MAKALAH
RIBA’
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
FIQH MUAMALAH
Dosen
Pengampu :
Dr. Jamaludin Acmad Kholik, Lc. MM
Disusun
oleh :
Retno
Sulistiyani 931335515
St.Wulan Rametha 931335415
JURUSAN
SYARI’AH
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
KEDIRI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil.
Riba telah berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu
banyaknya masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi
tradisi bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa.
Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada
seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan
kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah
melarang adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba
secara bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan
perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus
dalam Riba. Karena Riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan
masyarakat secara menyeluruh.
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
D.
Manfaat Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Riba’
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah
(tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga
berarti tumbuh dan membesar .
Menurut istilah ahli fiqih riba’ adalah penambahan pada
salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak
semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah
perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang diistilahkan
dengan nama “riba” dan Al-Quran datang menerangkan pengharamannya adalah
tambahan tempo.[1]
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan
keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah
Al-Baqarah ayat 275 :“...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba... .”
B. Macam-macam
Riba
Riba bisa diklasifikasikan menjadi
tiga: Riba Al-Fadl, riba Al-yadd, dan riba An-nasi’ah,riba Qardhi,
Berikut penjelasan lengkap macam-macamnya:
1.
Riba Al-Fadhl
Riba
Al-Fadhl adalah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara tukar
menukar benda-benda sejenis dengan tidak sama ukurannya, seperti satu gram emas
dengan seperempat gram emas,maupun perak dengan perak.[2]
Hal ini sesuai dengan hadist nabi saw. sebagai berikut:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ
وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ
اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا
“Emas
dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal;
barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah
riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
2.
Riba Al-Yadd
Riba Al-Yadd, yaitu riba dengan berpisah dari
tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli.
Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual
langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup
atau tidak.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ
بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا
هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
“Emas dengan emas riba kecuali
dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan
kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan
kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari Umar bin
al-Khaththab)[3]
3.
Riba An-Nasi’ah
Riba Nasi’ah, adalah tambahan yang disyaratkan
oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas
penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp.
1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan,
setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A
menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya.
Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau
minta ditunda dengan memberikan tambahan. Mengenai hal ini Rasulullah SAW.
Menegaskan bahwa:
عَنْ سَمَرَةِ بْنِ جُنْدُبٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنْ بَيْعِ الَحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيْئَةً
“Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)”
4.
Riba Qardhi
Riba Qardhi adalah riba yang terjadi
karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat
keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya,
seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian
diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu
rupiah).
Terhadap bentuk transsaksi seperti
ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah Saw.:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً
فَهُوَرِبًا
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi).
C.
Faktor Penyebab Memakan dan Di
Haramkannya Perbuatan Riba
·
Faktor Penyebab
Memakan Riba:
1.
Nafsu dunia
kepada harta benda
2.
Serakah harta
3.
Tidak pernah
merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan
4.
Imannya lemah
5.
Selalu Ingin
menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba
·
Faktor Penyebab
di haramkan Riba:
1.
Riba dapat menimbulkan
permusuhan batin (baik langsung maupun tidak langsung), mengikis semangat kerja
sama dan tidak saling tolong menolong sesama manusia. Islam sangat tegas
menyeru umat manusia untuk saling tolong menolong dan mencela setiap bentuk pemerasan.
2.
Riba
menimbulkan mental pemboros, malas bekerja (cukup mengandalkan bunga dari uang
yang beredar), juga dapat menimbulkan penimbunan harta pada beberapa gelintir
manusia. Mereka mengedarkan uang (misalnya) itu tidak ubahnya seperti pohon
benalu yang daging dan darahnya tumbuh dari jerih payah orang lain.
3.
Riba merupakan
salah satu bentuk penjajahan. Peminjam (kebanyakan orang miskin) juga mempunyai
hak seperti yang mampu (yang meminjamkan uang) . Mereka berhak untuk hidup
layak, dapat menikmati fasilitas sebagaimana orang lain. Hanya karena kondisi
mereka yang miskin itulah harapan hidup layak tak dapat dicapai. Sementara itu,
mereka yang memiliki kelonggaran tidak memedulikan nasib si miskin, bahkan
mengambil keuntungan dari kondisi si miskin yang memilukan.[4]
4.
Riba juga bertolak belakang dengan Islam
yang menyeru agar
manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya
dengan baik, yakni ketika saudaranya membutuhkan bantuan.[5]
· Adapun hal-hal yang menimbulkan riba
diantaranya adalah :
1.
Tidak sama
nilainya.
2.
Tidak sama
ukurannya menurut syara’, baik timbangan, takaran maupun ukuran.
3.
Tidak tunai di
majelis akad
· Berikut ini merupakan contoh riba penukaran :
1.
Seseoarang
meminjamkan uang sebanyak Rp. 100.000 dengan syarat dikembalikan ditambah 10
persen dari pokok pinjaman, maka 10 persen dari pokok pinjman dalah riba sebab
tidak ada imbangannya.
2.
Seseorang
menukarkan seliter beras ketan dengan dua liter beras dolog, maka
pertukaran tersebut adalah riba, seabab beras harus ditukar dengan beras yang
sejenis dan tidak boleh dilebihkan salah satunya.
