Rabu, 19 Desember 2018

Makalah Tafsir Ayat Ekonomi 2: LARANAN JUDI, JUAL BELI BARANG HARAM, MENCURI, CURANG DALAM TAKARAN, SUAP MENYUAP DAN MONOPOLI

MAKALAH
LARANAN JUDI, JUAL BELI BARANG HARAM, MENCURI, CURANG DALAM TAKARAN, SUAP MENYUAP DAN MONOPOLI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
TAFSIR AYAT EKONOMI 2
Dosen Pengampu:
Ruston Nawawi, M. A

Disusun oleh :
St Wulan Rametha                                      931335415
         Retno Sulistiyani                                         931335515
                  Dodi Yuda Novriansyah                                      931336415
                   Dewi Safitriana                                                     931336715
Kelas: K

JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI

2017

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam pembahasan tafsir ahkam kali ini kami akan membahas mengenai “larangan judi, jual beli barang haram, mencuri, curang dalam timbangan, suap dan monopoli”. Sebagai orang yang beriman kita haruslah bertaqwa kepada Allah SWT yaitu menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Termasuk didalm mencari nafkah haruslah kita mendapatkan harta yang halalun thoyyibatun.
Diantra larangannya tadi (larangan judi, jual beli barang haram, mencuri curang dalam timbangan, suap dan monopoli) sudah termaktub dalam Al-Qur’an secara global. Untuk lebih sepesifiknya dalam pembahasan kali ini kita akan membahas ayat-ayat firman Allah SWT sebagai berikut, di antaranta:At Takasur ayat 1-8; Al Baqarah ayat 188, 281; Al Maidah ayat 90-91; Al Muthaffifin ayat 1-6, Huud ayat 85.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan judi, jual beli barang haram, mencuri, curang dalam takaran, suap menyuap, dan monopoli?
2.      Bagaimana pendapat Al-Qur’an Mengenai judi,jual beli barang haram, mencuri, curang dalam takaran, suap menyuap dan monopoli?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk menegtahui apa yang dimaksud dengan judi, jual beli barang haram, mencuri, curang dalam takaran, suap menyuap, dan monopoli.
2.      Untuk mengetahui pendapat Al-Qur’an Mengenai judi,jual beli barang haram, mencuri, curang dalam takaran, suap menyuap dan monopoli.

  

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Judi, Jual Beli Barang Haram, Mencuri, Curang dalam Takaran, Suap Menyuap dan Monopoli
·         Pengertian Judi
Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mepertaruhkan sesuatu yang bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada permainan, pertandingan, perlombaan maupun kejadian-kejadian yang belum pasti hasilnya. Sebenarnya kalau dinalar, berjudimemang merugikan karena peluang untuk  menang dalam perjudian itu sangat kecil, apalagi kalau pemainnya banyak. Selain itu berjudi juga dilarang dalam islam. Dan Allah telah memeperingatkan dengan tegas larang berjudi dalam surat Al-Maidah ayat 90-91
·         Pengertian Jual Beli
Secara terminologi fiqh jual beli disebut dengan Al-ba’i yang berarti menjual, mengganti atau tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
a.       Menurut Hanafiah, jual beli yaitu tukar menukar harta benda atau dengan sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara-cara tertentu dan bermanfaat.
b.      Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, jual beli yaitu tukar menukar dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.
c.       Menurut Hukum Ekonomi Syari’ah Al-ba’i adalah jual beli antara benda dan benda atau penukaran antara benda dengan uang.[1]
Jual beli memang pintu rezeki dalam pandangan Islam, namun Allah hanya meridhoi jual beli barang yang halal diperjual belikan dan dengan cara yang benar
·         Pengertian Mencuri
Menurut bahasa, mencuri (sariqah) adalah mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi. Adapun menurut istilah, mencuri adalah mengambil harta yang terjaga dan mengeluarkan dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan (syubhat) di dalamnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

·         Curang dalam takaran
Yang dimaksud curang dalam takaran adalah dimana seseorang yang menjual kepada orang lain dengan mengurangi takaran timbangan dari jumlah takaran yang sesungguhnya. Islam dengan kemuliaan, kesempurnaan, dann keluhuran ajarannya, memerintahkan umatnya untuk bermuamalah dengan baik dan dengan sesame atas dasarkeadilan dan keridhoan. Allah telah menegaskan larangan curang dalam takaran ini pada surat Al-Mutaffifin ayat 1-6.

·         Pengertian Suap-Menyuap
Menurut istilah (Kamus Bahasa Indonesia) suap adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan. Sedangkan secara istilah dalam islam suap disebut dengan ar-risywah. Menurut Al-Mula Ali Al-Qari Rahimahullah, suap (ar-risywah) adalah sesuatu yang diberikan untuk menggagalkan perkara yang benar atau mewujudkan perkara yang bathil (tidak benar).

