki kepastian. Hasilnya baru akan diperoleh kemudian dan besarnya tidak pasti. Pada beberapa kasus, elemen waktu merupakan faktor yang mendominasi (misalnya obligasi pemerintah). Pada kasus lain, risiko menjadi atribut yang dominan (misalnya options call pada saham biasa). Namun bisa juga baik waktu maupun risiko menjadi faktor yang penting (misalnya jumlah lembar saham biasa). [2]
Investasi pada umumnya merupakan suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi, to use (money) make more money out of something that expected to increase in value. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.[3]

2.    Tujuan Investasi
Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi. Kamaruddin Ahmad, mengemukakan tiga alasan sehingga banyak orang melakukan investasi, yaitu:
a.  Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa mendatang
Seseorang yang bijaksana akan berfikir bagaimana cara meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidak-tidaknya bagaimana berusaha unuk mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang dimasa yang akan datang.
b.  Mengurangi tekanan inflasi
Dengan melakukan investasi dalam memilih perusahaan atau objek lain, seseorang dapat menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya karena di gerogoti oleh inflasi.
c.  Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui fasilitas perpajakan yang di berikan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu. Selain itu, orang melakukan investasi karena dipicu oleh kebutuhan akan masa depan. Tetapi sangat disayangkan, banyak orang belum memikirkan kebutuhan akan masa depannya. Padahal semakin ke depan, biaya hidup seseorang pasti akan semakin bertambah. Selain kebutuhan akan masa depan, orang melakukan investasi dipicu oleh banyaknya ketidakpastian atau hal-hal lain yang tidak terduga dalam hidup, misalnya keterbatasan dana, kondisi kesehatan, datangnya musibah secara tiba-tiba dan kondisi pasar investasi.[4]

3.    Jenis-Jenis Investasi
a.    Investasi berdasarkan asetnya
Investasi ini merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Investasi ini dibagi menjadi dua jenis yatu pertama, real asset merupakan investasi yang berwujud seperti gedung-gedung dan kendaraan; kedua, financial asset yaitu berupa dokumen (surat-surat berharga) yang diperdagangkan dipasar uang seperti deposito,commercial paper, Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dan sebagainya. Financial accets juga diperdagangkan dipasar modal seperti saham,obligasi,warrant,opsi dn sebagainya.
b.    Invetasi berdasarkan pengaruh
Invetasi model ini merupakan investasi yang berdasarkan pada factor dan keadaan yang mempengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Invetasi berdasatkan pengaruh dibagi menjadi dua yaitu pertama, investasi autonomous (berdiri sendiri), yaitu invetasi yang tidak dipengaruhi tingkat pendapatan,bersifat spekulatif,misalnya pembelian surat-surat berharga; kedua, investasi induced (mempengaruhi-menyebabkan), yakni investasi yang dipegaruh oleh kenaikan permintaan akan barang dan jasa serta tingkat pendapatan misalnya penghasilan transitori (penghasilan yang didapat selain dari bekerja),yaitu bungan tabungan dan sebagainya.
c.    Investasi berdasarkan sumber pembiayaan
Investasi ini berdasarkan kepada pembiayaa asal atau asal usul investasi itu memperoleh dana. Invetasi ini dibagi menjadi dua macam: pertama,investasi yang bersumber dari dana dalam negeri (PMDN), investornya dari dalam negeri : kedua, investasi yang bersumber dari modal asing ,pembiayaan investasi bersumber dari investor asing.
d.   Investasi berdasarkan bentuk
Investasi yang didasarkan pada cara menanamkan investasinya. Investasi modal ini dibagi menjadi dua bentuk yaitu pertama, investasi lansung dilaksanakan oleh pemiliknya sendiri,seperti membangun pabrik, membangun gedung selaku konraktor, membeli total, atau mengakuisi perusahaan; kedua, investasi tidak langsung yang disebut dengan investasi portofilio,investasi tidak langsung dilakukan melalui pasar modal dengan instrument surat-surat berharga seperti saham,obligasi,reksadana beserta turunannya.
e.    Investasi berdasarkan waktu
Investasi berdasarkan waktu dibagi dua, yaitu: investasi berdasarkan jangka pendek dan investasi berdasarkan jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan penanaman modal oleh seseorang yang  jangka waktunya relative pendek misalnya setahun, atau dua tahun. Contohnya tabungan di Bank, deposito, instrument pasar uang, dll. Sedangkan investasi jangka panjang adalah penanaman atau penyertaan sebagian kekayaan suatu perusahaan dengan maksud untuk meperoleh pendapatan tetap dan untuk menguasai atau mengendalikan perusahaan tersebut dengan waktu 5 tahun dan seterusnya. Contohnya, saham, reksadana, obligasi, emas batangan, properti, barang koleksi, dll.[5]

