MAKALAH
LARANAN JUDI, JUAL BELI
BARANG HARAM, MENCURI, CURANG DALAM TAKARAN, SUAP MENYUAP DAN MONOPOLI
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah:
TAFSIR AYAT
EKONOMI 2
Dosen
Pengampu:
Ruston Nawawi, M. A
Disusun
oleh :
St Wulan Rametha 931335415
Retno Sulistiyani 931335515
Dodi Yuda Novriansyah 931336415
Dewi Safitriana 931336715
Kelas: K
JURUSAN
SYARI’AH
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
KEDIRI
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam pembahasan tafsir ahkam kali ini kami akan
membahas mengenai “larangan judi, jual beli barang haram, mencuri, curang dalam
timbangan, suap dan monopoli”. Sebagai orang yang beriman kita haruslah
bertaqwa kepada Allah SWT yaitu menjalankan perintahnya dan menjauhi
larangannya. Termasuk didalm mencari nafkah haruslah kita mendapatkan harta
yang halalun thoyyibatun.
Diantra larangannya tadi (larangan judi, jual beli
barang haram, mencuri curang dalam timbangan, suap dan monopoli) sudah
termaktub dalam Al-Qur’an secara global. Untuk lebih sepesifiknya dalam
pembahasan kali ini kita akan membahas ayat-ayat firman Allah SWT sebagai
berikut, di antaranta:At Takasur ayat 1-8; Al Baqarah ayat 188, 281; Al Maidah
ayat 90-91; Al Muthaffifin ayat 1-6, Huud ayat 85.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan judi, jual beli barang haram, mencuri, curang dalam
takaran, suap menyuap, dan monopoli?
2. Bagaimana
pendapat Al-Qur’an Mengenai judi,jual beli barang haram, mencuri, curang dalam
takaran, suap menyuap dan monopoli?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
menegtahui apa yang dimaksud dengan judi, jual beli barang haram, mencuri,
curang dalam takaran, suap menyuap, dan monopoli.
2. Untuk
mengetahui pendapat Al-Qur’an Mengenai judi,jual beli barang haram, mencuri,
curang dalam takaran, suap menyuap dan monopoli.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Judi, Jual Beli Barang Haram, Mencuri, Curang dalam Takaran, Suap Menyuap dan
Monopoli
·
Pengertian
Judi
Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mepertaruhkan
sesuatu yang bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan
tertentu pada permainan, pertandingan, perlombaan maupun kejadian-kejadian yang
belum pasti hasilnya. Sebenarnya kalau dinalar, berjudimemang merugikan karena
peluang untuk menang dalam perjudian itu
sangat kecil, apalagi kalau pemainnya banyak. Selain itu berjudi juga dilarang
dalam islam. Dan Allah telah memeperingatkan dengan tegas larang berjudi dalam
surat Al-Maidah ayat 90-91
·
Pengertian
Jual Beli
Secara terminologi fiqh jual beli disebut dengan Al-ba’i
yang berarti menjual, mengganti atau tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang
lain.
a.
Menurut
Hanafiah, jual beli yaitu tukar menukar harta benda atau dengan sesuatu yang
diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara-cara tertentu dan
bermanfaat.
b.
Menurut
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, jual beli yaitu tukar menukar dengan
harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.
c.
Menurut
Hukum Ekonomi Syari’ah Al-ba’i adalah jual beli antara benda dan benda atau
penukaran antara benda dengan uang.[1]
Jual
beli memang pintu rezeki dalam pandangan Islam, namun Allah hanya meridhoi jual
beli barang yang halal diperjual belikan dan dengan cara yang benar
·
Pengertian
Mencuri
Menurut bahasa, mencuri (sariqah)
adalah mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi. Adapun
menurut istilah, mencuri adalah mengambil harta yang terjaga dan mengeluarkan
dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan (syubhat) di dalamnya dan
dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
·
Curang
dalam takaran
Yang
dimaksud curang dalam takaran adalah dimana seseorang yang menjual kepada orang
lain dengan mengurangi takaran timbangan dari jumlah takaran yang sesungguhnya.
Islam dengan kemuliaan, kesempurnaan, dann keluhuran ajarannya, memerintahkan
umatnya untuk bermuamalah dengan baik dan dengan sesame atas dasarkeadilan dan
keridhoan. Allah telah menegaskan larangan curang dalam takaran ini pada surat Al-Mutaffifin
ayat 1-6.
·
Pengertian
Suap-Menyuap
Menurut istilah (Kamus Bahasa Indonesia)
suap adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan
harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan. Sedangkan secara istilah
dalam islam suap disebut dengan ar-risywah. Menurut Al-Mula Ali Al-Qari
Rahimahullah, suap (ar-risywah) adalah sesuatu yang diberikan untuk
menggagalkan perkara yang benar atau mewujudkan perkara yang bathil (tidak
benar).
·
Pengertian
Monopoli
Monopoli atau ikhtikar artinya
zalim (aniaya) dan merusak pergaulan. Imam Al-Ghazali mendefiniskan monopoli adalah
penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya
harga dan penjualannya ketika harga melonjak. Tidakkan tersebut jelas merugikan
orang lain dan bukan cara muamalah yang baik
B. Pendapat
Al-Qur’an Mengenai Larangan Judi, Jual Beli Barang Haram, Mencuri, Curang dalam
Takaran, Suap Menyuap, dan Monopoli
1.
