Rabu, 19 Desember 2018

Makalah ZISWAF : Pengumpulan dan Distribusi Zakat, Infaq, Shadaqah

MAKALAH
PENGUMPULAN DAN DISTRIBUSI ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
MANAJEMEN ZISWAF
Dosen Pengampu:
Ahmad Syakur, M.EI

Disusun oleh:
                        Dona Candra S                                               931312215
Retno Sulistiyani                                             931335515
Choirun Nikmah                                             931336915

KELAS: D

JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI

2017

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Eksistensi zakat bagi perkembangan ekonomi umat Islam merupakan suatu bagian yang sangat penting karena melalui zakat, mekanisme distribusi kesejahteraan dalam konsep Islam diwujudkan. Pada zakat terjadi perpindahan kekayaan dari yang mampu kepada  yang tidak mampu dan berhak menerimanya. Tujuan utamnya adalah zakat sebagai kesejahteraan rakyat. Dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’un dijelaskan  “Tahukah engkau (orang atau kumpulan orang atau Negara) yang mendustakan agama …” Jadi, negara yang mendustakan agama adalah negara yang tidak sungguh-sungguh mengurusi kaum miskin. Ayat tersebut menyebutkan, ciri kesalehan suatu pribadi, institusi, dan negara adalah pemihakan kepada yang terpinggirkan karena faktor kesalehan akan terganggu bukan hanya karena spiritual tapi juga material.
Salah satu yang menunjang kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat adalah adanya kesejahteraan sosial-ekonomi. Ini merupakan seperangkat alternatif untuk mensejahterakan umat Islam dari kemiskinan dan kemelaratan. Untuk itu perlu dibentuk lembaga-lembaga untuk menanggulangi masalah sosial tersebut. Sehubungan dengan hal itu, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dana sosial-ekonomi bagi umat Islam. Artinya, pendayagunaan zakat yang dikelola oleh badan amil zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan tertentu saja yang berdasarkan pada orientasi konvensional, tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sosial-ekonomi umat seperti dalam program pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha.
Kita lihat tentang system pengelolaan zakat yang ada pada Badan Amil Zakat di negeri ini. Satu contoh pendistribusian zakat yang dipilah-pilah. Jika system pengelolaan Badan Amil Zakat menerapkan sistem perbankan dan mengacu pada sistem pengentasan kemiskinn yang menjadi bagian dari kewajiban departemen sosial maka tentu akan merugikan hak-hak mustahik yang seharusnya mendapat bagian zakat itu sendiri. Untuk itu pemerintah wajib menyelenggarakan berbagai tugas untuk mewujudkan masyyarakat adil dan makmur menuju kesejahteraan rakyat lahir dan batin. Salah satunya dengan cara melakukan manajemen yang baik dalam pengumpulan. Pengelolaan dan pendistribusian di lembaga amil zakat, infaq dan shadaqah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian manajemen?
2.      Bagaimana penegrtian penghimpunan?
3.      Bagaimana manajemen pengumpulan Zakat, Infaq, Shadaqah?
4.      Bagaimana langkah-langkah manajemen penghimpunan?
5.      Bagaimana prinsip-prinsip penghimpunan dan  pengelolaan zakat?
6.      Bagaimana manajemen distribusi Zakat, Infaq, Shadaqah?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian manajemen.
2.      Untuk mengetahui penegrtian penghimpunan.
3.      Untuk mengetahui bagaimana manajemen Pengumpulan Zakat, Infaq, Shadaqah.
4.      Untuk mengetahui langkah-langkah manajemen penghimpunan.
5.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip penghimpunan dan  pengelolaan zakat.
6.      Untuk mengetahui manajemen distribusi Zakat, Infaq, Shadaqah.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Manajemen
Secara etimologi manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu manus yang berarti tanggan dan agree yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja manager yang artinya menangani. Manager diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda managemen, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan menejemen. Akhirnya, managemen diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.[1]
Menurut George Terry yang dikutip dalam buku Tommy Suprapto mendefinisikan manajemen sebagai berikut, “manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber- sumber lainnya.”[2]

B.     Pengertian Penghimpunan
Untuk memahami penghimpunan atau biasa disebut istilah fundraising kita bisa merujuk terlebih dahulu ke dalam kamus bahasa Inggris. Fundraisin di terjemahkan dengan pengumpulan uang. Mengapa pengumpulan uang perlu ? pengumpulan uang sangat di perlukan untuk membiayai program kerja dan oprasional sebuah lembaga. Intinya keberlangsungan hidup sebuah lembaga tergantung pada sejauh mana pengumpulan dana itu di lakukan. Penghimpunan biasanya di lakukan oleh lembaga-lembaga atau organisasi nirlaba.[3] atau OPZ (karena organisasi pengelola zakat bekerja atas dasar ibadah dan sosial, tidak fokus pada perolehan laba dan keuntungan, maka OPZ menjadi bagian dari organisasi nirlaba).