B.     Tinjauan Tentang Sukuk
1.      Pengertian Sukuk
Fakta historis menunjukkan bahwa sukuk merupakan produk yang digunakan secara luas pada abad pertengahan Islam untuk mentransfer kewajiban keuangan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial lainnya.[6]
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing (pasal 1). Menurut fatwa DSN No. 69/DSN-MUI/VI/2008, Surat Berharga Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian ( حصة ) kepemilikan aset.
Sedangkan Sukuk Negara ritel adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang diperuntukkan bagi investor individu warga negara Indonesia. Sukuk Negara Ritel diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat (scripless), namun kepada para investor akan diberikan Surat Bukti Kepemilikan.
Dalam UU No 19/2008 dikatakan bahwa underlying aset adalah aset SBSN, dimana aset SBSN adalah obyek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara  (BMN) yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. Adapun yang dimaksud  barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau berasal dari  perolehan lain yang sah.

2.      Tujuan Penerbitan Sukuk
Tujuan utama pemerintah menerbitkan sukuk negara adalah untuk membiayai APBN, termasuk membiayai  pembangunan proyek. Sebagaimana disebutkan pada pasal 4 UU SBSN bahwa tujuan SBSN diterbitkan adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara termasuk membiayai pembangunan proyek. Proyek yang dapat dibiayai dengan sukuk negara adalah sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan, perumahan. Adapun manfaat dari penerbitan sukuk ini antara lain adalah:[7]
1)      Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran Negara
2)      Memperkaya instrumen pembiayaan fiskal.
3)      Memperluas dan mendiversifikasi basis investor SBN.
4)      Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di dalam negeri;
5)      Mengembangkan alternatif instrumen investasi.
6)      Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.
7)      Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara dan mendorong tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Negara.

Departemen Keuangan sebagai pihak yang merepresentasikan pemerintah menegaskan bahwa dalam setiap penerbitan sukuk atau surat berharga syariah negara, tidak ada aset negara yang dijual atau digadaikan. Ketentuan penggunaan aset negara sebagai underlying asset penerbitan sukuk diatur dalam UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara adalah sebagai berikut:
a.  Hanya hak manfaat atas aset SBSN yang dijual/disewakan kepada SPV yang dibentuk Pemerintah berdasarkan UU No. 19 tahun 2008.
b.  Tidak ada pemindahan hak kepemilikan (legal title) BMN (Barang Milik Negara).
c.  Tidak ada pengalihan fisik BMN, sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas kepemerintahan.
d. Aset SBSN bukan sebagai jaminan (collateral).

Saat jatuh tempo Sukuk Negara atau terjadi default (gagal bayar), BMN tetap dikuasai pemerintah berdasarkan purchase & sale undertaking agreement. DPR memberikan persetujuan atas jumlah SBSN/Sukuk Negara yang diterbitkan dan atas jumlah aset SBSN yang dipergunakan dalam penerbitan Sukuk Negara dimaksud.[8]