Q.S
At- Takasur; 1-8
اَلْهَىكُمُ التَّكَا
ثُرُ﴿١﴾ حَتَّى زُرْ تُمُ الْمَقَا بِرَ ﴿۲﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ ﴿۳﴾ ثُمَّ
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ ﴿٤﴾
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُوْنَ
عِلْمَ الْيَقِيْنِ ﴿٥﴾ لَتَرَوُنَّ الْجَحِيْمَ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِ﴿٧﴾
ثُمَّ
لَتُسْئَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ﴿٨﴾
Artinya:
1. Bermegah-megahan Telah melalaikan kamu,
2. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui
(akibat perbuatanmu itu),
4. Dan janganlah begitu, kelak kamu akan
Mengetahui.
5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin,
6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka
Jahiim,
7. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan
melihatnya dengan 'ainul yaqin.
8.
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu).[2]
Kosa Kata Kunci
التَّكَا
ثُرُ : Kesibukan
memperbanyak (harta dan anak
الْمَقَا
بِرَ : (ke
dalam) kuburan-kuburan
تَعْلَمُوْنَ : Kalian mengetahui
(akibat perbuatan itu)
يَوْمَئِذٍ
: Pada hari itu
(hari melihat neraka)
النَّعِيْمِ : Kenikmatan ( pada saat
didunia)
Asbabun Nuzul
Ibnu
Abi Hatim dari Abu Buraidah meriwayatkan bahwa surat ini diturunkan denagn dua
kabilah dari kalangan Anshar, yaitu: Banu Harisah dan Banu Al- Hars. Mereka
saling berbangga dan berbanyak-banyakan. Salah seorang mengatakan kepada orangg
lain, “Apakah ada diantara kalian yang seperti si anu dan si anu?” Kemudian
dijawab oleh yang lain, dengan perkataan yang hampir sama. Mereka saling
membanggakan kabilah masing-masing. Akhirnya mereka berkata “Mari kita
berangkat ke kubur”. Kemudian salah satu kabilah mengatakan “Apakah diantara
kalian ada si anu – sambil mengisyaratkan ke suatu kubur – dan si anu?”.
Golongan lainpun juga mengatakan perkataan yang sama. Akhirnya Allah menurunkan
surat ini.[3]
Munasabah Ayat
Pada
surah sebelumnya telah dijelaskan mengenai hari kiamat termasuk sebagian gambaran
yang sangat mengerikan ketika itu, disamping adanya pembalasan Allah terhadap
orang-orang yang baik dan jahat.
Kemudian, didalam surah ini telah
dijelaskan neraka jahim, sebagaimana telah dijelaskan pada ayat sebelumnya (Q.S
Al- Kausar). Didalam surah ini ditambahkan pertanyaan Allah terhadap setiap
individu tentang amal perbuatannya ketika di dunia, yang akan menentukan
ihwalnya di akhirat.[4]
Penafsiran Ayat
Diriwayatkan
dari Anas Bin Malik bahwa Rasululah SAW pernah bersabda: “Jika anak Adam itu
mempunyai lembah berisi emas, maka ia inginkan mempunyai dua lembah; takkan ada
yang bias menyumbat mulutuya kecuali tanah. Dan Allah menerima taubat
orang-orang yang benar-benar bertaubat”.
Al- Ustaz Muhammad Abduh mengatakan
“Kemungkinan yang dimaksud bermegah-megahan disini ialah siapa saja yang banyak
hartanya. Dengan pengertian setiap orang yang bersangkutan dipersiahkan agar
saling berbangga dalam hal harta dan pangkat. Semua ini dimaksudkan untuk
menantang dalam rangka mengalahkan orang lain dalam hal tersebut. Bagi
seseorang yang melibatkan dirinya didalam masalah tersebut, terus berusaha agar
hartanya lebih banyak diabandig orang lain, atau kekuatan fisiknya lebih
menonjol disbanding orang lain. Dengan demikian pihak pemenang akan mendapatkan
kemsyhuran namanya dan terkenal. Keadaan seperti itu sama dengan orang-oang
yang suka mengejar ketenaran dan popularitas demi harta dan pangkatnya. Mereka
yang bersikap demikian, sedikitpun tidak mempunyai kenginan untuk menginfakkan
sebagian hartanya kejalan yang benar dan menumbangkan kebathilan setelah
memelihara kebenaran itu dengan baik.