C.    Manajemen Pengumpulan Zakat, Infaq, Shadaqah
Dalam pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan lembaga amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan pengumpulan dan pendayagunaan infak dan sedekah yang dikukuhkan oleh pemerintah. Pada manajemen pengumpulan zakat, infak, dan shadaqah terdapat fungsi- fungsi manajemen diantaranya yaitu:
1.      Perencanaan (Planning)
Perencanaan ditekankan pada kerangkan kerja operasional organisasi zakat untuk mencapai tujuan yang telah ditargetkan baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Perencanaan-perencanaan merupakan fungsi utama daripada manajemen dari segala bidang dan tingkat manapun. Perencanaan dalam organisasi zakat mencakup hal-hal luas seperti seperti tenaga lapangan yang bertujuan mengumpulkan zakat, menentukan waktu yang tepat, menetapkan segmen muzakki dan mustahik, membuat forecasting dan targeting dana yang akan dihimpun dan disalurkan sesuai dengan prinsip syari’ah, merencanakan beberapa dana yang diharapkan dapat dihimpun dan disalurkan untuk setiap periode.[4]
Hani Handoko mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa. Salah satu cara yang paling lumrah dalam penyusunan suatu rencana adalah dengan mengatakan bahwa perencanaan berarti mencari dan menemukan jawaban terhadap enam pertanyaan yaitu apa, dimana, bilamana, bagaimana, siapa, dan mengapa.
Dalam aspek perencanaan terdapat dua tipe utama rencana, yaitu:[5]
1.) Rencana-rencana Strategik (Strategic plans), rencana ini dirancang untuk memenuhi tujuan-tujuan organisasi yang lebih luas dan mengimplementasikan misi yang memberikan alasann khas keberadaan organisasi.
2.) Rencana-rencana operasional (Operational plans), dalam aspek ini diuraikan secara terperinci bagaimana rencana-rencana strategic akan dicapai. Dalam tipe operational plans, terdapat dua sub-tipe dalam pelaksanaannya. Pertama, Rencana sekali pakai (single use plans), bagian ini dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan tidak digunakan  kembali bila telah tercapai. Kedua, rencana tetap (standing plans), merupakan pendekatan-pendekatan standar untuk penanganan situasi-situasi yang dapat diperkirakan dan terjadi berulang-ulang.
2.      Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian dalam sebuah organisasi merujuk pada pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat dalam organisasi zakat dengan memanfaatkan sarana dan prasana yang dimiliki organisasi zakat. Pengorganisasian, sbaiknya sususnan organisai zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ) yaitu berfungsi untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat, infak, dan shadaqah kepada masyarakat. Sebagai ketua uum ialah seorang tokoh atau ulama yang disegani umat serta memperoleh restu dan petunjuk dari pemerinth daerah sebagai pengayom.
Terorganisir maksudnya organisasi pengelola zakat disusun secara networking (terdapat jaringan kerja) antar BAZ, antar LAZ, antar BAZ dan LAZ. Setiap BAZ atau LAZ memiliki wilayah dan bekerja pada masing-masing wilayah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing.
Aspek pengorganisasian mencakup pembagian tugas, pengelolaan SDM, pengelolaan sarana, pengelolaan waktu dan sebagainy. Aspek pelaksanaan pengumpulan zakat mencakup efektifitas dan efisiensi pngumpulan zakat. Pengumpulan zakat yang efektif dan efisien akan tercapai manakala tahapan yang lainnya sudah dilakukan dengan baik dan perencanaan pengumpulan zakat telah dirumuskan dengan baik.
3.      Pengarahan (Actuating)
Pemberian perintah, komunikasi, dan koordinasi dalam proses pelaksanaan tugas organisasi. Jaringan kerja dalam proses pengorganisasian zkat mesti dipahami dan diterapkan sehingga system pelayanan terpadu, terarah dan terintegrasi antar organisasi zakat menjadi terbuka. Sistem ini juga membantu muzakki dalam mengakses informasi secara bebas, mengontrol dan mengikuti perkembangan dana zakat yang mereka tunaikan. Demkian juga dengan data base mustahik yang telah mendapat santunan dan pembinaan dari  suatu LAZ/BAZ  akan dapat diakses dan diketahui oleh organisasi  zakat lainnya.
4.      Pengawasan (Controlling)
Pengawasan mencakup aspek evaluasi kinerja organisasi zakat. Pengawasan memudahkan organisasi zakat mengidentifikasi berbagai peluang, kemudahan, dan tantagan yang dianggap sebagai kekuatan yang mendukung dan kelemahan yang menghambat peningkatan kinerja dan pencapaian tujuan organisasi.
Denan adanya pengawasan kelamahan-kelemahan yang melekat dalam operasional zakat dapat  diperbaiki dan ditingkatkan sumbardaya-sumberdaya yang dimiliki organisasi dapat dikontro dan diamankan, serta pendistribusian dan pendayagunaan zakat oleh para mustahik produktif dapat diketahui tingkat kemajuan dan kemundurannya, menjamin tercapainya tujuan organisasi zakat, meluruskan berbagai penyimpangan yang tak sesuai dengan tujuan dan program organisasi.[6]