3.      Legalitas Syariah terhadap Sukuk
Faktor utama yang melatarbelakangi hadirnya sukuk sebagai salah satu instrumen dalam sistem keuangan Islam adalah ketentuan al-Quran dan al-Sunnah yang melarang riba, maysir, gharar, bertransaksi dengan kegiatan atau produk haram, serta terbebas dari unsur tadlis. Terdapat sejumlah ayat ekonomi dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang larangan riba.[9] Turunnya ayat mengenai riba dalam Al-Qur'an secara bertahap, yaitu dalam empat tahap, yang terdiri dari 8 ayat dalam 4 surat (al-Baqarah: 5 ayat, Ali ‘Imran: 1 ayat, An-Nisa’: 1 ayat, Ar-Rum: 1 ayat). Gaya pengharaman riba dalam al-Quran adalah mirip dengan bentuk pengharaman khamr dalam al-Quran, yaitu tidak mengharamkan secara sekaligus tetapi berangsur-angsur. Bahkan dalam hadis pun juga terdapat kesamaan dalam hal dosa dari dua perbuatan dosa tersebut yaitu mendapat laknat dari Allah SWT.[10]
Perlu dicatat, bahwa tidak semua sesuatu atau perkara yang diharamkan oleh Allah SWT tidak ada manfaatnya sama sekali atau hanya mendatangkan madarat saja. Ini terbukti dari ungkapan Allah dalam al-Quran surah Al-Baqarah (2): 219 tentang keharaman khamr, yang dinyatakan bahwa khamr itu juga mengandung manfaat tetapi madaratnya lebih besar dan berbahaya daripada manfaat yang mungkin diperoleh. Demikian juga riba, mungkin ia mengandung manfaat tertentu pada sekelompok orang tertentu, tetapi secara universal, madarat dan bahaya riba lebih besar daripada manfaat yang ditimbulkannya.[11]
Sementara itu, larangan terhadap kegiatan yang mengandung maysir dapat ditemukan pada QS Al-Maidah: 90
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Jika larangan maysir disebutkan dengan jelas dalam Al-Qur’an, larangan gharar tidak disebutkan dengan jelas dalam Al-Qur’an. Gharar adalah perilaku terlarang yang harus dhindari dalam setiap transaksi. Kata gharar dan derivasinya, diulang 27 kali dalam al-Quran, akan tetapi al-Quran menggunakan untuk term dalam teologi dan keagamaan (religious). Oleh karena itu, para fuqaha tidak merefer al-Quran dalam kaitannya dengan larangan gharar dalam transaksi.[12]  Penyebutan larangan transaksi secara batil dalam al-Quran (Q.S. al-Nisa’ (4): 29), terkandung juga di dalamnya unsur gharar, karena para ulama memahami makna transaksi batil adalah transaksi di mana di dalamnya terdapat elemen-elemen riba, gambling (qimar), zulmbakhs (ketidakadilan dalam praktek transaksi komersial), hiyal (tipu daya), gharar, ketidakjelasan, dan objek akad yang ilegal.[13]
Sedangkan dalam hadis Rasulullah SAW terdapat banyak hadis yang menyatakan keharaman transaksi yang mengandung gharar. Kaharaman gharar dalam hadis ini merupakan suatu bentuk penjelasan khusus dari penjelasan al-Quran tentang larangan bertransaksi secara batil. Hadis Rasulullah SAW menjelaskan secara lebih terinci keharaman transaksi yang mengandung unsur gharar, akan tetapi tidak sampai menyebutkan secara detail definisi dan skope serta ukuran gharar, sehingga para ulama fiqh dahulu pun juga tidak menjelaskan secara detail ukuran dan skope gharar.[14]  Terdapat pula hadits sebagai berikut: “Rasulullah SAW melarang jual beli gharar”. (H.R. Muslim), “Dilarang menjual ikan dalam laut, yang seperti itu gharar”. (H.R. Ibn Hanbal), dan lain-lain.
Untuk transaksi yang mengandung unsur bathil (haram), sejumlah ayat seperti QS Al Baqarah: 188, QS Al Maa’idah: 38, QS Al Israa’: 81, QS Al Muthaffifiin: 1-3, dan QS An Nisaa’: 81 secara tegas melarang. Begitu pula dalam QS An Nisaa’: 29.
Sedangkan untuk larangan tadlis tercermin pada QS Al-An’am: 152. Literatur lain menunjukkan bahwa legalitas sukuk bersumber utama dari QS Al-Baqarah: 282. Dewan fikih (fiqh academy) dari Organization of the Islamic Conference (OIC) dalam The 4th Annual Plenary Session February 1988 di Jeddah telah menyatakan bahwa syari’ah menuntut dokumentasi kontrak sebagaimana termuat dalam QS Al-Baqarah: 282. Suatu transaksi yang tidak dilakukan secara tunai (cash) harus diwakili oleh sebuah dokumentasi sebagai bukti transaksi yang menggambarkan adanya hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Dewan fikih OIC memutuskan bahwa:
1)      Pengumpulan aset dapat direpresentasikan dalam sebuah catatan tertulis (written note) atau surat berharga (bond)
2)      Surat berharga atau catatan ini dapat dijual pada harga pasar (market price) sepanjang komposisi dari masing-masing kelompok aset, yang direpresentasikan dengan obligasi tersebut, meliputi mayoritas aset fisik dan hak finansial (financial right) dengan hanya minoritas yang menjadi uang tunai dan utang interpersonal.[15]

DSN MUI telah mengeluarkan 4 fatwa terkait dengan penerbitan Sukuk Negara, yaitu:
1.      Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
2.      Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
3.      Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back
4.      Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Sale and Lease Back.