Pengertian seperti ini, sebagaimana banyak
diutarakan oleh para mufassir memang sangat rasional dan sesuai dengan
pengertian alhakum. Sebab yang
menyebabkan orang-orang sibuk dan melupakan kebenaran disetiap waktu dan
menceburkan dirinya kedalam kebathilan adalah ketamakan mereka terhadap harta
benda dan menghendaki agar harta yang dmiliki itu lebih banyak dibanding milik
orang lain, atau pendukungnya lebih banyak, sehingga dapat mengalahkan orang
lain bahkan digunakan untuk mendukung kekuasaannya dengan mendayagunakan
seluruh potensi yag dimiliki. Akan halnya membanggakan diri dengan perkataan
atau pembicaraan saja maka hal tersebut adalah membuang waktu.[5]
Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat
(Fiqh Al- Hayah)
a. Mengingatkan
bahwa bermegah-megahan membuat seseorang lalai
b. Larangan
hidup bermegah-megahan di dunia
c. Ancaman
akan melihat neraka jahim bagi orang-orang yang senang hidup bermegah-megahan
d. Peringatan
bahwa hidup bermegah-megahan selama didunia, akan di mintai pertanggung jawaban
kelak diakhirat
Analisa Kandungan Ayat
Pada
surat ini menjelaskan tentang larangan umat manusia untuk tidak
bermegah-megahan, membanggakan harta dan menyombongkan diri. Serta ditambahkan
pertanyaan Allah terhadap setiap individu tentang amal perbuatannya ketika di
dunia. Surat ini juga menegaskan
ancaman bahwa akan melihat neraka jahim bagi orang-orang yang bermegah-megahan
dalam harta tanpa menginfakkan sebagiannya ke jalan yang benar
2.
Q.S
Al- Baqarah: 188
وَلاَ
تَأْكُلُوآ أَمْوَ لَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَآ إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيْقًامِّنْ أَمْوَلِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ﴿١٨٨﴾
Artinya:
“Dan janganlah kamu memakan harta di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
menyuap kepada para hakim, dengan maksud supaya kamu dapat memakan
sebahagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”[6]
Kosa Kata Kunci
تَأْكُلُوآ :Kalian memakan
(memperoleh)
أَمْوَ
لَكُمْ :
Harta-harta
kalian
بِالْبَطِلِ :
Dengan
cara batil/ tidak benar
وَتُدْلُواْ :
Dan
(jangan kalian) memberi (sebagian suap)
Asbabun Nuzul
Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim
dan Said bin Jubair, katanya, "Umrul Qais bin Abis dan `Abdan bin Asywa'
Al-Hadhrami terlibat dalam satu pertikaian mengenai tanah mereka, hingga Umruul
Qais bermaksud hendak mengucapkan sumpahnya dalam hal itu. Maka mengenai
dirinya turun ayat, '...dan janganlah sebagian kamu memakan harta lainnya
dengan jalan yang batil.'" (Q.S. Al-Baqarah 188).
Munasabah
Ayat
Huruf وَ (wa, dan) di awal ayat ini mengisyaratkan masih adanya
hubungan dengan pembahasan puasa di ayat-ayat sebelumnya (183-187). Kata لاَ تَأْكُلُواْ (lā ta’kulū, janganlah memakan) adalah bentuk naɦyi (larangan) dari amr (kata kerja perintah) كُلُواْ (kulū,makanlah) yang
kita temukan di ayat 187 (baca poin-4). Pada dasarnya keduanya sama-sama
perintah; satu perintah untuk meninggalkan (naɦyi), dan yang
satunya lagi perintah untuk melaksanakan (amr).
Pada bentuk amr-nya Allah
berfirman:
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَالْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
(wa kulū wasyrabū hattā yatabayyana lakumul-khaythul-abyadlu minal-khaythil-aswadi
minal-fajri, serta makan dan minumlah hingga nyata bagimu (perbedaan antara)
benang putih dari benang hitam di waktu fajar). Artinya, begitu
sudah nyata atau jelas perbedaan benang putih dari benang hitam, maka aktivitas
makan harus dihentikan. Secara batiniah,benang putih dan benang hitam bisa dimaknai sebagai hak dan bātil. Tujuan puasa ialah takwa (ayat 183), sementara
takwa menjadi prakondisi munculnya furqān (kemampuan
jiwa untuk membedakan antara yang hak dan yang batil)—(8:29). Orang yang
berpuasa, kalau begitu, adalah orang yang mampu membedakan mana hak dan mana
batil. Orang yang berpuasa adalah orang yang dapat berlaku amr (perintah) terhadap yang hak dan naɦyi (larangan)
terhadap yang bātil.
Maka, ayat 188 ini,
dapat dikatakan sebagai buah dari puasa. Yaitu, orang-orang yang berhasil
puasanya adalah mereka yang mampu mengamalkan ayat ini: وَلاَتَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ [wa lā ta’kulū amwālakum baynakum
bil-bāthil, dan janganlah (saling) memakan harta di
antara kalian dengan (cara yang) batil]. Apabila ada orang yang
setiap tahun berpuasa tetapi masih saja doyan memakan harta sesamanya dengan
cara yang batil, maka pada dirinya belum ada tanda ketakwaan.
Penafsiran Ayat
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan,
dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini berkenaan dengan seseorang yang mempunyai
tanggungan harta kekayaan tetapi tidak ada saksi terhadapnya dalam hal ini,
lalu ia mengingkari harta itu dan mempersengketakannya kepada penguasa, sementara
itu ia sendiri mengetahui bahwa harta itu bukan menjadi haknya dan mengetahui
bahwa ia berdosa, memakan barang haram. Demikian diriwayatkan dari Mujahid,
Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Hasan al-Bashri, Qatadah, as-Suddi, Muqatil bin
Hayyan, dan Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, mereka semua mengatakan,
“Janganlah engkau bersengketa sedang engkau mengetahui bahwa engkau dhalim.”
