Rabu, 19 Desember 2018

Makalah Ilmu Ekonmi Makro: Inflasi Deflasi

Inflasi dan Deflasi
Materi Diskusi Mata Kuliah Ilmu Ekonomi Makro
Dosen pengampu :
Wiwiek Kusumaning Asmoro, SE. MM
Oleh :
1.      Duratun Nasikah                     (931325915)
2.      Retno Sulistiyani                     (931335515)
3.      Eka Yuni W                            (931324215)
4.      M. Khoirudin                          (931342515)

JURUSAN SYARI'AH PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
Jalan Sunan Ampel No. 7 kota Kediri
2017

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Saat ini kita seringkali mendengar kata inflasi. Akan tetapi apa benar kita sudah mengetahui apa inflasi itu. Kebanyakan dari kita tidak mengetahuinya. Padahal sangat penting bagi kita untuk mengetahui inflasi. Hal ini disebabkan inflasi tidak bisa dilepaskan dari masalah perekonomian. Dengan mengetahui secara benar tentang masalah inflasi, tentu saja kita berharap dapat mengatasi atau bahkan mencegahnya. Kita tidak bisa memungkinkan akan besarnya kemungkinan di negara  kita akan menghadapi masalah inflasi. Sebagai seorang mahasiswa sudah sepatutnya kita membantu permasalahan ekonomi yang ada di negara kita khususnya masalah inflasi. Oleh karena itu, kami sengaja membuat makalah ini karena masalah inflasi saat ini bukanlah masalah yang remeh terutama di masa-masa krisis global seperti yang kita alami sekarang.  
  1. Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan inflasi dan deflasi?
2.      Apa saja jenis-jenis dari inflasi?
3.      Apa saja celah dari inflasi dan deflasi?
4.      Bagaimana inflasi dan pengangguran?
5.      Apa saja biaya sosial dari inflasi?
6.      Apa kebijakan mengatasi inflasi?
  1. Tujuan penulisan
1.      Mengerti tentang inflasi dan deflasi.
2.      Mengerti jenis-jenis dari inflasi.
3.      Mengerti celah dari inflasi dan deflasi.
4.      Mengerti inflasi dan pengangguran.
5.      Mengerti biaya sosial dari inflasi.
6.      Mengerti kebijakan mengatasi inflasi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Inflasi dan Deflasi
Inflasi adalah proses kenaikan  harga-harga umum secara terus-menerus. Sedangkan kebalikan dari inflasi adalah deflasi. Deflasi yaitu  penurunan harga secara terus-menerus. Akibatnya daya beli masyarakat bertambah besar, sehingga pada tahap awal barang-barang menjadi langka, akan tetapi pada tahap berikutnya jumlah barang semakin banyak karena semakin berkurangnya daya beli masyarakat. Sedangkan, lawan dari inflasi adalah deflasi yaitu, manakah harga-harga secara umum turun dari periode sebelumnya (nilai inflasi minus). Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara rill tingkat pendapatannya juga menurun. Jadi, misalkan besarnya inflasi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 7%, sementara pendapatan tetap, maka itu berarti secara rill pendapatan mengalami penurunan sebesar 7% yang akibatnya relatif akan menurun daya beli sebesar 7%  juga. Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi 0% bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena dia adalah sukar untuk dicapai. Yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah. Adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan tiba-tiba atau wujud sebagai akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku di luar ekspetkasi pemerintah, misalnya efek dari pengurangan nilai uang (depresiasi nilai uang) yang sangat besar atau ketidak stabilan politik. [1]
Berikut adalah data inflasi dari oktober 2014 sampai bulan september 2015 yang diambil dari Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen) berdasarkan perhitungan inflasi tahunan oleh Bank Sentral.



Gambar 1.1 Diagram data Inflasi

Description: E:\999\Cinta Keluarga_ Makalah Inflasi dan Deflasi_files\diagram.png

B.     Jenis-jenis Inflasi
1.      Jenis inflasi menurut sifatnya
a.       Merayap (creeping inflation)
Biasanya creeping inflation ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% per tahun).
b.      Inflasi menengah ( galloping inflation)
Inflasi menengah (galloping inflation) ini ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadangkala berjalan dalam waktu yang relative pendek serta mempunyai siat akselerasi.
c.        Inflasi tinggi ( hyper inflation)
Inflasi tinggi merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja.
2.      Jenis inflasi menurut sebabnya
a.       Demand – pull inflation
Inflasi ini timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total barang bertambah (aggregate demand) sedangkan ongkos produksi naik. Sehingga terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran.