C.     Tinjauan Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
1.      ORI (Obligasi Ritel Indonesia)
Obligasi Ritel Indonesia (ORI) adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan. ORI diterbutkan untuk membiayai anggaran negara, diversifikasi sumber pembiayaan, mengelola portofolio utang negara, dan memperluas basis investor.[16]
Menurut Wuri (2007), obligasi ritel Indonesia diterbitkan dengan nilai nominal per unit sebesar Rp1.000.000,00. Akan tetapi, jumlah pembelian minimal yaitu Rp5.000.000,00 untuk mendapatkan 5 unit dan dengan kelipatan 5 unit.
Menurut Wuri (2007), keuntungan berinvestasi di obligasi ritel Indonesia adalah sebagai berikut:
1)      Pembayaran kupon dan pokok sampai dengan jatuh tempo dijamin oleh undang-undang SUN.
2)      Pada saat diterbitkan (pasar perdana), kupon ditawarkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat bunga deposito bank BUMN.
3)       Kupon dengan tingkat bunga tetap sampai pada waktu jatuh tempo.
4)      Kupon dibayar setiap bulan.
5)      Berpotensi memperoleh capital gain jika obligasi ritel Indonesia dijual pada harga yang lebih tinggi daripada harga beli setelah memperhitungkan biaya transaksi di pasar sekunder.
6)      Dapat dijaminkan atau dipinjamkan kepada pihak lain, antara lain jaminan dalam pengajuan pinjaman pada bank umum atau jaminan dalam rangka transaksi efek.
7)      Dapat diperdagangkan di pasar sekunder dengan mekanisme bursa efek atau transaksi di luar bursa efek (over the counter).
8)      Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta mendukung pembiayaan pembangunan nasional.
9)      Bunganya tinggi dan bersifat tetap.
10)  Jenis investasi yang aman.
11)  Risiko lebih rendah dibandingkan dengan saham.
12)  Dijamin pemerintah.