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan
Muslim disebutkan, dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah bersabda: “Ketahuilah,
aku hanyalah manusia biasa, dan datang kepadaku orang-orang yang bersengketa.
Boleh jadi sebagian dari kalian lebih pintar berdalih dari pada sebagian
lainnya sehingga aku memberi keputusan yang menguntungkannya. Karena itu,
barangsiapa yang aku putuskan mendapat hak orang Muslim yang lain, maka
sebenarnya itu tidak lain hanyalah sepotong api neraka. Maka terserah ia, mau
membawanya atau meninggalkannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat
(Fiqh Al- Hayah)
1.
Islam
sangat menghormati harta milik pribadi dan tidak mengizinkan menguasai harta
orang lain.
2.
Kepemilikan
harus didapatkan dengan jalan yang halal. Menguasai harta orang lain dengan
jalan tidak benar, sekalipun ada hukum hakim tetap tidak menjadi miliknya.
3.
Menyuap
dan disuap adalah haram, dengan nama apapun baik, hadiah, maupun upah.
Analisa Kandungan Ayat
Ayat ini berbicara tentang dosa
besar penyebab ketidakadilan dan ketidakamanahan dalam ekonomi masyarakat. Dan
kaum Muslimin sangat dilarang melakukan; satu, perlakuan yang tidak pantas terhadap
harta milik orang lain. Dua, menyuap hakim supaya dapat menguasai harta orang
lain.
Al-Quran menyebutnya dengan istilah
"batil" dan "dosa". Perbuatan yang menurut akal tidak patut
dan menurut syariat dosa dan haram. Ada sebagian orang demi supaya perbuatan
itu tidak dianggap buruk, memberi nama "suap" dengan hadiah.
Disebutkan dalam sejarah ada seorang "Tawwabi" datang ke
rumah Ali as membawa sesuatu atas nama hadiah agar nanti di pengadilan hukum
yang dijatuhkan bermanfaat bagi dirinya. Imam Ali mengatakan: "Demi Allah,
seandainya diberikan langit kepadaku agar aku mengambil sebutir gandum dari
mulut semut, sama sekali aku tidak akan melakukannya."
3.
Q.S
Al- Baqarah: 281
وَاتَّقُواْ
يَوْمًا تُرْ جَعُوْنَ فِيْهِ إِلَى اللهِۖثُمَّ
تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ﴿۲٨١﴾
Artinya:
“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu
semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang
sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan meraka tidak di zalimi (dirugikan)”.[7]
Kosa Kata Kunci
تُرْ
جَعُوْنَ :
Kalian
semua dikembalikann
تُوَفَّى : (pada hari itu) ditunaikan balasan
كَسَبَتْ :
dia
telah kerjakan (amal baik ataupun amal buruk)
Asbabun Nuzul
(Tidak
ada)
Munasabah
Ayat
Ayat ini melanjutkan
ayat sebelumnya, yang artinya “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam
kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. Kemudian
pada ayat ini berbunyi“Dan
takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian
setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah
dilakukannya, dan meraka tidak di zalimi (dirugikan)”. Munasabah
kedua ayat tersebut menegaskan agar orang mukmin memberikan kelapangan
bagi orang yang akan melunasi hutang dan menginfakkan sebagian atau seluruhnya
harta yang dihutang itu. Kemudian dilanjutkan oleh ayat ini bahwasannya kelak
semua akan kembali dan mendapat balasan dari Allah.
Penafsiran Ayat
Pendapat Ulama Tafsir
1.
Tafsir Jalalain
Peliharalah diri kalian pada
hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan (yakni binâ’ bagi maf’ûl/obyek
berarti kalian dikembalikan [turaddûna] dan binâ’bagi fâ’il/subyek
berarti kalian berjalan, pada hari tersebut kepada Allah), yaitu Hari Kiamat.
Kemudian diberi (yakni di dalamnya) setiap diri (balasan) atas apa yang telah
dikerjakannya, baik berupa kebaikan (khayr) maupun keburukan (syarr),
dan mereka sedikitpun tidak dianiaya/dirugikan dengan pengurangan kebaikan atau
penambahan keburukan.
2.
Tafsir Ibnu Katsir
Dia (Allah Swt) menasihati para
hamba-Nya dan memberikan peringatan kepada mereka tentang punahnya dunia dan
kefanaan segala yang ada di dalamnya berupa kekayaan dan hal lainnya. Lalu, Dia
menjelaskan kedatangan akhirat dan kembali kepada-Nya, Zat Yang Mahatinggi,
hisab-Nya terhadap makhluk-Nya atas apapun yang mereka telah lakukan,
balasan-Nya kepada mereka atas apa yang mereka perbuat baik berupa kebaikan maupun
keburukan, serta Dia mengancam mereka dengan sanksi (‘uqûbat)-Nya.
Telah diriwayatkan bahwa ayat
ini merupakan ayat terakhir al-Quran nan agung yang diturunkan. Ibn Lahi’ah
berkata, “Atha bin Dinar dari Sa‘îd bin Jubair bahwa dia berkata akhir dari ayat
seluruh ayat al-Quran, yang diturunkan adalah ayat ini (QS al-Baqarah [2]:
281).” Hal ini dinyatakan pula berdasarkan riwayat Ibn Mardawaih, an-Nasa’i,
adh-Dhahak, ats-Tsauri, dan Ibn Juraij. Semuanya berasal dari Ibn Abbas.