Gambar 1.2 kurva demand-pull inflation

Description: E:\999\Cinta Keluarga_ Makalah Inflasi dan Deflasi_files\Demand.png

b.      Cost – push inflation
Cost push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supply). Berbeda dengan demand pull inflasi, cost push inflation terjadi bukan karena ketidakseimbangan antara permintaan barang dan penawaran melainkan karena adanya kenaikan biaya produksi yang dilakukan oleh perusahaan.
Gambar 1.3 kurva cost-push inflation

Description: E:\999\Cinta Keluarga_ Makalah Inflasi dan Deflasi_files\Cost.png

3.      Inflasi berdasarkan sumber atau penyebab
a)      Inflasi tarikan permintaan
Inflasi ini terjadi apabila sektor perusahaan tidak mampu dengan cepat melayani permintaan masyarakat yang wujud dalam pemasaran. Masalah kekurangan barang akan berlaku dan ini akan mendorong kepada kenaikan harga–harga. Inflasi ini biasanya berlaku pada ketika perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat
b)      Inflasi desakan biaya
Inflasi desakan biaya adalah masalah kenaikan harga–harga dalam perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau kenaikan upah.  Pertambahan biaya produksi akan mendorong perusahaan–perusahaan menaikkan harga, walaupun mereka harus mengambil resiko akan menghadapi pengurangan dalam permintaan barang-barang yang diproduksinya.
c)      Inflasi di impor
Inflasi di impor ini terjadi karena kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri.[2]

C.    Celah Inflasi dan Deflasi
Menurut John Maynard Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Keynes berpendapat, proses inflasi adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Oleh Keynes, proses perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat terhadap barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Peristiwa tersebut menimbulkan apa yang disebut dengan celah inflasi. Celah inflasi ini timbul karena golongan-golongan masyarakat telah berhasil menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif terhadap barang.  Golongan-golongan masyarakat yang dimaksud yaitu pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh.
Dalam besarnya permintaan agregatif yaitu hasil penjumlahan  (C+1+G+X-M), melebihi kapasitas produksi nasional yang biasa disebut dengan full employment income. Kapasitas produksi suatu perekonomian menunjukkan batas kemampuan daripada perekonomian tersebut dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa untuk tiap satuan waktunya.
Tingginya kapasitas produksi nasional yang dipergunakan disebut tingkat emplyment/tingkat kesmpatan kerja yang suatu ketika dalam keadaan full employment, dan under employment. Perekonomian dikatakan dalam keadaan over-employment apabila kapasitas prosduksi nasional sudah dalam penggunaan penuh, akan tetapi permintaan nasional akan barang dan jasa totalnya masih terus bertambah. Kemustahilan keadaan full employment menyebabkan keadaan pengeluaran agregat berada diatas atau dibawah nilai pendapatan nasional seimbang (Y=AE). Jarak perbedaan pengeluaran agregat dengan tingkat seimbangnya menghasilkan dua hal yaitu:
a.       Jurang Inflasi (Inflationary Gap)
Yaitu kelebihan dalam pengeluaran agregat diatas pengeluaran agregat pada penggunaan tenaga kerja penuh yang menimbulkan kekeurangan barang dan seterusnya kenaikan harga-harga barang. Inflationary gap terjadi jika jumlah investasi lebih besar daripada jumlah tabungan pada saat full employment, I>Sn.
Contoh: 
C=0,75Y + 20, I/thn=40, kapasitas produksi nasional = 200.
Sn=Y-C= 200-(0,75x200+20)
200-170=30 jadi I>Sn oleh karena I=40>Sn=30. Inflationary gap yang terjadi sebesar 40-30=10. 
b.      Jurang Deflasi (Deflationary Gap)
Yaitu jumlah kekurangan pembelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan perkonomian. Jurang deflasi terjadi jika jumlah investasi lebih kecil daripada jumlah tabungan pada saat full employment, I<Sn.
Contoh:
C=0,75Y + 20, I/thn=40, kapasitas produksi nasional = 280.
Sn=Y-C= 280-(0,75x280+20)
280-230=50 jadi I<Sn oleh karena I=40<Sn=50. Inflationary gap yang terjadi sebesar 50-40=10. 