·         Pengertian Monopoli
Monopoli atau ikhtikar artinya zalim (aniaya) dan merusak pergaulan. Imam Al-Ghazali mendefiniskan monopoli adalah penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga dan penjualannya ketika harga melonjak. Tidakkan tersebut jelas merugikan orang lain dan bukan cara muamalah yang baik


B.     Pendapat Al-Qur’an Mengenai Larangan Judi, Jual Beli Barang Haram, Mencuri, Curang dalam Takaran, Suap Menyuap, dan Monopoli

1.      Q.S At- Takasur; 1-8
اَلْهَىكُمُ التَّكَا ثُرُ﴿١﴾ حَتَّى زُرْ تُمُ الْمَقَا بِرَ ﴿۲﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ ﴿۳﴾ ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ ﴿٤﴾
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنِ ﴿٥﴾ لَتَرَوُنَّ الْجَحِيْمَ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِ﴿٧﴾
 ثُمَّ لَتُسْئَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ﴿٨﴾

Artinya:    
1.  Bermegah-megahan Telah melalaikan kamu,
2.  Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3.  Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4.  Dan janganlah begitu, kelak kamu akan Mengetahui.
5.  Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6.  Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7.  Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin.
8.  Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).[2]

Kosa Kata Kunci
التَّكَا ثُرُ      : Kesibukan memperbanyak (harta dan anak
الْمَقَا بِرَ      :  (ke dalam) kuburan-kuburan 
تَعْلَمُوْنَ       : Kalian mengetahui (akibat perbuatan itu)
يَوْمَئِذٍ         : Pada hari itu (hari melihat neraka)
النَّعِيْمِ         : Kenikmatan ( pada saat didunia)

Asbabun Nuzul
      Ibnu Abi Hatim dari Abu Buraidah meriwayatkan bahwa surat ini diturunkan denagn dua kabilah dari kalangan Anshar, yaitu: Banu Harisah dan Banu Al- Hars. Mereka saling berbangga dan berbanyak-banyakan. Salah seorang mengatakan kepada orangg lain, “Apakah ada diantara kalian yang seperti si anu dan si anu?” Kemudian dijawab oleh yang lain, dengan perkataan yang hampir sama. Mereka saling membanggakan kabilah masing-masing. Akhirnya mereka berkata “Mari kita berangkat ke kubur”. Kemudian salah satu kabilah mengatakan “Apakah diantara kalian ada si anu – sambil mengisyaratkan ke suatu kubur – dan si anu?”. Golongan lainpun juga mengatakan perkataan yang sama. Akhirnya Allah menurunkan surat ini.[3]

Munasabah Ayat
      Pada surah sebelumnya telah dijelaskan mengenai hari kiamat termasuk sebagian gambaran yang sangat mengerikan ketika itu, disamping adanya pembalasan Allah terhadap orang-orang yang baik dan jahat.
      Kemudian, didalam surah ini telah dijelaskan neraka jahim, sebagaimana telah dijelaskan pada ayat sebelumnya (Q.S Al- Kausar). Didalam surah ini ditambahkan pertanyaan Allah terhadap setiap individu tentang amal perbuatannya ketika di dunia, yang akan menentukan ihwalnya di akhirat.[4]

Penafsiran Ayat
      Diriwayatkan dari Anas Bin Malik bahwa Rasululah SAW pernah bersabda: “Jika anak Adam itu mempunyai lembah berisi emas, maka ia inginkan mempunyai dua lembah; takkan ada yang bias menyumbat mulutuya kecuali tanah. Dan Allah menerima taubat orang-orang yang benar-benar bertaubat”.
      Al- Ustaz Muhammad Abduh mengatakan “Kemungkinan yang dimaksud bermegah-megahan disini ialah siapa saja yang banyak hartanya. Dengan pengertian setiap orang yang bersangkutan dipersiahkan agar saling berbangga dalam hal harta dan pangkat. Semua ini dimaksudkan untuk menantang dalam rangka mengalahkan orang lain dalam hal tersebut. Bagi seseorang yang melibatkan dirinya didalam masalah tersebut, terus berusaha agar hartanya lebih banyak diabandig orang lain, atau kekuatan fisiknya lebih menonjol disbanding orang lain. Dengan demikian pihak pemenang akan mendapatkan kemsyhuran namanya dan terkenal. Keadaan seperti itu sama dengan orang-oang yang suka mengejar ketenaran dan popularitas demi harta dan pangkatnya. Mereka yang bersikap demikian, sedikitpun tidak mempunyai kenginan untuk menginfakkan sebagian hartanya kejalan yang benar dan menumbangkan kebathilan setelah memelihara kebenaran itu dengan baik.
      Pengertian seperti ini, sebagaimana banyak diutarakan oleh para mufassir memang sangat rasional dan sesuai dengan pengertian alhakum. Sebab  yang menyebabkan orang-orang sibuk dan melupakan kebenaran disetiap waktu dan menceburkan dirinya kedalam kebathilan adalah ketamakan mereka terhadap harta benda dan menghendaki agar harta yang dmiliki itu lebih banyak dibanding milik orang lain, atau pendukungnya lebih banyak, sehingga dapat mengalahkan orang lain bahkan digunakan untuk mendukung kekuasaannya dengan mendayagunakan seluruh potensi yag dimiliki. Akan halnya membanggakan diri dengan perkataan atau pembicaraan saja maka hal tersebut adalah membuang waktu.[5]