Nabi saw. hidup setelah turunnya
ayat ini selama sembilan malam, kemudian wafat pada hari Senin, hari kedua
bulan Rabi‘ul Awwal. Begitu menurut riwayat Ibn Abi Hatim dan Ibn Juraij.
Sementara itu, menurut riwayat ats-Tsauri antara turunnya ayat tersebut dengan
wafatnya beliau adalah 31 hari.
3.
Tafsir Al Qurthubi
Ayat ini disebutkan sebagai
ayat terakhir yang diturunkan. Di antara riwayat yang menyatakan demikian
berasal dari Ibn Abbas, Athiyah, as-Suday. Ayat ini merupakan peringatan bagi
segenap manusia dan merupakan perkara yang menspesifikasikan masing-masing
individu. Kata yawman tersebut manshûb dalam
kedudukannya sebagai maf‘ûl (obyek), bukan zharf (keadaan).
Kalimat pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah merupakan na‘at-nya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa
maksud dari hari yang diperingatkan itu adalah Hari Kiamat, Hari
Pertanggungjawaban, dan Hari Pembalasan. Sebagian ulama ada yang memahami bahwa
hari tersebut adalah hari kematian. Ibn Athiyah mengatakan bahwa pendapat
pertama itulah yang lebih tepat. Hal ini dilihat dari ungkapan-ungkapan dalam
ayat tersebut.
Dalam pernyataan dikembalikan
kepada Allah terdapat mudhâf yang dihilangkan (mahzhûf),
yang sejatinya bermakna dikembalikan pada hukum Allah dan penyelesaian
keputusan oleh-Nya. Kata mereka kembali pada makna
keseluruhan/setiap (kull) diri. Ayat tersebut menyatakan bahwa pahala
dan siksaan terkait dengan amal-amal yang dilakukan. Hal ini menolak pemahaman
Jabariah tentang amal.
Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat
(Fiqh Al- Hayah)
1.
Masalah yang utama dalam infak dan memberikan utang adalah
untuk mewujudkan kesenangan dan kelapangan bagi orang-orang miskin, maka tidak
boleh orang kaya memberikan pinjaman membuat orang miskin itu kembali jatuh
miskin dan tidak berkemampuan membayarnya.
2.
Islam pendukung sejati orang-orang tertindas dan dengan
diharamkannya riba dan dianjurkannya infak, kekosongan-kekosongan ekonomi
masyarakat dapat terpenuhi.
3.
Mencari keridhaan Allah Swt dan keridhaan Khalik lebih baik
dari mencari penghasilan. (IRIBIndonesia)
Analisa Kandungan Ayat
Ayat ini menyadarkan orang-orang Mukmin agar membayar infak dan melarang mereka
mengambil riba, ayat ini menyinggung poin moral sehubungan dengan bukan hanya
dalam utang kalian jangan mengambil riba, malah ketika dalam masa yang sudah
dijanjikan orang yang berutang tidak dapat membayar maka berilah dia
kesempatan, dan lebih mulia dari itu bebaskanlah utangnya itu dan ketahuilah
bahwa pemberianmu ini tidak akan terbiar tanpa jawaban dan Allah Swt akan
menggantinya di Hari Kiamat tanpa dikurangi. Jika anjuran-anjuran agama
dilaksanakan dalam masyarakat, maka ketulusan akan bertambah berlipat ganda?
Keperluan orang-orang miskin akan terpenuhi dan juga orang kaya akan
terbebaskan dari kerakusan dan kebakhilan dan keterkaitan dengan dunia serta
dinding antara sikaya dengan simiskin dapat diperkecil.
4.
Q.S
Al- Maidah: 90-91
يَأَيُّهَاالَّذِيْنَ
ءَامَنَوآإِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلَمُ رِجْسٌ
مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ﴿٩٠﴾
إِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطَنُ
أَنْ يُوْ قِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِى الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلَوةِۖ
فَهَلْ أَنْتُمْ
مُّنْتَهُوْنَ﴿٩١﴾
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.
Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.(90) “Sesungguhnya
setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingati
Allah dan salat. Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?”.
(91)
Kosa Kata Kunci
خَمَرَ : khamr
الْمَيْسِر : kata ini berasal dari يسر (yasara),
yang berarti mudah
الْمَيْسِر : diartikan judi
الْمَيْسِر sama dengan qimar, yaitu
suatu permainan atau taruhan yang membuat ketentuan bahwa yang kalah harus
memberikan sesuatu kepada yang menang, baik berupa uang ataupun lainnya.
رِجْس : istilah rijs berarti sesuatu yang kotor, baik secara konkret
ataupun abstrak.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang
bersumber dari Abu Hurairah: bahwa ketika Rasulullah Saw datang ke Madinah
didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka bertanya
kepada Rasulullah Saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat “yas aluunaka ‘anil
khamri wal maisirii qul fi hima itsmun kabiirun wa manafi’u linnasi.....”
sampai akhir ayat (Al-Baqarah ayat 219). Mereka berkata: “Tidak diharamkan kepada
kita minum arak hanyalah dosa besar”. Dan mereka terus minum arak. Pada suatu
hari ada seorang dari kaum muhajirin menjadi imam bagi para sahabat pada waktu
salat magrib. Bacaannya salah (karena mabuk). Maka Allah menurunkan ayat yang
lebih keras daripada ayat yang tadi, yaitu ayat “yaa ayyuhalladzina amanu la
taqrabus shalata wa antum sukaraa hatta ta’lamu maa taqulun” (An-Nisa ayat 43).