Adanya deflationary gap (celah deflasi) menunjukan bahwa kegiatan ekonomi belum mencapai potensinya yang maksimal dan masih banyak terjadi pengangguran. Untuk menghilangkan/mengatasi deflationary gap dan pengangguran tersebut. Pemerintah dapat mengambil kebijakan fiskal defisit melalui kenaikan anggaran belanja pemerintah atau pengangguran pajak atau kombinasi keduanya.[3]

D.    Inflasi dan Pengangguran
Inflasi adalah proses kenaikan harga–harga umum barang–barang secara terus–menerus. Ini tidak berarti bahwa harga–harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus– menerus selama satu periode tertentu.
Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain:
1)      Indeks biaya hidup (consumer price index)
Indeks biaya hidup mengukur biaya atau pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup. Angka penimbang biasanya didasarkan atas besarnya persentase pengeluaran untuk barang tertentu terhadap pengeluaran keseluruhan. Laju inflasi dapat dihitung dengan cara menghitung persentase kenaikan atau penurunan indeks harga dari tahun ke tahun.


2)      Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)
Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Ini berarti harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi masuk dalam perhitungan indeks harga.
3)      GNP deflator
GNP deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GNP riil (atas dasar harga konstan).
GNP deflator = GNP Nominal   x 100
GNP Riil
                                      
Inflasi  =
IHt – IHt-1
X 100 %
   
IHt-1

Inflasi  =
Dft  – Dft-1
X 100 %
   
Dft-1





Keterangan: 
IHt     = Indeks harga tahun tertentu
Dft       = Deflator tahun tertentu
IHt–1   = Indeks harga tahun sebelumnya    
Dft-1    = Deflator tahun sebelumnya

Angka Indeks adalah angka yang diharapkan dapat memberitahukan perubahan-perubahan variabel sebuah atau lebih karakteristik pada waktu dan tempat yang sama atau berlainan.

Pengangguran didefinisikan sebagai ketidak mampuan angkatan kerja (labor force)untuk memperoleh pekerjaan sesuai yang mereka butuhkan dan mereka inginkan. Dengan kata lain, pengangguran merujuk pada situasi atau keadaan dimana seseorang menghadapi ketiadaan kesempatan kerja. Orang yang sudah memiliki pekerjaan dan menjalankan pekerjaannya juga dapat digolongkan sebagai pengangguran karena konsep pengangguran dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu:

a. Waktu
b. Intensitas pekerjaan
c. Produktivitas
Orang yang sudah bekerja dapat digolongkan sebagai setengah pengangguran apabila pekerjaan yang dilakukan oleh orang tersebut tidak sesuai dengan ketrampilan dan keahlian yang dimilikinya. Secara lebih rinci, setengah pengangguran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Setengah pengangguran kentara (visible under-employment) kriteria setengah pengangguran kentara yaitu:
      a. Bekerja kurang dari jam kerja normal.
      b. Melakukan pekerjaan secara terpaksa.
  c. Sudah bekerja tapi masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia menerima pekerjaan tambahan.
2. Setengah pengangguran tak kentara (invisible under-employment) dapat tercermin dari adanya ketidaktepatan dalam penempatan sumber daya manusia, atau adanya ketidak seimbangan antara tenaga kerja dengan faktor produksi. Hal ini ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan, ketrampilan yang kurang dimanfaatkan, dan rendahnya tingkat produktifitas.
Setengah pengangguran, baik yang kentara maupun yang tidak kentara dapat dihitung dengan cara membagi jumlah penduduk yang setengah menganggur pada tahun t dengan jumlah angkatan kerja pada tahun yang bersangkutan.[4]

Setengah pengangguran= Setengah penganggur tahun t
Angkatan kerja tahun t




E.     Biaya Sosial Dari Inflasi
Biaya sosial dari Inflasi harus diakui sampai tingkat tertentu, inflasi dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan penawaran aregrat. Sebab kenaikan harga akan memacu produsen untuk meningkatkan outputnya. Umumnya ekonomi sepakat bahwa inflasi yang aman adalah sekitar 5% per tahun. Jika terpaksa 10% per tahun. Ada beberapa masalah sosial (biaya sosisal) yang muncul dari inflasi yang tinggi (kurang lebih 10% per tahun) yang akan dibahas dalam bagian ini:
  1. Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat
  2. Memburuknya distribusi pendapatan
  3. Terganggunya stabilitas ekonomi
Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya di ukur dengan tingkat daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil) . dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesjahteraan dapat dhindari jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tingg dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi mencapai angka 20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatan lebih besar dari 20% per tahun. Akibatnya adalah sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil (pertumbuhan pendapatan nominal dikurangi laju inflasi lebih besar dari 0% per tahun). Tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil. Distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatn riil, makin memburuk. Terganggunya stabilitas ekonomi pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam perekonomian. Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini akan mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari yang seharusnya.