BAB III
PEMBAHASAN

A.    Peran Pemerintah Dalam Menarik Calon Investor Untuk Berinvestasi di Sukuk dan ORI.
Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha kearah tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi masuk kenegaranya.
Indonesia merupakan negara yang sedang membangun. Untuk membangun diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Beberapa ekonom masih sepakat bahwa pemberian insentif fiscal dapat dijadikan salah satu alternative untuk mendorong kembali tumbuhnya sektor industry. Penarikan arus modal yang signifikan ke suatu negara dipengaruhi oleh iklim investasi yang kondusif. Iklim investasi yang dimaksud adalah suatu kebijakan kelembagaan dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi dimasa depan, yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi.
Faktor yang Memengaruhi Investor dalam Berinvestasi
1.      Informasi Produk
Informasi produk investasi dapat diberikan kepada investor dalam bentuk yang beragam seperti brosur, iklan di media cetak, iklan di media elektronik, prospektus, ataupun dengan menyelenggarakan seminar atau talkshow yang khusus untuk membahas produk investasi tersebut.
2.      Tingkat Risiko
Risiko adalah peluang terjadinya kegagalan dalam meraih keuntungan yang diperkirakan dalam sebuah investasi, atau dapat pula dinyatakan dengan kemungkinan sebagian atau seluruh modal yang diinvestasikan tidak akan kembali kepada investor. Pada umumnya investor menghindari risiko pada tingkat keuntungan yang sama. Artinya, jika diberikan pillihan antara 2 jenis investasi yang memiliki tingkat risiko yang berbeda namun dengan tingkat keuntungan yang sama, mayoritas investor akan memilih investasi dengan risiko yang terendah. Namun, investor memiliki persepsi berbeda dengan tingkatan yang berbeda pula dalam menoleransi risiko dalam investasi. Investor memiliki persepsi terhadap risiko yang berbeda-beda. Namun investor yang memiliki tujuan utama mendapatkan keuntungan, cenderung akan menghindari risiko. Selain itu risiko memiliki hubungan yang erat dengan keuntungan, yaitu di antara keduanya terdapat hubungan positif. Keeratan hubungan risiko dengan keuntungan menyebabkan risiko menjadi faktor yang dipertimbangkan investor dalam berinvestasi. Risiko berinvestasi dalam konsep umum mengacu pada ketidakpastian tingkat keuntungan. Ketidakpastian pada tingkat keuntungan dalam Islam bukan merupakan konsekuensi berinvestasi, dan bukan merupakan bagian dari gharar ataupun maysir. Maysir dapat diartikan sebagai bentuk permainan yang mengandung unsur pertaruhan atau judi. Pengertian maysir tidak hanya terbatas pada perilaku judi, namun termasuk juga di dalamnya transaksi yang bersifat spekulatif. Transaksi spekulatif terjadi saat investor memaanfaatkan ketidakpastian di pasar modal untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek. Cara pemanfaatan ketidakpastian inilah yang dilarang dalam Islam. Gharar adalah unsur ketidakpastian yang terkait dengan penyerahan, kualitas, kuantitas, dan sebagainya. Ketidakpastian yang merupakan bagian dari gharar berupa ketidakjelasan pada akad yang digunakan, objek akad, harga, ataupun berupa penipuan. Adanya gharar dapat membatalkan akad dan merugikan salah satu pihak. Ketidakpastian dan risiko dalam muamalah menjadikan Islam menawarkan prinsip khusus, yaitu prinsip bagi hasil yang dinilai adil dalam menghadapi risiko yang dihadapi oleh pihak yang terlibat dalam investasi tersebut. Prinsip bagi hasil yang diterapkan dalam prinsip syariah membenarkan seseorang dalam mendapat keuntungan atas pengeluaran modal dan kesanggupan mengambil risiko yang telah dilakukan.
3.      Pertimbangan Prinsip Syariah
Aspek agama merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih suatu produk. Setiap agama memiliki prinsip dan aturan tertentu yang dapat berbeda antar satu agama dengan agama lain. Hal ini menyebabkan aspek agama dapat memberikan dampak yang berbeda sesuai dengan agama yang dianut oleh konsumen tersebut. Aspek agama dalam investasi turut berpengaruh teradap pertimbangan investor. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam menyebabkan produk investasi syariah di Indonesia dapat berkembang dengan baik. Prinsip dan peraturan agama dapat pula membatasi investor dalam memilih produk investasi tertentu, karena itu tak sedikit investor yang mencari produk investasi syariah walaupun tidak semua investor produk syariah mengutamakan aspek syariah. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan investasi agar sesuai dengan prinsip syariah, 1) transaksi dilakukan atas harta yang memberikan nilai manfaat dan harus menghindari transaksi yang zalim, 2) uang berfungsi sebagai alat pertukaran nilai yang menggambarkan daya beli suatu barang, bukan merupakan suatu komoditas perdagangan, 3) transaksi yang dilakukan harus bersifat transparan, 4) risiko harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak melebihi kemampuan menanggung risiko, dan 5) manajemen yang diterapkan adalah manajemen islami.