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi (Al-Maidah ayat 90, 91)
yang memberikan kepastian akan haramnya. Sehingga mereka berkata: “Cukuplah,
kami akan berhenti”. Kemudian orang-orang bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana
nasib orang-orang yang gugur di jalan Allah, dan mati di atas kasur padahal
mereka peminum arak dan makan hasil judi, dan Allah telah menetapkan bahwa
kedua hal itu termasuk perbuatan dari setan yang keji. Kemudian Allah
menurunkan ayat selanjutnya (Al-Maidah ayat 93) yang menjawab pertanyaan
mereka.
Munasabah
Ayat
Pada ayat 90 surah Al- Maidah ini telah dijelaskan bahwa
minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib untuk anak
panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Kemudian pada ayat
selanjutnya (91) dijelaska secara rinci bahwa minuman keras dan judi itu setan
karena hanya menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara umat manusia serta
menghalang-halangi umat manusia dari mengingat Allah.
Penafsiran
Ayat
Pada ayat ini telah dijelaskan bahwa ada empat hal
yang dilarang Allah dalam ayat ini, yaitu meminum khamr, berjudi,
berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah. Perbuatan ini
tidak hanya sebagai perbuatan dosa, yang berakibat buruk kepada pelakunya,
terutama khamr dan judi. Perbuatan ini juga sumber maksiat dan pangkal
kejahatan lainnya. Orang yang sudah terbiasa minum khamr dan berjudi akan
selalu melakukan perbuatan tersebut; dia tidak akan segan mencuri, merampok,
dan tindak kejahatan lainnya untuk melampiaskan ketagihannya. Selain itu, minum
khamr dapat pula menghilangkan perasaan kasih sayng dan penghargaan terhadap
orang lain sehingga manusia menjadi beringas buas dan jahat. Maka umat islam
dilarang melakukan perbuatan itu, ia harus dianggap sebagai musuh yang dapat menghancurkan
keharmonisan dalam kehidupan ini.
Karena minuman khamr, judi, berhala dan azlam
merupakan dosa besar dan perbuatan setan, maka orang-orang mukmin diperintahkan
agar menjauhkan perbuatan tersebut. Penggalan ayat ini (فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ) maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung menggambarkan bahwa
keberuntungan akan diperoleh dengan menjauhkannya. Sebaliknya, melakukan
perbuatan-perbuatan tersebut dapat mendatangkan kecelakaan dan kesengsaraan.
Apabila suatu masyarakat ingin memperoleh kebahagiaan, keberuntungan dan
ketenangan maka perbuatan tersebut harus diperangi. Selama masyarakat tidak mau
memerangi perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam ayat di atas, maka selama itu
pula masyarakat tersebut tidak akan memperoleh kebahagiaan dan ketentraman.
Khamr dan judi merupakan sarana bagi setan untuk
menebarkan permusuhan dan kebencian antar sesama manusia. Khamr dan judi sumber
perpecahan. Sifat yang dibawa sejak lahir akan hilang oleh khamr dan judi.
Seorang peminum khamr dan mabuk akan mengeluarkan kata-kata kotor dan caci maki
serta mengganggu orang lain, bahkan ia tidak segan-segan merusak atau membunuh
manusia. Demikian pula judi, ia dapat merusak tatanan perekonomian masyarakat,
ia bagaikan candu yang apabila orang terbiasa melakukannya dia akan sulit
melepaskan diri daripadanya. Sesama pejudi tidak akan terjalin kasih saying,
mereka saling iri dan benci
Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat
(Fiqh Al- Hayah)
Pelajaran
dari ayat ini adalah bahwa khamr, judi, berkurban untuk berhala dan mengundi
naasib dengan anak panah dapat membuat seseorang:
a. Masuk dalam lingkaran syaitan yang merugikan
pribadi dan orang lain
b. Merugikan ekonomi karena
ketidakpastian usaha yang dilakukan
c. Menimbulkan permusuhan
dan kedengkian
d. Menyebabkan kelalaian
terhadap melaksanakan kewajiban
e. Menutup kepekaan rasa
manusiawi
f. Menjadikan orang malas
bekerja
g. Menjadi penyebab
terjadinya perbuatan yang dilarang agama
Analisa Kandungan Ayat
Ayat 90 surah al-Maidah menjelaskan
bahwa khamar, berjudi, berkorban untuk berhala-berhala, mengundi
nasib dengan panah termasuk perbuatan
setan yang rijs yakni sesuatu yang kotor dan buruk
yang tidak patut dilakukan oleh manusia yang beriman kepada Allah, yang
oleh karenanya Allah menyuruh manusia untuk menjauhinya agar mendapat
keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan di dalam ayat 91
surat al-Maidah menjelaskan alasan mengapa Allah mengharamkan minuman
khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebutkan dalam
ayat ini ada dua macam, pertama, karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin
menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia.Kedua,
karena akan melalaikan mareka dari mengingat Allah dan salat.