D.    Langkah-langkah Manajemen Penghimpunan

Langkah-langkah dalam manajemen penghimpunan merupakan penjabaran dari fungsi manajemen itu sendiri, maka langkah-langkah tersebut merupakan pengejawantahan dari proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan.
Dalam proses perencanaan maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:[7]
a.       Perkiraan dan perhitungan masa depan
Dalam aspek ini suatu organisasi bisa membuat perkiraan mengenai kemungkinan terlaksananya kegiatan fundraising, baik dari segi waktu, tempat ataupun kondisi organisasi.
b.      Penentuan dan perumusan sasaran
Di bagian ini ditentukan sasaran yang akan dijadikan objek penghimpunan, segmentasi mana yang akan dijadikan sasaran penggalangan dana, kemudian ditentukan juga tujuan dari penggalangan dana itu sendiri.
c.       Penetapan Metode
Di bagian ini ditentukan metode apa yang akan dipakai untuk penggalangan dana, metode penghimpunan sangat banyak sekali macamnya, hal ini bisa ditentukan dengan berdasar kepada kondisi lembaga ataupun objek penghimpunan.
d.      Penetapan Waktu dan Lokasi
Dalam poin ini ditentukan waktu pelaksanaan dan juga tempat yang akan dijadikan sasaran penghimpunan.
e.       Penetapan Program
Dalam poin ini ditentukan gambaran atau rentetan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan penghimpunan.
f.       Penetapan biaya
Dalam tahap ini organisasi harus memperkirakan biaya yang diperlukan untuk proses penghimpunan, dan juga menentukan target dana yang akan didapat. Dalam tahap ini suatu lembaga membagi penghimpunan sesuai dengan strategi dan metode yang dijalankannya, pembagian ini sangat penting karena pelaksanaanya pun akan berbeda dan dilakukan dengan cara yang berbeda.
g.       Perumusan dan pembagian tugas kerja
Dibagian ini ditentukan pembagian tugas kerja dalam pelaksanaan penghimpunan, pembagian tugas ini dimaksudkan agar tidak adanya tumpah tindih tugas, semua tugas terbagi habis dan tidak ada yang terbengkalai sehingga target penghimpunan yang telah ditetapkan dalam perencanaan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
h.       Pemberian wewenang
Pada bagian ini para karyawan ataupun pekerja diberikan kejelasan wewenang, agar tidak terjadi miss communication dan miss understanding

Dalam proses penggerakan langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a.      Pembimbingan
Pembimbingan adalah aktivitas manajemen yang berupa memerintah, menugaskan memberi arah,           memberi petunjuk kepada bawahan       dalam menjalankan tugas sehingga dapat tercapai dengan efisien.
b.      Pengkoordinasian
Ibnu Syamsi sebagaimana dikutip Hasanudin, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “pengkoordinasian adalah aktivitas dan fungsi manajemen yang dilakukan dengan jalan menghubungkan-hubungkan, memanunggalkan dan menyeleraskan orang-orang dan pekerjaan-pekerjaanya sehingga semuanya berlangsung tertib dan seirama menuju ke arah tercapainya tujuan bersama”.[8]
c.       Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan pada hakikatnya merupakan kegiatan manajemen yang terwujud dalam tindakan pemilihan diantara pelbagai kemungkinan untuk menyelesaikan persoalan dan pertentangan yang timbul dalam proses pengelolaan organisasi.[9]
d.      Menetapkan standar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan standar adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Adapun syarat-syarat standar yang baik adalah:[10]
1.   Validitas; kesahihan
2.   Reliabilitas; handal, terpercaya
3.   Sensitivitas; kepekaan, kemampuan untuk membedakan
4.   Akseptabilitas; dapat diterima untuk digunakan
5.      Practicable; dapat dipraktikan.
6.      Pemeriksaan dan penelitian