4.      Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler (1996), kepuasan konsumen adalah tingkat dari perasaan seseorang yang dihasilkan dari perbandingan antara kinerja produk dan harapan orang tersebut. Terdapat 3 level kepuasan yang dapat dirasakan oleh konsumen, jika kinerja produk tersebut tidak memenuhi harapan konsumen maka konsumen akan merasa tidak puas. Jika kinerja produk sesuai dengan harapan maka konsumen akan merasa puas, dan jika kinerja produk melebihi harapan maka konsumen akan merasa sangat puas. Harapan seorang konsumen terbentuk dari pengalaman pembeliannya terdahulu, komentar teman dan kenalan, informasi dari pesaing, dan janji yang dibuat oleh perusahaan. Studi mengenai kepuasan konsumen telah banyak dilakukan sebelumnya. Salah satu studi kepuasan konsumen dilakukan oleh Hannah dan Karp dalam Musanto (2004:126) yang dikenal dengan The Big Eight Factors. The Big Eight Factors terbagi menjadi tiga bagian utama. Bagian pertama adalah faktor yang berhubungan dengan produk. Bagian pertama ini terbagi menjadi kualitas produk, hubungan antara nilai dan harga, bentuk produk, dan keandalan. Kualitas produk berhubungan dengan mutu sehingga produk tersebut memiliki nilai tambah. Hubungan antara nilai dan harga merupakan hubungan antara harga dan nilai produk yang digambarkan melalui perbedaan nilai produk yang diterima dan harga yang dibayarkan. Bentuk produk merupakan komponen produk yang dapat bermanfaat. Keandalan berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan produk sesuai dengan janji perusahaan. Bagian kedua adalah factor yang berhubungan dengan pelayanan. Bagian ini terdiri dari jaminan serta respon dan cara pemecahan masalah. Faktor jaminan berkaitan dengan jaminan yang dapat ditawarkan oleh perusahaan terhadap produk setelah pembelian dilakukan. Respon dan cara pemecahan masalah merupakan sikap karyawan dalam menanggapai keluhan dan masalah dari konsumen. Bagian terakhir adalah factor yang berhubungan dengan pembelian, terdiri dari pengalaman karyawan serta kemudahan dan kenyamanan. Pengalaman karyawan merupakan hubungan antara karyawan perusahaan dengan konsumen, khususnya dalam hal komunikasi. Kemudahan dan kenyamanan berkaitan dengan segala upaya kemudahan dan kenyamanan yang diberikan perusahaan.
5.      Minat Konsumen
Minat konsumen dapat diartikan sebagai sesuatu yang timbul setelah menerima rangsangan dari produk yang dipasarkan, yang kemudian dapat menimbulkan ketertarikan untuk mencoba produk. Kemudian pada akhirnya timbul keinginan memiliki produk tersebut (Kotler 2005). Identifikasi terhadap minat konsumen menurut Ferdinand dalam Hidayat (2012) dapat dilakukan melalui 4 indikator, yaitu:
1.      Minat transaksional, yaitu kecenderungan untuk membeli produk.
2.      Minat refrensial, yaitu kecenderungan untuk mereferensikan produk yang diminatinya kepada orang lain.
3.      Minat preferensial, yaitu perilaku seseorang yang menjadikan produk tersebut sebagai preferensi utama.
4.      Minat eksploratif, yaitu perilaku seseorang yang mencari informasi mengenai produk yang diminatinya untuk mengumpulkan nilai positif dari produk.[17]
Untuk mewujudkan perkembagan perekonomian di Indonesia dalam rangkan langkah menarik calon investor, maka ada beberapa variable kebijakan yang patut diperhatikan yaitu: Pertama, terkait regulasi dan koordinasi antar instansi. Harmonisasi regulasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah perlu ditingkatkan. Jika melibatkan daerah, maka koordinasi dengan pemerintah daerah harus ditingkatkan, apalagi pemda juga memiliki hak untuk mengusulkan sejumlah proyek-proyek yang dapat memberikan dampak langsung terhadap perekonomian rakyat di daerahnya. Sehingga, diperlukan adanya kesesuaian antara proyek sukuk dengan aspirasi daerah. Lemahnya koordinasi ini dapat mengakibatkan rendahnya efektivitas sukuk negara sekaligus menciptakan inefisiensi project financing sukuk. Karena itu, perlu adanya paying hukum berupa Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini. Termasuk yang juga perlu diatur adalah pemberian kesempatan pada pemerintah daerah untuk menerbitkan sukuk daerah secara langsung.