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)
a.       Mengingatkan bahwa bermegah-megahan membuat seseorang lalai
b.      Larangan hidup bermegah-megahan di dunia
c.       Ancaman akan melihat neraka jahim bagi orang-orang yang senang hidup bermegah-megahan
d.      Peringatan bahwa hidup bermegah-megahan selama didunia, akan di mintai pertanggung jawaban kelak diakhirat

Analisa Kandungan Ayat
      Pada surat ini menjelaskan tentang larangan umat manusia untuk tidak bermegah-megahan, membanggakan harta dan menyombongkan diri. Serta ditambahkan pertanyaan Allah terhadap setiap individu tentang amal perbuatannya ketika di dunia. Surat ini juga menegaskan ancaman bahwa akan melihat neraka jahim bagi orang-orang yang bermegah-megahan dalam harta tanpa menginfakkan sebagiannya ke jalan yang benar

2.      Q.S Al- Baqarah: 188
وَلاَ تَأْكُلُوآ أَمْوَ لَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَآ إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيْقًامِّنْ أَمْوَلِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ﴿١٨٨﴾

Artinya: “Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)  kamu  menyuap kepada para hakim, dengan maksud supaya kamu dapat memakan sebahagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”[6]

Kosa Kata Kunci
تَأْكُلُوآ        :Kalian memakan (memperoleh)
أَمْوَ لَكُمْ      : Harta-harta kalian
بِالْبَطِلِ        : Dengan cara batil/ tidak benar
وَتُدْلُواْ        : Dan (jangan kalian) memberi (sebagian suap)

Asbabun Nuzul
Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Said bin Jubair, katanya, "Umrul Qais bin Abis dan `Abdan bin Asywa' Al-Hadhrami terlibat dalam satu pertikaian mengenai tanah mereka, hingga Umruul Qais bermaksud hendak mengucapkan sumpahnya dalam hal itu. Maka mengenai dirinya turun ayat, '...dan janganlah sebagian kamu memakan harta lainnya dengan jalan yang batil.'" (Q.S. Al-Baqarah 188).

Munasabah Ayat
Huruf وَ (wa, dan) di awal ayat ini mengisyaratkan masih adanya hubungan dengan pembahasan puasa di ayat-ayat sebelumnya (183-187). Kata لاَ تَأْكُلُواْ ( ta’kulū, janganlah memakan) adalah bentuk naɦyi (larangan) dari amr (kata kerja perintah) كُلُواْ (kulū,makanlah) yang kita temukan di ayat 187 (baca poin-4). Pada dasarnya keduanya sama-sama perintah; satu perintah untuk meninggalkan (naɦyi), dan yang satunya lagi perintah untuk melaksanakan (amr).
Pada bentuk amr-nya Allah berfirman: 
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَالْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ 
(wa kulū wasyrabū hattā yatabayyana lakumul-khaythul-abyadlu minal-khaythil-aswadi minal-fajri, serta makan dan minumlah hingga nyata bagimu (perbedaan antara) benang putih dari benang hitam di waktu fajar). Artinya, begitu sudah nyata atau jelas perbedaan benang putih dari benang hitam, maka aktivitas makan harus dihentikan. Secara batiniah,benang putih dan benang hitam bisa dimaknai sebagai hak dan bātil. Tujuan puasa ialah takwa (ayat 183), sementara takwa menjadi prakondisi munculnya furqān (kemampuan jiwa untuk membedakan antara yang hak dan yang batil)—(8:29). Orang yang berpuasa, kalau begitu, adalah orang yang mampu membedakan mana hak dan mana batil. Orang yang berpuasa adalah orang yang dapat berlaku amr (perintah) terhadap yang hak dan naɦyi (larangan) terhadap yang bātil.
Maka, ayat 188 ini, dapat dikatakan sebagai buah dari puasa. Yaitu, orang-orang yang berhasil puasanya adalah mereka yang mampu mengamalkan ayat ini: وَلاَتَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ [wa  ta’kulū amwālakum baynakum bil-bāthil, dan janganlah (saling) memakan harta di antara kalian dengan (cara yang) batil]. Apabila ada orang yang setiap tahun berpuasa tetapi masih saja doyan memakan harta sesamanya dengan cara yang batil, maka pada dirinya belum ada tanda ketakwaan.