Dalam pemeriksaan dan penelitian terhadap pelaksanaan kegiatan penghimpunan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan,yaitu:
1.   Peninjauan pribadi manajer
2.   Laporan secara lisan
3.   Laporan tertulis
4.   Laporan dengan penelitian terhadap hal-hal yang bersifat istimewa.[11]

e.      Membandingkan antara pelaksanaan tugas dengan standar.
Dalam proses ini dapat diadakan penilaian apakah proses penghimpunan berjalan dengan baik atau sebaliknya telah terjadi penyimpangan-penyimpangan. Apabila ternyata proses penghimpunan berjalan dengan baik, artinya pelaksanaan tugas sesuai dengan rencana dan hasilnya dapat mendekati atau bahkan mencapai target yang telah ditentukan. Hal itu bisa dijadikan contoh untuk pelaksanaan penghimpunan berikutnya. Tetapi apabila dalam prosesnya terdapat penyimpanganpenyimpangan dan hasilnya tidak dapat mencapai target yang telah ditentukan, maka manajer harus memfokuskan perhatiannya ke arah penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi.[12]

f.    Mengadakan tindakan perbaikan dan pembetulan
             Yaitu terhadap penyimpangan penyimpangan yang telah terjadi. Diantara penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan yaitu:
1.       Kekurangmampuan pihak pelaksana. Solusi dari permasalahan ini dilakukan dengan training, penambahan atau penggantian tenaga pelaksana.
2.       Waktu dan biaya tidak cukup tersedia. Solusinya dengan tindakan perbaikan berupa penyesuaian waktu dan biaya dengan kepadatan volume pekerjaan.
3.       Ketidakmampuan manajer/pemimpin dalam mengelola setiap elemen yang dibutuhkan. Solusinya dengan peningkatan kualitas manajemen melalui pelatihan, Training Development, dan Organization Development.[13]