Kedua, menjaga kesesuaian syariah sukuk. Ada banyak isu yang bersifat debatable dari tinjauan fiqh, seperti masalah kepemilikan aset sukuk dan proteksi kapital. Karena itu, komunikasi dan koordinasi yang intensif antara regulator, para pelaku pasar, termasuk Direktorat Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan, dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, merupakan langkah yang tepat dalam mengokohkan kesyariahan sukuk.
Ketiga, peningkatan inovasi dan kualitas produk sukuk. Hal ini sangat penting agar struktur sukuk ataupun (ORI) yang ada dapat menarik minat investor, sekaligus dapat menggerakkan sektor riil. Untuk itu dibutuhkan peningkatan kualitas SDM yang ada. SDM tersebut diharapkan memiliki kapasitas dalam melakukan sukuk structuring, dan memiliki cara berpikir yang berbeda. Maksudnya, mindset tentang sukuk harus berbeda dengan mindset tentang obligasi konvensional (Surat Utang Negara konvensional).
Keempat, edukasi dan sosialisasi publik. Ini adalah hal yang sangat fundamental mengingat awareness publik yang masih sangat rendah terhadap produk-produk di pasar modal syariah, termasuk sukuk. Peningkatan eskalasi kampanye publik ini diharapkan dapat mendorong perkembangan minat mereka untuk terlibat berinvestasi pada produk sukuk secara langsung. Jika keempat hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka peran sukuk negara dalam menggerakkan perekonomian nasional akan semakin kuat. [18]
Adapun upaya pengembangan pasar Sukuk Negara yang efisien, aktif dan likuid terus dilakukan agar penerbitan Sukuk Negara dalam jumlah yang mencukupi dengan biaya yang efisien dan risiko yang terkendali dapat dilakukan secara berkesinambungan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut di antaranya adalah:
1.      Menjaga transparansi informasi
pengelolaan Sukuk Negara Investor sangat memerlukan informasi terkait pengelolaan Sukuk Negara terutama berhubungan dengan profil kebijakan pemerintah, pengelolaan utang secara umum, maupun jadwal penerbitan Sukuk Negara dalam periode tertentu. Pemerintah termasuk DJPPR saat ini telah melakukan tranparansi informasi yang diperlukan oleh investor melalui berbagai media sehingga investor dapat dengan mudah mengetahui kebijakan pemerintah terkait pengelolaan utang secara umum maupun Sukuk Negara. Investor dapat mengetahui bahwa saat ini utang sudah dikelola dengat sangat baik, sehingga rasio utang berada pada level sangat aman yaitu pada kisaran 25% dibandingkan dengan PDB. Pengelolaan transparansi informasi ini perlu dipertahankan agar investor semakin yakin menempatkan portofolio investasinya pada Sukuk Negara.
2.      Pengembangan basis investor dan inovasi produk
Pemerintah juga perlu untuk mengembangkan investor Sukuk Negara yang heterogen agar pasar Sukuk Negara semakin likuid. Investor yang memiliki kebutuhan jenis instrumen,penilaian risiko, dan horison investasi yang berbeda akan mendorong likuiditas suatu pasar. Untuk itu pemerintah perlu terus mengembangkan basis investor baik domestik, internasional, ritel maupun institusi. Investor institusi sektor keuangan syariah perlu mendapat perhatian khusus karena pada saat ini partisipasinya masih sangat kecil. Selain itu, investor kalangan menengah ke bawah juga perlu mendapat perhatian agar semakin banyak berpartisipasi dalam instrumen Sukuk Negara. Hal ini juga akan mendukung pengembangan keuangan inklusif. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah juga perlu melakukan inovasi produk sesuai dengan preferensi investor.
3.      Pembentukan Primary Dealers System (PDS) SBSN
PDS adalah suatu kesepakatan antara pemerintah selaku pengelola SBSN dengan para dealer yang terdiri dari bank dan/atau perusahaan sekuritas untuk mengembangkan pasar SBSN. Adanya PDS akan mengurangi risiko pasar karena setiap dealer diwajibkan untuk menyampaikan penawaran dalam setiap lelang penjualan SBSN. Selain itu, para dealer diwajibkan untuk memperdagangakan SBSN yang dimilikinya di pasar sekunder dalam jumlah tertentu. Kewajiban para dealer tersebut akan membantu Pemerintah terutama dalam memenuhi target penerbitan SBSN dan mendorong likuiditas SBSN di pasar sekunder. Mengingat manfaat PDS tersebut, selayaknya Pemerintah segera memberikan keputusan dalam pembentukan PDS SBSN.
4.      Pengembangan Helpdesk Sukuk Negara
Sebagai instrumen investasi yang relatif baru, tentu masih memerlukan upaya diseminasi informasi kepada masyarakat luas. Selain itu, untuk mengantisipasi calon investor yang ingin mengetahui informasi mengenai pengelolaan Sukuk Negara secara cepat dan tepat maka diperlukan sarana untuk mendukung hal tersebut. Calon investor akan merasa nyaman bila dapat memperoleh informasi dari satu tempat secara cepat dan tepat. Untuk itu pemerintah perlu mengembangkan suatu helpdesk yang merupakan centre-point yang memberikan informasi atau bantuan kepada para calon investor.[19]








BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Peran Kebijakan Pemerintah dalam menarik calon Investor untuk berinvestasi sukuk dan ori, maka diambil kesimpulan:
1.      Sukuk Negara ritel adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang diperuntukkan bagi investor individu warga negara Indonesia.
2.      Obligasi Ritel Indonesia (ORI) adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan.
3.      Untuk mewujudkan perkembagan perekonomian di Indonesia dalam rangkan langkah menarik calon investor, maka ada beberapa variable kebijakan yang patut diperhatikan yaitu: Pertama, terkait regulasi dan koordinasi antar instansi. Harmonisasi regulasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah perlu ditingkatkan. Kedua, menjaga kesesuaian syariah sukuk. Ketiga, peningkatan inovasi dan kualitas produk sukuk. Keempat, edukasi dan sosialisasi publik.

B.     Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunnya dapat di pertanggung jawabkan.










Daftar Pustaka

Ali, Salman Syed, Islamic Capital Market Products : Developments and Challanges, Jeddah: IRTI IDB, 2005.
Al-Misri, Rafiq Yunus, Fa’idah al-Qard wa Nazariyyatuha al-Hadithah (Min Wijhati Nazri al-Islam), Beirut: Dar Al-Fikr Al-Mu‘asir, 1999.
Al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz. 3, cet. 4. Beirut: Dar Al-Fikr, 1997.
Ashari dan Saptana, Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 23 No 2, 2005.
Aziz Abdul, “Manajemen Investasi Syari’ah”, Bandung: Alfabeta, 2010.
Buang, Ahmad Hidayat, Studies in The Islamic Law of Contracts: The Prohibition of Gharar. Kuala Lumpur: International Law Book Services, 2000.
Hariyanto,  Eri, pegawai Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu RI
Huda, Nurul & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana, Iqbal, Zamir  and Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik. Terjemahan. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana, 2008.
Ibn ‘Arabi (t.t.), Ahkam al-Qur’an, juz. 1. Beirut: Dar al-Ma‘rifa.
Manan H. Abdul, “Hukum Ekonomi Syari’ah(Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama)”, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012.
Novi, Ristia Sandi, Penerapan Investasi Pada Aqiqah Berkah Cabang Jombang Ditinjau Daari Fiqh Mauamalah, Kediri : EI, 2017.
Qureshi, Anwar Iqbal, Islam and The Theory of Interest, ed. 2, Lahore: SH Muhammad Ashraf, 1961.
Rifki, Ismal & Khairunnisa Musari, Sukuk Menjawab Resesi. Jurnal Ekonomia- Republika. 2009.
Sarah, Adik Putri, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Investor Terhadap Sukuk Negara Ritel, Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi Falkutas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor 2014.
Vogel, Frank E, dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance, London: Kluwer Law International, 1998.
William F, Sharpe, INVESTASI, Jakarta: Indeks, 2005.






[1] Ristia sandi novi, penerapan investasi pada aqiqah berkah cabang jombang ditinjau daari fiqh mauamalah, (Kediri : EI, 2017), hlm.10-11.
[2] Sharpe, William F, INVESTASI, (Jakarta: indeks, 2005), hlm.1.
[3] Aziz Abdul, “Manajemen Investasi Syari’ah”, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.29.
[4] Manan H. Abdul, “Hukum Ekonomi Syari’ah(Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama)”, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012), hlm.152- 153.
[5] Manan H. Abdul, “Hukum Ekonomi Syari’ah(Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama)”, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012), hlm.155- 159.
[6] Ismal, Rifki & Khairunnisa Musari, Sukuk Menjawab Resesi. Jurnal Ekonomia- Republika. 2009. Diakses pada 14 April.
[9] Anwar Iqbal Qureshi, Islam and The Theory of Interest, ed. 2, (Lahore: SH Muhammad Ashraf, 1961), hlm. 44.
[10] Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz. 3, cet. 4. (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), hlm.91.
[11] Rafiq Yunus al-Misri, Fa’idah al-Qard wa Nazariyyatuha al-Hadithah (Min Wijhati Nazri al-Islam), (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu‘asir, 1999), hlm.34-35.
[12] Ahmad Hidayat Buang, Studies in The Islamic Law of Contracts: The Prohibition of Gharar. (Kuala Lumpur: International Law Book Services, 2000), hlm.32-33.
[13] Ibn ‘Arabi (t.t.), Ahkam al-Qur’an, juz. 1. (Beirut: Dar al-Ma‘rifa), hlm.408.
[14] Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance, (London: Kluwer Law International, 1998), hlm.64.
[15] Salman Syed Ali, Islamic Capital Market Products : Developments and Challanges, (Jeddah: IRTI IDB, 2005), hlm.18-26.
[16] Wikipedia, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Obligasi_Negara_Ritel
[17] Adik putri sarah, analisis faktor yang mempengaruhi investor terhadap sukuk negara ritel, program studi ilmu ekonomi syariah departemen ilmu ekonomi falkutas ekonomi dan manajemen institut pertanian bogor 2014.
[18] Ashari dan Saptana, Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 23 No 2, 2005.
[19] Eri Hariyanto, pegawai Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu RI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Kewirausahaan: Transformasi, Inovasi dan Kreativitas Kewirausahaan

RESUME TRANSFORMASI KEWIRAUSAHAAN, TEORI INOVASI DAN KREATIVITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KEWIRAUSAHAAN Dosen Peng...