F.     Kebijakan mengatasi Inflasi
Dalam menerangkan mengenai masalah inflasi, perlulah dibedakan dua bentuk inflasi yaitu inflasi merayap dan masalah inflasi yang lebih serius, terutama apabila tingkatnya melebihi 5%. Dalam melihat dan menerangkan mengenai kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi, yang dimaksudkan dengan langkah tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi, yang lebih serius dari inflasi merayap.
Mewujudkan inflasi nol persen atau "zero inflation" secara terus-menerus dalam perekonomian yang berkembang adalah sukar untuk dicapai. Oleh sebab itu dalam jangka panjang yang perlu diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi berada pada tingkat yang sangat rendah, misalnya hanya mencapai disekitar 2% hingga4% setahun. Mengusahakan untuk mencapai tujuan ini merupakan salah satu tugas utama dari bank sentral. Langkah-langkah pemerintah yang dapat digolongkan sebagai kebijakan "diskresioner" barulah dilaksanakan apabila inflasi yang berlaku adalah lebih serius dari inflasi merayap. Andaikan, sebagai akibat dari suatu perubahan ekonomi tertentu, tingkat inflasi meningkat dari 5 persen menjadi 10 persen atau lebih. Untuk menjaga kestabilan ekonomi, pemerintah perlu menjalankan kebijakan menurunkan tingkat inflasi tersebut ketingkat yang asal (5%) atau kurang. Dalam bagian ini akan diterangkan bagaimana kebijakan fiskal dan kebijakan moneter digunakan untuk mengatasi masalah inflasi yang telah mencapai timgkat yang tinggi tersebut.[5]
  1. Kebijakan Fiskal
Ada 2 kebijakan fiskal yang bisa dilaksanakan oleh pemerintah untuk menekan tingkat inflasi:
a.       Meningkatkan Pajak
Jika ada penambahan pendapatan masyarakat dengan naiknya jumlah uang beredar, setiap penambahan pendapatan masyarakat Rp 10,00, jika diikuti dengan pajak 20% (MPC masyarakat diasumsikan 0,8), maka penambahan pendapatan Rp 10,00 akan menambah konsumsi Rp 6,4 lebih kecil bila dibandingkan dengan tidak adanya penambahan pajak  yaitu Rp 8,00. Makin tinggi pajak yang dikenakan pemerintah terhadap pendapatan, maka semakin kecil konsumsi masyarakat. Dengan naiknya pajak yang dikenakan pemerintah terhadap pendapatan masyarakat akan dapat menekan tingkat konsumsi.
b.      Mengurangi pengeluaran pemerintah
Jika kita memberikan gambaran mengenai dua keadaan. Dimana pengeluaran agregat pertama  AE (P0) mewujudkan keseimbangan di titik E0, sedangkan Y adalah pendapatan nasional dan tingkat kesempatan kerja penuh hamper dicapai. Jika kita misalkan dalam kondisi yaitu inflasi tanpa control pemerintah, maka pengeluaran agregat akan mencapai AE (P1) yaitu harga-harga yang mengalami kenaikan dan mencapai P1 sehingga akan menimmbulkan efek pada pendapatan nasional yang meningkat dari Y0 menjadi Y1, begitu pula denga tingkat harga yang mengalami peningkatan  dari P0 menjadi P1. Maka, oleh karena itu Y1 lebih besar dari Yf dan diperoleh tingkat pengangguran yang sangat rendah. Dan jika kita lihat kondisi kedua yaitu inflasi diatasi melalui kebijakan fiskal, maka akan terwujud kesempatan kerja penuh dan harga-harga tidak mengalami kenaikan yang terlalu tinggi, hal ini dapat kita lihat dari pemerintah yang mencoba mengatasinya dengan cara mengurangi pengeluaran, sehingga menyebabkan agregat meningkat ke AE (P2) yang lebih rendah dari P1 dan keseimbangan pendapatan nasional dicapai di titik E2 yang menggambarkan ekonomi mencapai kesempatan kerja penuh dan pendapatan nasional adalah Yf.