Penafsiran Ayat
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini berkenaan dengan seseorang yang mempunyai tanggungan harta kekayaan tetapi tidak ada saksi terhadapnya dalam hal ini, lalu ia mengingkari harta itu dan mempersengketakannya kepada penguasa, sementara itu ia sendiri mengetahui bahwa harta itu bukan menjadi haknya dan mengetahui bahwa ia berdosa, memakan barang haram. Demikian diriwayatkan dari Mujahid, Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Hasan al-Bashri, Qatadah, as-Suddi, Muqatil bin Hayyan, dan Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, mereka semua mengatakan, “Janganlah engkau bersengketa sedang engkau mengetahui bahwa engkau dhalim.”
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan, dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah bersabda: “Ketahuilah, aku hanyalah manusia biasa, dan datang kepadaku orang-orang yang bersengketa. Boleh jadi sebagian dari kalian lebih pintar berdalih dari pada sebagian lainnya sehingga aku memberi keputusan yang menguntungkannya. Karena itu, barangsiapa yang aku putuskan mendapat hak orang Muslim yang lain, maka sebenarnya itu tidak lain hanyalah sepotong api neraka. Maka terserah ia, mau membawanya atau meninggalkannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)
1.      Islam sangat menghormati harta milik pribadi dan tidak mengizinkan menguasai harta orang lain.
2.      Kepemilikan harus didapatkan dengan jalan yang halal. Menguasai harta orang lain dengan jalan tidak benar, sekalipun ada hukum hakim tetap tidak menjadi miliknya.
3.      Menyuap dan disuap adalah haram, dengan nama apapun baik, hadiah, maupun upah.


Analisa Kandungan Ayat
Ayat ini berbicara tentang dosa besar penyebab ketidakadilan dan ketidakamanahan dalam ekonomi masyarakat. Dan kaum Muslimin sangat dilarang melakukan; satu, perlakuan yang tidak pantas terhadap harta milik orang lain. Dua, menyuap hakim supaya dapat menguasai harta orang lain.
Al-Quran menyebutnya dengan istilah "batil" dan "dosa". Perbuatan yang menurut akal tidak patut dan menurut syariat dosa dan haram. Ada sebagian orang demi supaya perbuatan itu tidak dianggap buruk, memberi nama "suap" dengan hadiah. Disebutkan dalam sejarah ada seorang "Tawwabi" datang ke rumah Ali as membawa sesuatu atas nama hadiah agar nanti di pengadilan hukum yang dijatuhkan bermanfaat bagi dirinya. Imam Ali mengatakan: "Demi Allah, seandainya diberikan langit kepadaku agar aku mengambil sebutir gandum dari mulut semut, sama sekali aku tidak akan melakukannya."


3.      Q.S Al- Baqarah: 281
وَاتَّقُواْ يَوْمًا تُرْ جَعُوْنَ فِيْهِ إِلَى اللهِۖثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ﴿۲٨١﴾

Artinya: “Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan meraka tidak di zalimi (dirugikan)”.[7]

Kosa Kata Kunci
تُرْ جَعُوْنَ     : Kalian semua dikembalikann
تُوَفَّى           : (pada hari itu) ditunaikan balasan  
كَسَبَتْ      : dia telah kerjakan (amal baik ataupun amal buruk)

Asbabun Nuzul
(Tidak ada)

Munasabah Ayat
Ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya, yang artinya “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. Kemudian pada ayat ini berbunyi“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan meraka tidak di zalimi (dirugikan)”. Munasabah kedua ayat tersebut  menegaskan agar orang mukmin memberikan kelapangan bagi orang yang akan melunasi hutang dan menginfakkan sebagian atau seluruhnya harta yang dihutang itu. Kemudian dilanjutkan oleh ayat ini bahwasannya kelak semua akan kembali dan mendapat balasan dari Allah.

Penafsiran Ayat
Pendapat Ulama Tafsir
1.      Tafsir Jalalain
Peliharalah diri kalian pada hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan (yakni binâ’ bagi maf’ûl/obyek berarti kalian dikembalikan [turaddûna] dan binâ’bagi fâ’il/subyek berarti kalian berjalan, pada hari tersebut kepada Allah), yaitu Hari Kiamat. Kemudian diberi (yakni di dalamnya) setiap diri (balasan) atas apa yang telah dikerjakannya, baik berupa kebaikan (khayr) maupun keburukan (syarr), dan mereka sedikitpun tidak dianiaya/dirugikan dengan pengurangan kebaikan atau penambahan keburukan.
2.      Tafsir Ibnu Katsir
Dia (Allah Swt) menasihati para hamba-Nya dan memberikan peringatan kepada mereka tentang punahnya dunia dan kefanaan segala yang ada di dalamnya berupa kekayaan dan hal lainnya. Lalu, Dia menjelaskan kedatangan akhirat dan kembali kepada-Nya, Zat Yang Mahatinggi, hisab-Nya terhadap makhluk-Nya atas apapun yang mereka telah lakukan, balasan-Nya kepada mereka atas apa yang mereka perbuat baik berupa kebaikan maupun keburukan, serta Dia mengancam mereka dengan sanksi (‘uqûbat)-Nya.
Telah diriwayatkan bahwa ayat ini merupakan ayat terakhir al-Quran nan agung yang diturunkan. Ibn Lahi’ah berkata, “Atha bin Dinar dari Sa‘îd bin Jubair bahwa dia berkata akhir dari ayat seluruh ayat al-Quran, yang diturunkan adalah ayat ini (QS al-Baqarah [2]: 281).” Hal ini dinyatakan pula berdasarkan riwayat Ibn Mardawaih, an-Nasa’i, adh-Dhahak, ats-Tsauri, dan Ibn Juraij. Semuanya berasal dari Ibn Abbas.
Nabi saw. hidup setelah turunnya ayat ini selama sembilan malam, kemudian wafat pada hari Senin, hari kedua bulan Rabi‘ul Awwal. Begitu menurut riwayat Ibn Abi Hatim dan Ibn Juraij. Sementara itu, menurut riwayat ats-Tsauri antara turunnya ayat tersebut dengan wafatnya beliau adalah 31 hari.