5.
Q.S
Al- Mutaffifin: 1-6
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (١)
الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (٢) وَإِذَا كَالُوهُمْ
أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (٣)
أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ
مَبْعُوثُونَ (٤) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (٥)
(٦)يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang
(1) (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takran dari orang lain meminta
dipenuhi, (2) Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka
mengurangi (3) Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka
akan dibangkitkan, (4) pada suatu hari yang besar (5) (yaitu) hari (ketika)
manusia berdiri menghadp Tuhan semesta alam? (6)”.[8]
Kosa Kata Kunci
لِلْمُطَفِّفِينَ : Orang yang menyedikitkan hak-hak orang lain
baik dalam takaran atau timbangan
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan
oleh an-Nasa’I dan Ibnu Majah bahwa ketika Rasulullah SAW sedang berada
dipasar, Rasulullah sering melihat pedagang dipasar melakukan penipuan dan kecurangan.
Hal ini dibuktikan oleh Rasulullah ketika melihat barang dagangan dibagian atas
terlihat bagus, namun ketika tangan Rasulullah masuk kebagian tengah sampai
bawah ternyata barang dagangan itu busuk.
Melihat hal tersebut Rasulullah bersabda “Ada
lima perkara yang membawa kecelakaan”. Yang pertama, seseorang atau suatu kaum
yang sering melanggar perjanjian, atau kesepakatan maka akan timbul ketidak
percayaan diantara mereka. Akibatnya, musuh dapat masuk memecah belah dan
kemudia menguasai mereka. Kedua, apabila manusia berpaling dari hukum Allah,
maka ia akan ditimpa musibah. Ketiga, apabila manusia terang-terangan berbuat
maksiat dan dosa, maka akan banyak nyawa melayang, manusia akan mudah membunuh
sesamanya. Keempat, apabila manusia melakukan kecurangan dadlam timbangan dan
takaran, maka akan terjadi musibah paceklik yang berkepanjangan dan
tumbuh-tumbuhan akan sulit tumbuh. Kelima, apabila manusia menahan zakat, maka
hujan akan ditahan oleh Allah.
Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai
ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang dan menakar. Setelah
ayat-ayat tersebut turun, orang-orang menjadi jujur dalam menimbang dan
menakar.
Munasabah
Ayat
Akhir
surah al-infitar menjelaskan gejala alam yang menyertai keadaan hari kiamat
yang sangat dahsyat sehingga membuat manusia ketakutan, sibuk dengan diri
sendiri, serta tidak bisa ditolong dan menolong orang lain. Semua urusan pada
hari itu berada ditangan Allah. Pada ayat-ayat berikut ini dijelaskan perilaku
orang-orang yang tidak percaya pada hari pembalasan. Mereka mengurangi takaran
dan timbangan dalam jual beli. Perbuatan tersebut sangat tercela dan pelakunya
akan diazab di neraka.
Penafsiran Ayat
Asal
mendapat keutungan agak banyak, orang tidak segan berlaku curang. Baik dalam
menyukai dan menggantang ataupun didalam menimbang suatu barang yang tengah
diperiagakan. Mereka mempunyai dua macam sukat dan gantang ataupun anak
timbangan; sukat dan timbangan pembeli lain dengan timbangan penjual. Itulah
orang-orang yang celaka . Seperti pada ayat pertama yang artinya “Celakalah
atas orang-orang yang curang itu”
Ayat selanjutnya berturut menjelaskan
keecurangan itu, “Yang apabila menerima sukatan dari orang lain, mereka minta
dipenuhi” (ayat 2)
Sebab mereka tidak mau dirugikan maka
awaslah dia, hati-hati melihat orang itu menyukat dan menggantang. “Tetapi
apabila menyukat atau menimbang untuk orang lain, mereka merugikan.” (ayat 3)
Dibuatnyalah sukatan atau timbangan yang
curang; kelihatan dari luar bagus padahal didalamnya ada alas sukatan, sehingga
kalau digunakan isiya jadi kurang dari yang semestinya. Atau anak timbangan
yang beratnya dikurangkan dari yang mesti, atau timbangan itu sendiri dirusakkan
dengan tidak kentara.
Pada yata pertama dikatakanlah wailun bagi
mereka yang artinya celakalah atas mereka! Merekalah pangkal bala, merusak
pasaran dan merusak amanah. Dalam ilmu ekonomi sendiri dikatakan bahwa
keuntungan yang didapat dengan cara demikian, tidaklah keuntungan yang terpuji.
Karena dia merugikan orang lain, dan merusak pasaran dan membaawa nama tidak
baik bagi golongan saudagar yang berniaga ditempat itu. Sehingga seekor kerbau yang berkubang, semua kena
luluknya.
Wailun! Celakalah dia itu! Sebab
kecurangan yang demikian akan membawa budi pekertinya sendiri menjadi kasar.
Tidak merasa bergetar hatinya, memeberikan keuntungan yang didapatnya dengan
curang itu akan digunakan belanja anak istrinya, akan mereka makan dan minum.
Itulah suatu kecelakaan (wailun).