  1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter ialah peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Agar ekonomi tumbuh lebih cepat, bank sentral bisa memberikan lebih banyak kredit kepada system perbankan melalui operasi pasar terbuka, atau bank sentral menurunkan persyaratan cadangan dari bank-bank atau menurunkan tingkat diskonto, yang harus dibayar oleh bank jika hendak meminjam dari bank sentral. Akan tetapi, apabila ekonomi tumbuh terlalu cepat dan inflasi menjadi masalah yang semakin besar, maka bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka, menarik uang dari sistem perbankan, menaikan persyaratan cadangan minimum, atau menaikan tingkat diskonto. Sehingga dengan demikian akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Instrument kebijakan moneter lain berkisar dari kebijakan kredit selektif sampai moral situation, suatu kebijakan yang sederhana, tetapi sering sangat efektif.
Dalam kondisi inflasi, pemerintah dapat pula menerapkan kebijakan uang ketat yang merupakan salah satu kebijakan ampuh untuk mengatasi terjadinya inflasi. Karena kebijakan ini mempengaruhi seluruh sector perekonomian, dengan tindakan ini seluruh sector ekonomi akan mengalami kemacetan dalam menjalankan aktivitasnya, namun tingkat inflasi pun dapat menurun tajam. Indonesia pernah menerapkan kebijakan ini pada akhir than 1990 dan hasilnya terlihat dimana menurunnya tingkat inflasi pada than 1992.[6]








BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Jika kita mengamati harga-harga barang atau jasa, tidak ada harga yang tetap atau jasa, tidak ada harga yang tetap atau konstan dari waktu ke waktu, bahkan cenderung naik. Hal tersebut diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara arus uang dan arus barang. Dimana arus barang harus mengalir dari hasil produksi perusahaan ke pasar darang dan bertemu dengan arus yang berasal dari pembelanjaan pemerintah dan rumah tangga atau konsumen.
Untuk lebih tepatnya, pengertian inflasi adalah “suatu proses atau peristiwa dalam perekonomian di akibatkan karena terganggunya keseimbangan antara arys uang dan arus barang.
Deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat. Deflasi terjadi ketika jumlah uang yang beredar di masyarakat (money supply) lebih sedikit dari jumlah supply barang yang ada. Sehingga terjadi penurunan harga-harga.
  1. Saran
1.      Setiap negara harus membuat kebijakan untuk mengatasi masalah inflasi maupun deflasi, agar kehidupan rakyatnya makmur sentosa
2.      Dalam hal ini tidak hanya pemerintah/penmguasa yang bertanggungjawab. Melainkan rakyatnya juga bertanggungjawab jika terjadi inflasi dan deflasi, jadi harus ada perbaikan perilaku masyarakat.
3.      Untuk penguasa / pemerintah berhati-hatilah dalam bertindak karena jika Anda sekalian menyeleweng, maka kalian telah membuat kerusakan yang amat besar dan merugikan banyak orang
DAFTAR PUSTAKA

Boediono, Ekonomi Makro, Edisi Ke Empat. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta, 2001.
Karim, Adimarwan A., Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Raja Grafindo, 2011.
Mannan, M.A, Teori dan Praktik Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
Nopirin, Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta: UGM, 1994.
Rianto Nur, Teori Makro Ekonomi Islam. Bandung: Alfabet, 2010.
Sukirno, Sudarno, Makro Ekonomi Teori Pengantar. Depok: RajaGrafindo Persada, 2012.


[1] M.A Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997) hlm. 56
[2] Nopirin, Pengantar Ilmu Ekonomi, (Yogyakarta: UGM, 1994) hlm. 97
[3] Adimarwan A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2011) hlm. 102
[4]Boediono, Ekonomi Makro, Edisi Ke Empat, (BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta, 2001). Hlm 102
[5] Sudarno Sukirno, Makro Ekonomi Teori Pengantar, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2012) hlm. 345
[6] Nur Rianto, Teori Makro Ekonomi Islam, (Bandung: Alfabeta 2010), hlm.96-98

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Kewirausahaan: Transformasi, Inovasi dan Kreativitas Kewirausahaan

RESUME TRANSFORMASI KEWIRAUSAHAAN, TEORI INOVASI DAN KREATIVITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KEWIRAUSAHAAN Dosen Peng...