Rabu, 19 Desember 2018

Makalah Qawaid Fiqhiyah: Kaidah Pertama (Al- Umuru Biaqhosidiha)

MAKALAH
MAKNA, SUMBER DAN APLIKASI KAIDAH PERTAMA QOWAID FIQHIYAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
QOWAID FIQHIYAH
Dosen Pengampu :
Syaiful Bahri, MHI.


Disusun oleh :
Nama                                                          NIM
Retno Sulistiyani                                             931335515


JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kaidah fiqh adalah suatu ilmu yang berkaitan penjelasan tentang hukum-hukum yang umum. Kaidah fiqh boleh di ta’rehkan sebagai hkum syara’ secara keseluruhan yang erangkumi berbagai masalah hukum fiqh. Terdapat berbagai kaidah fiqh yang telah diperkenalkan oleh para ulama untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang baru timbul dalam sehari-hari.
Kaidah-kaidah yang diperkenalkan jelas dapat memberi dampak positif dalam memelihara kemaslahatan ummat sekarang. Terdapat lima kaidah utama yang disepakati dikalangan fiqaha. Salah satunya adalahالآمور بمقاصدها  (segala sesuatu tergantung pada niatnya).
Kaidah ini berasal dari banyak materi fiqh, karena di dalam fiqh, nilai suatu perbuatan tergantung pada niatnya. Di dalam ibadah, apakah niat ibadah itu wajib atau sunnah, adāan atau qadhāandalam muamalah, apakah niat member  atau meminjamkan, dalam jinayat apakah kesengajaan (dengan niat) atau kesalahan (tanpa niat) dan seterusnya.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1.         Bagaimana makna kaidah pertama dalam qowaid fiqhiyah?
2.         Bagaimana sumber dari kaidah pertama dalam qowaid fiqhiyah?
3.         Bagaimana aplikasi dari kaidah pertama dalam qowaid fiqhiyah?

C.  Tujuan Penulisan
1.        Untuk mengetahui dan memahami makna kaidah pertama dalam qowaid fiqhiyah.
2.        Untuk mengetahui dan memahami sumber dari kaidah pertama dalam qowaid fiqhiyah.
3.        Untuk mengetahui dan memahami aplikasi dari kaidah pertama dalam qowaid fiqhiyah.
D.  Manfaat Penulisan
Manfaat disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang makna, sumber dan aplikasi dari kaidah pertama qowaid fiqhiyah.























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Makna Kaidah Pertama Dalam Qowaid Fiqhiyah
Kaidah dasar pertama yaitu niat dan maksud dalam perbuatan.
اَلأُمُوْرُبِمَقَاصِدِهَا
Artinya: Semua perkara bergantung pada maksudnya.
Kaidah ini menempati peran pokok dalam hukum islam. Sebab, seluruh tindakan manusia bergantung pada niat dan maksudnya. Karenanya, para ulama memberikan perhatian besar terhadap kaidah ini.
Secara bahasa, niat berarti maksud atau tujuan. Adapun secara istilah niat adalah sebuah maksud untuk melakukan sesuatu yang bersamaan dengan perbuatannya. Niat atau tujuan seseorang dalam melakukan sesuatu sangat menentukan status hukum dari sesuatu dilakukannya.[1]
·           Fungsi Niat:
1.        Untuk membedakan ibadah dan adat kebiasaan
2.        Untuk membedakan kualitas pebuatan, baik kebaikan ataupun kejahatan.
3.        Untuk menentukan sah tidaknya suatu perbuatan ibadah tertentu serta membedakan yang wajib dari yang sunnat.