3.      Tafsir Al Qurthubi
Ayat ini disebutkan sebagai ayat terakhir yang diturunkan. Di antara riwayat yang menyatakan demikian berasal dari Ibn Abbas, Athiyah, as-Suday. Ayat ini merupakan peringatan bagi segenap manusia dan merupakan perkara yang menspesifikasikan masing-masing individu. Kata yawman tersebut manshûb dalam kedudukannya sebagai maf‘ûl (obyek), bukan zharf (keadaan). Kalimat pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah merupakan na‘at-nya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa maksud dari hari yang diperingatkan itu adalah Hari Kiamat, Hari Pertanggungjawaban, dan Hari Pembalasan. Sebagian ulama ada yang memahami bahwa hari tersebut adalah hari kematian. Ibn Athiyah mengatakan bahwa pendapat pertama itulah yang lebih tepat. Hal ini dilihat dari ungkapan-ungkapan dalam ayat tersebut.
Dalam pernyataan dikembalikan kepada Allah terdapat mudhâf yang dihilangkan (mahzhûf), yang sejatinya bermakna dikembalikan pada hukum Allah dan penyelesaian keputusan oleh-Nya. Kata mereka kembali pada makna keseluruhan/setiap (kull) diri. Ayat tersebut menyatakan bahwa pahala dan siksaan terkait dengan amal-amal yang dilakukan. Hal ini menolak pemahaman Jabariah tentang amal.

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)
1.     Masalah yang utama dalam infak dan memberikan utang adalah untuk mewujudkan kesenangan dan kelapangan bagi orang-orang miskin, maka tidak boleh orang kaya memberikan pinjaman membuat orang miskin itu kembali jatuh miskin dan tidak berkemampuan membayarnya.
2.     Islam pendukung sejati orang-orang tertindas dan dengan diharamkannya riba dan dianjurkannya infak, kekosongan-kekosongan ekonomi masyarakat dapat terpenuhi.
3.     Mencari keridhaan Allah Swt dan keridhaan Khalik lebih baik dari mencari penghasilan. (IRIBIndonesia)

Analisa Kandungan Ayat
Ayat ini menyadarkan orang-orang Mukmin agar membayar infak dan melarang mereka mengambil riba, ayat ini menyinggung poin moral sehubungan dengan bukan hanya dalam utang kalian jangan mengambil riba, malah ketika dalam masa yang sudah dijanjikan orang yang berutang tidak dapat membayar maka berilah dia kesempatan, dan lebih mulia dari itu bebaskanlah utangnya itu dan ketahuilah bahwa pemberianmu ini tidak akan terbiar tanpa jawaban dan Allah Swt akan menggantinya di Hari Kiamat tanpa dikurangi. Jika anjuran-anjuran agama dilaksanakan dalam masyarakat, maka ketulusan akan bertambah berlipat ganda? Keperluan orang-orang miskin akan terpenuhi dan juga orang kaya akan terbebaskan dari kerakusan dan kebakhilan dan keterkaitan dengan dunia serta dinding antara sikaya dengan simiskin dapat diperkecil.


4.      Q.S Al- Maidah: 90-91

يَأَيُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنَوآإِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ﴿٩٠﴾
إِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطَنُ أَنْ يُوْ قِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلَوةِۖ
فَهَلْ أَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ﴿٩١﴾


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.(90) “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingati Allah dan salat. Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?”. (91)

Kosa Kata Kunci
خَمَرَ  :          khamr
الْمَيْسِر :        kata ini berasal dari يسر (yasara), yang berarti mudah
 الْمَيْسِر :       diartikan judi
 الْمَيْسِر         sama dengan qimar, yaitu suatu permainan atau taruhan yang membuat ketentuan bahwa yang kalah harus memberikan sesuatu kepada yang menang, baik berupa uang ataupun lainnya.
 رِجْس :        istilah rijs berarti sesuatu yang kotor, baik secara konkret ataupun abstrak.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang bersumber dari Abu Hurairah: bahwa ketika Rasulullah Saw datang ke Madinah didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat “yas aluunaka ‘anil khamri wal maisirii qul fi hima itsmun kabiirun wa manafi’u linnasi.....” sampai akhir ayat (Al-Baqarah ayat 219). Mereka berkata: “Tidak diharamkan kepada kita minum arak hanyalah dosa besar”. Dan mereka terus minum arak. Pada suatu hari ada seorang dari kaum muhajirin menjadi imam bagi para sahabat pada waktu salat magrib. Bacaannya salah (karena mabuk). Maka Allah menurunkan ayat yang lebih keras daripada ayat yang tadi, yaitu ayat “yaa ayyuhalladzina amanu la taqrabus shalata wa antum sukaraa hatta ta’lamu maa taqulun” (An-Nisa ayat 43).
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi (Al-Maidah ayat 90, 91) yang memberikan kepastian akan haramnya. Sehingga mereka berkata: “Cukuplah, kami akan berhenti”. Kemudian orang-orang bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana nasib orang-orang yang gugur di jalan Allah, dan mati di atas kasur padahal mereka peminum arak dan makan hasil judi, dan Allah telah menetapkan bahwa kedua hal itu termasuk perbuatan dari setan yang keji. Kemudian Allah menurunkan ayat selanjutnya (Al-Maidah ayat 93) yang menjawab pertanyaan mereka.