E.     Prinsip-Prinsip Penghimpunan dan  Pengelolaan Zakat
Dalam penghimpunan dan pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
1.      Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secaraterbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2.      Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat Islam yang menyerahkan harta zakatnya tanpa ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan. Meskipun pada dasarnya ummat Islam yang enggan membayar zakat harus mendapat sangsi sesuai perintah Allah.
3.      Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.
4.      Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya, baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.
5.      Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.
F.     Manajemen Distribusi Zakat, Infaq, Shadaqah
Masalah kemiskinan merupakan salah satu penyebab munculnya permasalahan perekonomian masyarakat, karena definisi kemiskinan adalah lemahnya sumber penghasilan yang mampu diciptakan individu masyarakat yang juga mengimplikasikan akan lemahnya sumber penghasilan yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dari fenomena diatas, maka Islam mulai mengkonsentrasikan pada pengentasan kemiskinan dengan mencari pemecahannya diberbagai aspek.[14]
Dalam sebuah hadis riwayat al-Ashbahani, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Alah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seseorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah Allah SWT akan melakukan perhitungan dan meminta pertanggung  jawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.
Hadis tersebut paling tidak memberikan dua petunjuk dan isyarat. Pertama, kemiskinan dan kefakiran pada umat bukanlah semata-mata karena kemalasan mereka dalam bekerja, akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang timpang, pola kehidupan yang tidak adil, dan merosotnya rasa kesetiakawanan diantara sesama umat. Dalam laporan Susan George, Lapoe dan Colin menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi karena adnya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah diatas penderitaan orang banyak, dan bukannnya diakibatkan oleh semata-mata kelebihan jumlah penduduk. Kedua, sesungguhnya jika zakat, sedekah dan infak dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan ditata dengan baik, baik pengambilan maupun pendistribusiannya, akan mampu menanggulangi atau paling tidak mengurangi masalah-masalah kemiskinan dan kefakiran.
Satu hal yang perlu disadari bersama bahwa pelaksanaan ZIS (terutama zakat) bukanlah semata-mata diserahkan kepada muzakki, akan tetapi tanggung jawab memungut dan mendistribusikannya dilakukan oleh ‘alimin (Q.S At-Taubah: 60 dan 103) zakat bukan pula memberikan bantuan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung (bersifat konsumtif), akan tetapi untuk meningkatkan kualitas hidup para mustahik, terutama fakir miskin.[15]
Maka pola distribusi dana zakat produktif menjadi menarik untuk dibahas mengingat aturan syariah menetapkan bahwa hasil pengumpulan zakat, infak dan sedekah sepenuhnya adalah hak milik dari pada mustahik (Q.S Adz-Dzaariyaat: 19). Dengan demikian, pola distribusi produktif yang dikembangkan pada umumnya mengambil skema qardul hasan yakni satu bentuk pinjaman yang menetapkan tidak adanya tingkat pengembalian tertentu  (return/bagi hasil) dari pokok pinjaman. Oleh karena itu, dana zakat yang digulirkan secara produktif tentunya tidak dapat menuntut adanya tingkat pengembalian tertentu, sebagaiman halnya sumber dana selain zakat.
Dari pemaparan diatas menurut, skema yang dikedepankan dari pola qardul hasan yaitu:
1.    Ukuran keberhasilan sebuah lembaga pengumpulan zakat adalah bagaimana lembaga tersebut dapat menjadi salah satu elemen dari sekuritas sosial yang mencoba mengangkat derajat kesejahteraan seorang mustahik menjadi muzaki.
2.    Modal yang dikembalikan oleh mustahik kepada lembaga zakat, tidak berarti bahwa modal tersebut sudah tidak lagi menjadi haknya si mustahik yang diberi pinjaman tersebut. Ini artinya bisa saja dana tersebut diproduktifkan kembali dengan memberi balik kepada mustahik tersebut yang akan dimanfaatkan untuk penambahan modal usahanya lebih lanjut. Dan kalaupun tidak, hasil akumulasi dana zakat dari hasil pengembalian modal akan kembali didistribusikan kepada mustahik lain yang juga berhak. Dengan begitu ada harapan lembaga amil dapat benar-benar menjadi partner bagi mustahik untuk pengembangan usahanya sampai terlepas dari batas kemustahikkannya.
               Pada sisi penyaluran dan pendayagunaan ZIS, perlu diperhatikan kembali beberapa hal, yakni sebagai berikut:
1.    Aspek pengumpulan dan pengolahan data mustahik perlu diperhatikan terlebih dahulu, untuk menetapkan berapa jumlah mestahik yang akan mendapatkannya.
2.    Untuk aspek penyaluran dan pendayagunaan ZIS perlu disusun dan ditaati peraturan yang menjamin adanya efisiensi dengan kriterian yang jelas. Studi kelayakan objek perlu dilakukan, misalnya untuk menentukan apakah ZIS bersifat produktif ataukah bersifat konsumtifyang akan diberikan.
3.    Harus diperhatikan bahwa keberhasilan amil zakat bukan ditentukan oleh besarnya dan ZIS yang dihimpun atau didayagunakan, melainkan juga pada sejauh mana para mustahik dapat meningkatkan kegiatan usaha ataupun bekerjanya.
4.    Para muzakki, terutama yang kewajiban zakatnya cukup besar tentu ingin mengetahui bagaimana pendayagunaan ZIS yang dikeluarkan. Oleh karena itu, aspek pelaporan  pertanggung jawaban perlu dihidupsuburkan.
5.    Aspek hubungan masyarakat perlu dikembaangkan agar komunikasi lahir batin antara muzakki dan mustahik dapat terus dipelihara.[16]





















BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Zakat secara etimologis berarti bertambah suci, atau berubah, atau dengan kata lain zakat berati tumbuh, menyucikan, pembersihan diri dan sebagainya. Sedangkan secara terminologis berarti ”Nama dari sebagian harta dari aset khusus yang didistribusikan  untuk khusus 8 asnaf dan syarat-syaratnya”. Zakat merupakan rukun islam  yang ketiga yang bersifat wajib bagi setiap muslim.
Sedangkan untuk infak dan sedekah mempunyai pemahaman arti yang sedikit berbeda dengan zakat. Dalam terminologi syariah pengertian infak dan shadaqah berarti mengelurakan sebagian harta atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Hukum yang berlaku bagi infak dan shadaqah adalah sunah.
Jika zakat, sedekah dan infak dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan ditata dengan baik, baik pengambilan maupun pendistribusiannya, akan mampu menanggulangi atau paling tidak mengurangi masalah-masalah kemiskinan dan kefakiran. Karena itu didalam Al-Qur’an dan Hadis banyak perintah untuk berzakat, sekaligus pujian bagi yang melakukannya, baik didunia maupun akhirat nanti. Sebaliknya, banyak pula ayat Al-Qur’an dan Hadis yang mencela orang yang enggan mengeluarkannya, sekaligus ancaman dunia dan ukhrawi bagi mereka. Oleh karena itu perlunya pengelolaan pelaksanaan ZIS (terutama zakat) secara profesionalisme kerja (kesungguhan) dari amil zakat sehingga menjadi amil yang amanah, jujur dan sebagainya sehingga dapat dipercaya muzakki untuk mendistribusikan hartanya.











DAFTAR PUSTAKA

Effendi, E.K. Mochtar, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1986.
Handoko, T. Hani, Manajemen, cet. Ke-18, Yogyakarta: BPFE, 2003.
Hasanudin, Manajemen Dakwah, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005.
Muhammaad dan Abu Bakar,  Manajemen Organisasi Zakat,Prespektif Pemberdayaan Umat dan Strategi Pengembangan Organisais Pengelola Zakat, Malang: Madani, 2011.
Nofiaturrahmah, Fifi,  “Pengumpulan Dan Pendayagunaan Zakat, Infak Dan Sedekah”, Jurnal Zakat Dan Wakaf, 2015.
Purwanto, April, Manajemen Fundraising Bagi Organisasi Pengelola Zakat, Yogyakarta: Teras, 2009.
Qardhawi, Yusuf, Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: Zikrul Hakim, 2005.
Shaleh, Abd.Rosyad, Manajemen Da’wah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Suprapto, Tommy, Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi, Jakarta: Med Press, 2009.
Usman, Husaini, MANAJEMEN Teori, Praktek dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara 2009.



[1] Husaini Usman, MANAJEMEN Teori, Praktek dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara 2009), cet ke-1, h.5.
[2] Tommy Suprapto, Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi (Jakarta: Med Press, 2009), cet ke-2,h.122.
[3] April Purwanto, Manajemen Fundraising Bagi Organisasi Pengelola Zakat (Yogyakarta: Teras, 2009) h. 11

[4] Muhammaad dan Abu Bakar,  Manajemen Organisasi Zakat,Prespektif Pemberdayaan Umat dan Strategi Pengembangan Organisais Pengelola Zakat, ( Malang: Madani, 2011), hlm.59-60.
[5] T. Hani Handoko, Manajemen, cet. Ke-18. (Yogyakarta: BPFE, 2003), h. 85.

[6] Muhammaad dan Abu Bakar,  Manajemen Organisasi Zakat,Prespektif Pemberdayaan Umat dan Strategi Pengembangan Organisais Pengelola Zakat, ( Malang: Madani, 2011), hlm.60-64.
[7] Hasanudin, Manajemen Dakwah (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005), h. 28.
[8] Hasanudin, Manajemen Dakwah (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005), h. 30.
[9] Hasanudin, Manajemen Dakwah, h. 31
[10] E.K. Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam ( Jakarta: PT. Bhratara Karya Aksara, 1986), h. 154
[11] Abd.Rosyad Shaleh, Manajemen Da’wah Islam (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1977), h. 144-146.
[12] Abd.Rosyad Shaleh, Manajemen Da’wah Islam (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1977), h. 147
[13] T. Hani Handoko, Manajemen (Yogyakarta: BPFE, 1999), h. 365.
[14] Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2005 ), 21
[15] Fifi Nofiaturrahmah, “Pengumpulan Dan Pendayagunaan Zakat, Infak Dan Sedekah”, Jurnal Zakat Dan Wakaf, 2 (Desember 2015).289
[16] Fifi Nofiaturrahmah, “Pengumpulan Dan Pendayagunaan Zakat, Infak Dan Sedekah”, Jurnal Zakat Dan Wakaf, 292-294.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Kewirausahaan: Transformasi, Inovasi dan Kreativitas Kewirausahaan

RESUME TRANSFORMASI KEWIRAUSAHAAN, TEORI INOVASI DAN KREATIVITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KEWIRAUSAHAAN Dosen Peng...