·           Waktu pelaksanaan niat  
Pelaksanaan niat secara umum adalah pada awal ibadah. Hal ini di dasarkan penelitian ulama yang mengatakan bahwa huruf “ba” yang terletak pada kata bi Al-Niyyati  mempunyai makna mushahabah (membersamakan). Hal ini memberi sebuah pengertian  bahwa niat merupakan bagian dari amal itu sendiri, oleh kerenanya niat tidak boleh diakhirkan dari amal yang akan dikerjakan, apalagi didahulukan. Namun aturan main ini tidaklah bersifat kaku. Ulama masih memberikan toleransi dalam beberapa ritual ibadahdi sesuaikan dengan kondisi dan faktor kesulitan pelaksanaannya. Disamping ini, kemampuan pelaksanaan niatpun masih dipertimbangkan. Faktor lain yang menjadi pertimbangan fuqaha adalah permulaan suatu ibadah bersifat nisbi dan relatif, artinya permulaan amal ibadah yang satu dengan yang lainnya tidak lah sama.
Berikut ini adalah beberapa contoh niat yang boleh didahulukan karena faktor kesulitan membersamakan  dengan permulaan pekerjaan.
a.     Puasa wajib
Niat dalam puasa bisa dilakukan sebelum fajar, bahkan jauh sebelum terbit fajar. Tetapi, apabila niat dalam puasa dilakukan setelah fajar, maka puasanya tidak sah. Kecuali puasa sunah yang menurut sebagian ulama niatnya boleh dilakukan setelah fajar hingga waktu zuhur tiba.
b.     Pembagian zakat
Niat untuk mengeluarkan zakat juga bisa didahulukan sebelum menyerahkan harta zakat kepada fakir miskin, termasuk zakat fitrah. Sebab, niat sulit disertakan pada saat menyerahkan harta zakat.
c.     Sholat jamak
Dalam pelaksanaan sholat jamak bagi mufasir, niat jamak boleh diucapkan pada waktu mengerjakan sholat yang pertama. Jadi, niat jamak untuk sholat yang kedua boleh diucapkan ketika hendak mengerjakan sholat yang pertama. Misalnya sholat ashar hendak dijamak dengan sholat zuhur, maka niat jamak untuk sholat ashar bisa diucapkan pada saat mengerjakan sholat zuhur.
d.    Penyembelihan Qurban
Niat dalam berkurban boleh diucapkan sebelum hewan disembelih, dan tidak wajib diucapkan bersamaan dengan awal penyembelihan. Bahkan, ketika penyembelihan hewan kurban dimulai, pemilik kurban hendaknya mewakilkannya kepada orang lain. Niat berkurban boleh diucapkan pada saat penyerahan hewan kurban kepada pihak wakil, meskipun tidak langsung disembelih.[2]

·           Tempat Niat
 Temapat niat adalah di dalam hati, tetapi niat juga boleh diucapkan dengan lisan. Namun jika antara lisan dan niat dalam hati tidak sama, maka yang dijadikan pedoman adalah niat dalam hati.
Dalam setiap ibadah, niat hanya dibutuhkan dalam hati tanpa harus diucapkan dengan lisan. Namun, dalam persoalan-persoalan tertentu niat dalam hati tidak cukup tanpa ditegaskan dengan ucapan lisan dan bahasa yang jelas. Diantara persoalan tersebut adalah:
1.     Perceraian
Dalam perceraian, antara niat dalam hati dan pernyataan secara lisan sama-sama dibutuhkan. Apabila seseorang hendak menceraikan istrinya tetapi ia hanya membersitkannya di dalam hati tanpa dinyatakan dengan lisan, maka niat tersebut tidak langsung memutuskan hubungan perkawinan.
2.    Nazar
Nazar yang dilakukan seseorang bisa diperhitungkan dan berdampak pada hukum tertentu apabila diungkapkan dengan lisan dan diniatkan dalam hati. Karenanya jika nazar hanya dibersitkan dalam hati, tetapi tidak ditegaskan dengan lisan, maka tidak ada status hukumnya.[3]