Munasabah Ayat
Pada ayat 90 surah Al- Maidah ini telah dijelaskan bahwa minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib untuk anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Kemudian pada ayat selanjutnya (91) dijelaska secara rinci bahwa minuman keras dan judi itu setan karena hanya menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara umat manusia serta menghalang-halangi umat manusia dari mengingat Allah.

Penafsiran Ayat
Pada ayat ini telah dijelaskan bahwa ada empat hal yang dilarang Allah dalam ayat ini, yaitu meminum khamr, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah. Perbuatan ini tidak hanya sebagai perbuatan dosa, yang berakibat buruk kepada pelakunya, terutama khamr dan judi. Perbuatan ini juga sumber maksiat dan pangkal kejahatan lainnya. Orang yang sudah terbiasa minum khamr dan berjudi akan selalu melakukan perbuatan tersebut; dia tidak akan segan mencuri, merampok, dan tindak kejahatan lainnya untuk melampiaskan ketagihannya. Selain itu, minum khamr dapat pula menghilangkan perasaan kasih sayng dan penghargaan terhadap orang lain sehingga manusia menjadi beringas buas dan jahat. Maka umat islam dilarang melakukan perbuatan itu, ia harus dianggap sebagai musuh yang dapat menghancurkan keharmonisan dalam kehidupan ini.
Karena minuman khamr, judi, berhala dan azlam merupakan dosa besar dan perbuatan setan, maka orang-orang mukmin diperintahkan agar menjauhkan perbuatan tersebut. Penggalan ayat ini (فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ) maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung menggambarkan bahwa keberuntungan akan diperoleh dengan menjauhkannya. Sebaliknya, melakukan perbuatan-perbuatan tersebut dapat mendatangkan kecelakaan dan kesengsaraan. Apabila suatu masyarakat ingin memperoleh kebahagiaan, keberuntungan dan ketenangan maka perbuatan tersebut harus diperangi. Selama masyarakat tidak mau memerangi perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam ayat di atas, maka selama itu pula masyarakat tersebut tidak akan memperoleh kebahagiaan dan ketentraman.
Khamr dan judi merupakan sarana bagi setan untuk menebarkan permusuhan dan kebencian antar sesama manusia. Khamr dan judi sumber perpecahan. Sifat yang dibawa sejak lahir akan hilang oleh khamr dan judi. Seorang peminum khamr dan mabuk akan mengeluarkan kata-kata kotor dan caci maki serta mengganggu orang lain, bahkan ia tidak segan-segan merusak atau membunuh manusia. Demikian pula judi, ia dapat merusak tatanan perekonomian masyarakat, ia bagaikan candu yang apabila orang terbiasa melakukannya dia akan sulit melepaskan diri daripadanya. Sesama pejudi tidak akan terjalin kasih saying, mereka saling iri dan benci

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)
Pelajaran dari ayat ini adalah bahwa khamr, judi, berkurban untuk berhala dan mengundi naasib dengan anak panah dapat membuat seseorang:
a.        Masuk dalam lingkaran syaitan yang merugikan pribadi dan orang lain
b.      Merugikan ekonomi karena ketidakpastian  usaha yang dilakukan
c.       Menimbulkan permusuhan dan kedengkian
d.      Menyebabkan kelalaian terhadap melaksanakan kewajiban
e.       Menutup kepekaan rasa manusiawi
f.       Menjadikan orang malas bekerja
g.      Menjadi penyebab terjadinya perbuatan yang dilarang agama

Analisa Kandungan Ayat
Ayat 90 surah al-Maidah menjelaskan bahwa khamar, berjudi, berkorban untuk berhala-berhala, mengundi nasib dengan panah termasuk perbuatan setan yang rijs yakni sesuatu yang kotor dan buruk yang tidak patut dilakukan oleh manusia yang beriman kepada Allah, yang oleh karenanya Allah menyuruh manusia untuk menjauhinya agar mendapat keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan di dalam ayat 91 surat al-Maidah menjelaskan alasan mengapa Allah mengharamkan minuman khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebutkan dalam ayat ini ada dua macam, pertama, karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia.Kedua, karena akan melalaikan mareka dari mengingat Allah dan salat.