Jalan keluarnya ialah beras ketan dijual terlebih dahulu
dan uangnya digunakan untuk membeli beras dolog.
D. Dampak
Riba Pada Ekonomi dan Cara Menghindarinya
a.
Dampak Riba Pada Ekonomi
Riba (bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan
kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual dengan cara menyebabkan
banyak terjadinya distrosi di dalam perekonomian nasional seperti inflasi,
pengangguran, distribusi kekayaan yang tidak merata, dan resersi.·
Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia mendorong
orang melakukan penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi peredaranya
diantara sebagian besar anggota masyarakat. Ia juga menyebabkan timbulnya
monopoli, kertel serta konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang. Dengan
demikian, distribusi kekayaan di dalam masyarakat menjadi tidak merata dan
celah antara si miskin dengan si kaya pun melebar. Masyarakat pun dengan tajam
terbagi menjadi dua kelompok kaya dan miskin yang pertentangankepentingan
mereka memengaruhi kedamaian dan harmoni di dalam masyarakat. Lebih lagi karna
bunga pula maka distorsi ekonomi seperti resesi, depresi, inflasi dan
pengangguran terjadi.
Investasi modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang
tidak mampu menghasilkan laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang
sedang berjalan, sekalipun proyek yang ditangani oleh perusahaan itu amat
penting bagi negara dan bangsa. Semua aliran sumber-sumber finansial di dalam
negara berbelok ke arah perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek laba yang
sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekaliun
perusahaan tersebut tidak atau sedikit saja memiliki nilai sosial.·
Riba (bunga) yang dipungut pada utang internasional akan
menjadi lebih buruk lagi karena memperparah DSR (debt-service ratio)
negara-negara debitur. Riba (bunga) itu tidak hanya menghalangi pembangunan
ekonomi negara-negara miskin, melainkan juga menimbulkan transfer sumber daya
dari negara miskin ke negara kaya. Lebih dari itu, ia juga memengaruhi hubungan
antara negara miskin dan kaya sehingga membahayakan keamanan dan perdamaian
internasional.
b.
Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi
Islam
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga
mendorong maraknya perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di
dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional
pada umumnya. Karena, menurut sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal
yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah
ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya
pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui
hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan
nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam
berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi
pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang
adalah haram.
Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai
cara yang bersih dari unsur riba antara lain:
1.
Wadiah atau titipan uang, barang dan
surat berharga atau deposito.
2.
Mudarabah adalah kerja sama antara
pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian profit and loss sharing
3.
Syirkah (perseroan) adalah diamana
pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha
patungan (jom ventura).
4.
Murabahan adalah jual beli barang
dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar harga pembelian yang
pertama secara jujur.
5.
Qard hasan (pinjaman yag baik atau
benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik
sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan.
6.
Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya
memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan
dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh
kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian deposan 60%
dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.
7.
Selain cara-cara yang telah
diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari dengan cara berpuasa.
Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara benar pasti terpanggil
untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem ekonomi syariah
yang penuh ridho Allah.
E.
Dasar-dasar Hukum Riba
Al-Quran menyinggung keharaman rba
secara kronologis diberbagai tempat. Pada periode Mekkah turun firman Allah
swt. Dalm surat Ar-Ruum ayat 39:
وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن رِّبًۭا
لِّيَرْبُوَا۟ فِىٓ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرْبُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ
ءَاتَيْتُم مِّن زَكَوٰةٍۢ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ
ٱلْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang
kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Pada periode Madinah turun ayat yang
seccara jelas dan tegas tentang keharaman riba, terdapat dalam surat Ali-Imran
ayat 130.
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟
لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ
ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟
ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ
مَوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى
ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا
خَٰلِدُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan”.
Dan ayat terakhir yang memperkuat
keharaaman riba terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟
إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
”Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.(Q.S Al-Baqarah.278)
فَإِن
لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن
تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu.
dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu;
kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.(Q.S Al-Baqarah.279)
Dua ayat terakhir di atas
mempertegas sebuah penolakan secara jelas terhadap orang yang mengatakan bahwa
riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Allah tidak memperbolehkan
pengembalian utang kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada tambahan.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim secara jelas riba adalah perbuatan haram, termasuk salah
satu dari lima dosa besar yang membinasakan.
Dalam hadist lain keharaman riba
bukan hanya kepada pelakunya, tetapi semua pihak yang membantu terlaksananya
perbuatan riba sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Muslim:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ
الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang
memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya.
Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim).
[2] Prof.Dr.H.Abdul
Rahman Ghazaly,MA,dkk.Fiqh Muamalat.(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010).hlm.
220
[3] Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shieddieqy, Koleksi
Hadits-hadits hukum 3, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra.2001)
[4] T. Ibrahim dan H. Darsono, Penerapan Fikih, (Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009) hlm.
34.
[5] Abu Fajar Al
Qalamidan Abdul Wahid Al Banjary, Tuntunanjalanlurusdanbenar, (tanpa
kota dan tahun terbit: Gitamedia Press), hal. 380
Tidak ada komentar:
Posting Komentar