·           Hal-hal yang membatalkan niat
Hal-hal yang membatalkan niat adalah:
1.    Riddah atau murtad, yaitu terputusnya agama islam seseorang. Baik yang ditimbulkan dari niat, ucapan atau perbuatan yang menyebabkan kuffur.
2.    Berniat memutus atau tidak melanjutkan ibadah yang sedang di jalankan, semisal orang melakukan shalat, kemudian berniat memutuskan shalatnya, maka shalatnya menjadi batal. Hukum batalnya shalat dengan niat memutus ini merupakan qiyas dengan masalah iman, dimana iman sendiri bisa putus hati seorang muslim.
3.    Niat mengganti atau memindah suatu ibadah di klasifikasikan dan digambarkan dengan contoh berikut:
a.    Mengganti sebuat shalat fardhu dengan shalat fardhu yang lain, maka kedua-duanya menjadi tidak sah.
b.   Mengganti shalat sunat dengan fardhu juga tidak sah kedua-duanya.[4]


B.   Sumber Pengambilan Kaidah
Kaidah الأمور بمقاصدها  ketika di rujukkan kepada Al-Quran dan Hadits, antara lain:

Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus........(Q. S Al- Bayyinah [98]: 5)
                                                                

Artinya: Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu (Q. S Al-Ahzab [33]: 5).
  
Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun (Q. S Al-Baqarah[2]: 225)

Dalam hadist nabi antara lain:
انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى الله و رسوله فهجرته الى الله و رسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امرأة ينكحها فهجرته الى ما هجر اليه.
Artinya: Setiap perbuatan itu bergantung kepada niatnya dan bagi setiap orang sesuai dengan niatnya, barang siapa berhijrah karena Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa berhijrah karena mengharap kepentingan dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang diniatkannya (HR.Bukhari dari Umar bin Khatab).[5]
من قاتل ليكون كلمة الله هي العليا فهو في سبيل الله عز و جل
Artinya: Barangsiapa berperang dengan maksud meninggikan kalimat Allah swt, Maka dia ada dijalan Alah. (HR. Bukhari dari Abu Musa)
انك لن تنفق نفقة تبتغى بها وجه الله الا أجرن عليها حتى ما يجعل في فم امرأتك
Artinya: sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan sesuatu dengan maksud mencari keridhaan Allah swt diberi fahala walaupun sekedar sesuap kedalam mulut istrimu. (HR. Bukhari).
من اتى فراشه وهو ينوى ان تقوم يصلى من الليل فغلبته عيناه حتى اصبح كتب له ما نوى
Artinya: barang siapa yang tidur berniat shalat malam, kemudian dia tertidur sampai subuh maka di tulis baginyapahala sesuai dengan niatnya. (HR. Al-Nasai dari Abi Dzar.



Artinya: barang siapa menghendaki pahala dunia kami berikan pahala itu dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan pahala itu. Dan kami akan memberikan balasan kepada orang yang bersyukur (Q.S. Ali Imran [3]:145)

نية المؤمن خير من عمله
Artinya: Niat orang mukmin itu lebih baik daripada amal perbuatannya saja (yang kosong dari niat) (RW. Ath-Thabrani)
Imam Ahmad sependapat dengan iamam syafi’i bahwa hadist niat itu adalah salah satu dari tiga hadist yang menjadi tempat pengembalian seluruh hukum islam. Menurut beliau tiga buah hadist yang menjadi tempat pengembalian hukum itu adalah:
Pertama hadist yang telah tersebut di atas.
Hadist kedua.
من احدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Artinya: Barang siapa mengada-adakan dalam agama ku ini sesuatau yang bukan termasuk agama, maka tertolakkan, (RW. Bukhari Muslim).
انما بعث الناس على نياتهم
Artinya: Sesungguhnya manusia itu di bangkitkan menurut niatnya.


C.      Aplikasi Kaidah Pertama
1.      Dalam shalat tidak disyaratkan niat menyebutkan jumlah raka’at, maka bila seseorang muslim berniat melaksanakan shalat magrib 4 raka’at tetapi ia tetap dalam melaksanakan 3 raka’at, maka shalatnya tetap sah.[6]
2.      Seseorang yang akan melaksanakan shalat zuhur tetapi niatnya melaksanakan shalat ashar, maka shalatnya tidak sah.
3.      Seseorang bersumpah untuk tidak berbicara dengan seseorang, dan maksudnya dengan Ridwan. Maka sumpahnya hanya berlaku pada ridwan saja.
4.      Seseorang niat shalat zuhur, kemudian setelah satu raka’at dia berpindah kepada shalat tahiyyatal-masjid, maka batal shalat zuhurnya.
5.      Seseorang mengkasad bahwa tujuan dari memakan sesuatu makanan ataupun minuman yaitu untuk bisa beribadah kepada Allah swt, maka perbuatannya tersebut diberi pahala.[7]
6.      Seorang suami yang mentalak istrinya dengan menggunakan lafat kinayah, maka apabila suami tidak meniatkan lafaz kinayah tersebut kepada talak maka talaknya itu tidak sah. Tetapi bila dikasadkan sebagai lafaz talak maka talaknya sah.
7.      Seseorang yang tidur dan berniat supaya bisa kuat untuk beribadah, maka perbuatan tidurnya itu diberi pahala.
8.      Seseorang perempuan yang sedang berhaidz tidak melaksanakan shalat atau pun puasa dengan niat menjunjung perintah syar’i, maka niatnya tersebut akan diberi pahala.
9.      Seseorang yang belajar pelajaran metematika yang berniat supaya bisa memecahkan masalah yang terdapat dalam faraiz, maka niatnya itu diberi pahala.

















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

B.  Saran
Menurut kami masih banyak yang perlu dipelajari dalam kaidah-kaidah qowaid fiqhiyah, terutama pada pembahasan kaidah pertama supaya mahasiswa lebih memahami bagaiamana makna, sumber, dan aplikasi yang terdapat dalam kaidah pertama qowaid fiqhiyah.










DAFTAR PUSTAKA

Fadal, Moh. Kurdi. Kaidah-kaidah Fikih. Jakarta: Artha Rivera, 2008.
Hakim, Abdul Hamid. Mabadi Awwaliyah, Ushul Fiqh Wal Kawaid Fiqhiyyah. Jakarta: Sa’diyyah Fitran.tt
Syafe’i Rachmat.  Ilmu Ushul Fiqh, Cet. III. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Yahya Mukhtar, et. al. Dasar-Dasar Pembinaan Fiqh Islam, Cet. I. Bandung: Al-Ma’arif, 1986.
Zubair Maimoen. Formulasi Nalar Fiqh, Kiadah Fiqh Konseptual. Surabaya: Khalista, 2006.


[1] Moh. Kurdi Fadal, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Artha Rivera, 2008), hlm. 17-18.
[2] Moh. Kurdi Fadal, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Artha Rivera, 2008), hlm. 31.
[3] Moh. Kurdi Fadal, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Artha Rivera, 2008), hlm. 32-33.
[4] KH. Maimoen Zubair, Formulasi Nalar Fiqh, Kiadah Fiqh Konseptual, ( Surabaya: Khalista, 2006), hlm. 101.
[5] Syeh Ahmad bin Syeh Hijazi Al-Fasyani, Al-Majalisussaniyah, (ttp: tt), hal. 3.
[6] Prof. DR. Rachmat Syafe’i, MA, Ilmu Ushul Fiqh, Cet. III, (Bandung: Pustaka Setia, 2007) Hal. 279.

[7] Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah, Ushul Fiqh Wal Kawaid Fiqhiyyah, (Jakarta: Sa’diyyah Fitran, tt) hal. 22.




1 komentar:

  1. saya selaku pembaca sangat berterima kasih
    Saya memita izin mengutip sebagian catatan makalah anda

    BalasHapus

Makalah Kewirausahaan: Transformasi, Inovasi dan Kreativitas Kewirausahaan

RESUME TRANSFORMASI KEWIRAUSAHAAN, TEORI INOVASI DAN KREATIVITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KEWIRAUSAHAAN Dosen Peng...