5.      Q.S Al- Mutaffifin: 1-6
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (١) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (٢) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (٣)
 أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (٤) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (٥)
(٦)يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang (1) (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takran dari orang lain meminta dipenuhi, (2) Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi (3) Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, (4) pada suatu hari yang besar (5) (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadp Tuhan semesta alam? (6)”.[8]


Kosa Kata Kunci
لِلْمُطَفِّفِينَ    :  Orang yang menyedikitkan hak-hak orang lain baik dalam takaran atau timbangan

Asbabun Nuzul
      Diriwayatkan oleh an-Nasa’I dan Ibnu Majah bahwa ketika Rasulullah SAW sedang berada dipasar, Rasulullah sering melihat pedagang dipasar melakukan penipuan dan kecurangan. Hal ini dibuktikan oleh Rasulullah ketika melihat barang dagangan dibagian atas terlihat bagus, namun ketika tangan Rasulullah masuk kebagian tengah sampai bawah ternyata barang dagangan itu busuk.
      Melihat hal tersebut Rasulullah bersabda “Ada lima perkara yang membawa kecelakaan”. Yang pertama, seseorang atau suatu kaum yang sering melanggar perjanjian, atau kesepakatan maka akan timbul ketidak percayaan diantara mereka. Akibatnya, musuh dapat masuk memecah belah dan kemudia menguasai mereka. Kedua, apabila manusia berpaling dari hukum Allah, maka ia akan ditimpa musibah. Ketiga, apabila manusia terang-terangan berbuat maksiat dan dosa, maka akan banyak nyawa melayang, manusia akan mudah membunuh sesamanya. Keempat, apabila manusia melakukan kecurangan dadlam timbangan dan takaran, maka akan terjadi musibah paceklik yang berkepanjangan dan tumbuh-tumbuhan akan sulit tumbuh. Kelima, apabila manusia menahan zakat, maka hujan akan ditahan oleh Allah.
      Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang dan menakar. Setelah ayat-ayat tersebut turun, orang-orang menjadi jujur dalam menimbang dan menakar.

Munasabah Ayat
      Akhir surah al-infitar menjelaskan gejala alam yang menyertai keadaan hari kiamat yang sangat dahsyat sehingga membuat manusia ketakutan, sibuk dengan diri sendiri, serta tidak bisa ditolong dan menolong orang lain. Semua urusan pada hari itu berada ditangan Allah. Pada ayat-ayat berikut ini dijelaskan perilaku orang-orang yang tidak percaya pada hari pembalasan. Mereka mengurangi takaran dan timbangan dalam jual beli. Perbuatan tersebut sangat tercela dan pelakunya akan diazab di neraka.

Penafsiran Ayat
      Asal mendapat keutungan agak banyak, orang tidak segan berlaku curang. Baik dalam menyukai dan menggantang ataupun didalam menimbang suatu barang yang tengah diperiagakan. Mereka mempunyai dua macam sukat dan gantang ataupun anak timbangan; sukat dan timbangan pembeli lain dengan timbangan penjual. Itulah orang-orang yang celaka . Seperti pada ayat pertama yang artinya “Celakalah atas orang-orang yang curang itu”
      Ayat selanjutnya berturut menjelaskan keecurangan itu, “Yang apabila menerima sukatan dari orang lain, mereka minta dipenuhi” (ayat 2)
      Sebab mereka tidak mau dirugikan maka awaslah dia, hati-hati melihat orang itu menyukat dan menggantang. “Tetapi apabila menyukat atau menimbang untuk orang lain, mereka merugikan.” (ayat 3)
      Dibuatnyalah sukatan atau timbangan yang curang; kelihatan dari luar bagus padahal didalamnya ada alas sukatan, sehingga kalau digunakan isiya jadi kurang dari yang semestinya. Atau anak timbangan yang beratnya dikurangkan dari yang mesti, atau timbangan itu sendiri dirusakkan dengan tidak kentara.
      Pada yata pertama dikatakanlah wailun bagi mereka yang artinya celakalah atas mereka! Merekalah pangkal bala, merusak pasaran dan merusak amanah. Dalam ilmu ekonomi sendiri dikatakan bahwa keuntungan yang didapat dengan cara demikian, tidaklah keuntungan yang terpuji. Karena dia merugikan orang lain, dan merusak pasaran dan membaawa nama tidak baik bagi golongan saudagar yang berniaga ditempat itu. Sehingga  seekor kerbau yang berkubang, semua kena luluknya.
      Wailun! Celakalah dia itu! Sebab kecurangan yang demikian akan membawa budi pekertinya sendiri menjadi kasar. Tidak merasa bergetar hatinya, memeberikan keuntungan yang didapatnya dengan curang itu akan digunakan belanja anak istrinya, akan mereka makan dan minum. Itulah suatu kecelakaan (wailun).
      Kerap kali juga wailun diartikan sebagai neraka! Memang orang-orang yang berlaku curang itu memuat neraka di dunia ini, Karena merusak pasaran. Kecurangan niaga seperti ini adalah termasuk korupsi besar juga.
      Maka datanglah teguran Allah berupa pertanyaan:
      “Apakah tidak menyangka orang-orang itu, bahwa mereka akan dibangkitkan? (ayat 4). Apakah tidak terkenang dalam hati mereka bahwa kenyataan yang didapat dengan jalan curang atau merugikan orang lain itu tidaklah akan kekal? Bahwa ia akan tertumpuk menjadi “Wang Panas” yang membawa bencana? Dan kalau dia mati, sedikitpun harta itu tidak  akan dapat menoong dia? Dan pada harta yang demikian tidak ada keberkatan sedikit juga? Malahan mereka akan dibangkitkan sesudah mati untuk mempertangung jawabkan kecurangan itu: “ Buat hari yang besar?” (ayat 5). Hari kiamat, hari perhitungan, hari penyisihan diantara yang hak dengan yang bathil; “Hari yang akan bangkit manusia” (pankal ayat 6). Bangkit dari alam kuburnya, dari dalam tidurnya karena panggilan sudah datang; “(Untuk menghadap) Tuhan Sarwa sekalian alam”. (Ujung ayat 6).
      Alangkah kecilnya kamu pada hari itu, padahal semasa didunia engkau bangga dengan kekayaan yang engkau dapat dengan jalan kecurangan itu. Dihari kiamat itu terbukalah rahasia bahwasannya kedudukan engkau dihadapan mahkamah Illahi, tidaklah lebih dari dan tidaklah kurang daripada kedudukan pencuri atau pemaling, yang semasa hidupmu didunia dapat engkau selubungi dengan berbagai dalih.
      Tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al- Imam Ahmad dengan sanadnya, belai terima dari sahabat Rasulullah SAW, Abu Amamah, bahwa kehebatan dihari kiamat itu amatlah ngerinya, sehingga Nabi SAW berkata bahwa matahari menjadi lebih dekat sehingga hanya jarak satu mil saja dari kepala, sehingga menggelegak rasanya otak benak saking teriknya cahaya matahari. Manusia terbenam dalam peluh dan keringatnya, ada yang dalam ampu kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai dada, ada yang sampai ke leher, masing-masing menurut sedikit atau banyak dosa yang diperbuatnya.



Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)
a.       Ancaman celaka bagi orang-orang yang mengurangi timbangan untuk orang lain, namun meminta takaran penuh untuk dirinya sendiri.
b.      Laragan berbuat curang dalam menimbang karena akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT pada saat hari kebangkitan nanti.

Analisa Kandungan Ayat
                        Sebuah peringatan kepada manusia, ketika seseorang tidak adil dalam menimbang atau menakar sesuatu maka ketidak adilan tersebut akan dimintai  pertanggung jawaban di akhirat kelak ketika manusia dibangkitkan kembali dari alam kubur.




























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari paparan makalah diatas, kita dapat mengetahui bahwa sebagai umat Islam tidak dapat semena-mena dalam berekonomi. Seperti halnya dengan berjudi, jual beli barang haram, berfoya-foya, mencuri, curang dalam takaran bermuamalah, suap menyuap, dan monopoli.
Segala hukum, perintah dan larangan dalam Al-Qur’an tentunya mengandung kemaslahatan bagi umat manusia baik dalam kehidupan didunia saat ini maupun di akhirat nanti kelak.
























DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Ahmad, dkk, Al- Qur’an Perkata, Tajwid Warna, Robbani, Jakarta Timur: Surya Prisma Sinergi.
Al- Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As- Suyuthi, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 1, Bandung: Sinar Baru Algentigo, 2003.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa, Terjemah Tafsir Al- Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1993.
Azhim, Sa’id Abdul Jual Beli, Jakarta: Qisthi Press, 2008.




[1] Sa’id Abdul Azhim, Jual Beli, (Jakarta:Qisthi Press, 2008), 158.
[2]Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al- Maraghi, (Toha Putra: Semarang, 1993), hlm.400-401.
[3] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al- Maraghi, (Toha Putra: Semarang, 1993), hlm.402.
[4] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al- Maraghi, (Toha Putra: Semarang, 1993), hlm.400.
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al- Maraghi, (Toha Putra: Semarang, 1993), hlm.403-404.
[6] Abdul Aziz Ahmad, dkk, Al- Qur’an Perkata, Tajwid Warna, Robbani, (Jakarta Timur: Surya Prisma Sinergi), hlm. 30.
[7] Abdul Aziz Ahmad, dkk, Al- Qur’an Perkata, Tajwid Warna, Robbani, (Jakarta Timur : Surya Prisma Sinergi), hlm. 48.
[8] Al-Maraghi, Syekh Ahmad Musthafa, Tarjamah Tafsir Al- Maraghi, (Yogyakarta: Sumber Ilmu, 1986).hlm. 86.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Kewirausahaan: Transformasi, Inovasi dan Kreativitas Kewirausahaan

RESUME TRANSFORMASI KEWIRAUSAHAAN, TEORI INOVASI DAN KREATIVITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KEWIRAUSAHAAN Dosen Peng...