Kerap kali juga wailun diartikan sebagai
neraka! Memang orang-orang yang berlaku curang itu memuat neraka di dunia ini,
Karena merusak pasaran. Kecurangan niaga seperti ini adalah termasuk korupsi
besar juga.
Maka datanglah teguran Allah berupa
pertanyaan:
“Apakah tidak menyangka orang-orang itu,
bahwa mereka akan dibangkitkan? (ayat 4). Apakah tidak terkenang dalam hati
mereka bahwa kenyataan yang didapat dengan jalan curang atau merugikan orang
lain itu tidaklah akan kekal? Bahwa ia akan tertumpuk menjadi “Wang Panas” yang
membawa bencana? Dan kalau dia mati, sedikitpun harta itu tidak akan dapat menoong dia? Dan pada harta yang
demikian tidak ada keberkatan sedikit juga? Malahan mereka akan dibangkitkan
sesudah mati untuk mempertangung jawabkan kecurangan itu: “ Buat hari yang
besar?” (ayat 5). Hari kiamat, hari perhitungan, hari penyisihan diantara yang
hak dengan yang bathil; “Hari yang akan bangkit manusia” (pankal ayat 6).
Bangkit dari alam kuburnya, dari dalam tidurnya karena panggilan sudah datang;
“(Untuk menghadap) Tuhan Sarwa sekalian alam”. (Ujung ayat 6).
Alangkah kecilnya kamu pada hari itu,
padahal semasa didunia engkau bangga dengan kekayaan yang engkau dapat dengan
jalan kecurangan itu. Dihari kiamat itu terbukalah rahasia bahwasannya
kedudukan engkau dihadapan mahkamah Illahi, tidaklah lebih dari dan tidaklah
kurang daripada kedudukan pencuri atau pemaling, yang semasa hidupmu didunia
dapat engkau selubungi dengan berbagai dalih.
Tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh Al- Imam Ahmad dengan sanadnya, belai terima dari sahabat Rasulullah SAW,
Abu Amamah, bahwa kehebatan dihari kiamat itu amatlah ngerinya, sehingga Nabi
SAW berkata bahwa matahari menjadi lebih dekat sehingga hanya jarak satu mil
saja dari kepala, sehingga menggelegak rasanya otak benak saking teriknya
cahaya matahari. Manusia terbenam dalam peluh dan keringatnya, ada yang dalam
ampu kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai dada, ada yang sampai ke
leher, masing-masing menurut sedikit atau banyak dosa yang diperbuatnya.
Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat
(Fiqh Al- Hayah)
a. Ancaman
celaka bagi orang-orang yang mengurangi timbangan untuk orang lain, namun
meminta takaran penuh untuk dirinya sendiri.
b. Laragan
berbuat curang dalam menimbang karena akan dipertanggung jawabkan dihadapan
Allah SWT pada saat hari kebangkitan nanti.
Analisa Kandungan Ayat
Sebuah
peringatan kepada manusia, ketika seseorang tidak adil dalam menimbang atau
menakar sesuatu maka ketidak adilan tersebut akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak ketika
manusia dibangkitkan kembali dari alam kubur.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
paparan makalah diatas, kita dapat mengetahui bahwa sebagai umat Islam tidak
dapat semena-mena dalam berekonomi. Seperti halnya dengan berjudi, jual beli
barang haram, berfoya-foya, mencuri, curang dalam takaran bermuamalah, suap
menyuap, dan monopoli.
Segala
hukum, perintah dan larangan dalam Al-Qur’an tentunya mengandung kemaslahatan
bagi umat manusia baik dalam kehidupan didunia saat ini maupun di akhirat nanti
kelak.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Aziz Ahmad, dkk, Al- Qur’an Perkata,
Tajwid Warna, Robbani, Jakarta Timur: Surya Prisma Sinergi.
Al-
Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As- Suyuthi, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 1, Bandung:
Sinar Baru Algentigo, 2003.
Al-Maraghi, Ahmad
Mushthafa, Terjemah Tafsir Al- Maraghi, Semarang:
Toha Putra, 1993.
Azhim,
Sa’id Abdul Jual Beli, Jakarta: Qisthi Press, 2008.
[1] Sa’id Abdul
Azhim, Jual Beli, (Jakarta:Qisthi Press, 2008), 158.
[2]Ahmad
Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-
Maraghi, (Toha Putra: Semarang, 1993), hlm.400-401.
[3]
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al- Maraghi, (Toha Putra: Semarang, 1993), hlm.402.
[4]
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al- Maraghi, (Toha Putra: Semarang, 1993), hlm.400.
[5]
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al- Maraghi, (Toha Putra: Semarang, 1993), hlm.403-404.
[6]
Abdul Aziz Ahmad, dkk, Al- Qur’an
Perkata, Tajwid Warna, Robbani, (Jakarta Timur: Surya Prisma Sinergi), hlm.
30.
[7]
Abdul Aziz Ahmad, dkk, Al- Qur’an
Perkata, Tajwid Warna, Robbani, (Jakarta Timur : Surya Prisma Sinergi),
hlm. 48.
[8]
Al-Maraghi,
Syekh Ahmad Musthafa, Tarjamah Tafsir Al- Maraghi, (Yogyakarta: Sumber
Ilmu, 1986).hlm. 86.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar