Inflasi
dan Deflasi
Materi Diskusi Mata Kuliah Ilmu
Ekonomi Makro
Dosen pengampu :
Wiwiek
Kusumaning Asmoro, SE. MM

Oleh :
1.
Duratun
Nasikah (931325915)
2.
Retno
Sulistiyani (931335515)
3.
Eka
Yuni W (931324215)
4.
M.
Khoirudin (931342515)
JURUSAN
SYARI'AH PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
Jalan Sunan Ampel No. 7 kota Kediri
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Saat ini kita seringkali mendengar kata
inflasi. Akan tetapi apa benar kita sudah mengetahui apa inflasi itu.
Kebanyakan dari kita tidak mengetahuinya. Padahal sangat penting bagi kita
untuk mengetahui inflasi. Hal ini disebabkan inflasi tidak bisa dilepaskan dari
masalah perekonomian. Dengan mengetahui secara benar tentang masalah inflasi,
tentu saja kita berharap dapat mengatasi atau bahkan mencegahnya. Kita tidak
bisa memungkinkan akan besarnya kemungkinan di negara kita akan menghadapi masalah inflasi. Sebagai
seorang mahasiswa sudah sepatutnya kita membantu permasalahan ekonomi yang ada
di negara kita khususnya masalah inflasi. Oleh karena itu, kami sengaja membuat
makalah ini karena masalah inflasi saat ini bukanlah masalah yang remeh
terutama di masa-masa krisis global seperti yang kita alami sekarang.
- Rumusan masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan inflasi dan deflasi?
2.
Apa
saja jenis-jenis dari inflasi?
3.
Apa
saja celah dari inflasi dan deflasi?
4.
Bagaimana
inflasi dan pengangguran?
5.
Apa
saja biaya sosial dari inflasi?
6.
Apa
kebijakan mengatasi inflasi?
- Tujuan penulisan
1.
Mengerti
tentang inflasi dan deflasi.
2.
Mengerti
jenis-jenis dari inflasi.
3.
Mengerti
celah dari inflasi dan deflasi.
4.
Mengerti
inflasi dan pengangguran.
5.
Mengerti
biaya sosial dari inflasi.
6.
Mengerti
kebijakan mengatasi inflasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Inflasi dan Deflasi
Inflasi
adalah proses kenaikan harga-harga umum
secara terus-menerus. Sedangkan kebalikan dari inflasi adalah deflasi. Deflasi
yaitu penurunan harga secara
terus-menerus. Akibatnya daya beli masyarakat bertambah besar, sehingga pada
tahap awal barang-barang menjadi langka, akan tetapi pada tahap berikutnya
jumlah barang semakin banyak karena semakin berkurangnya daya beli masyarakat.
Sedangkan, lawan dari inflasi adalah deflasi yaitu, manakah harga-harga secara
umum turun dari periode sebelumnya (nilai inflasi minus). Akibat dari inflasi
secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara rill tingkat
pendapatannya juga menurun. Jadi, misalkan besarnya inflasi pada tahun yang
bersangkutan naik sebesar 7%, sementara pendapatan tetap, maka itu berarti
secara rill pendapatan mengalami penurunan sebesar 7% yang akibatnya relatif akan
menurun daya beli sebesar 7% juga.
Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga agar tingkat inflasi yang
berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi 0% bukanlah
tujuan utama kebijakan pemerintah karena dia adalah sukar untuk dicapai. Yang
paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi tetap
rendah. Adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan tiba-tiba atau wujud
sebagai akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku di luar ekspetkasi
pemerintah, misalnya efek dari pengurangan nilai uang (depresiasi nilai uang)
yang sangat besar atau ketidak stabilan politik. [1]
Berikut adalah data inflasi dari
oktober 2014 sampai bulan september 2015 yang diambil dari Laporan Inflasi
(Indeks Harga Konsumen) berdasarkan perhitungan inflasi tahunan oleh Bank
Sentral.
Gambar 1.1 Diagram data Inflasi
B.
Jenis-jenis
Inflasi
1. Jenis
inflasi menurut sifatnya
a. Merayap
(creeping inflation)
Biasanya
creeping inflation ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10%
per tahun).
b. Inflasi
menengah ( galloping inflation)
Inflasi
menengah (galloping inflation) ini ditandai dengan kenaikan harga yang cukup
besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadangkala berjalan
dalam waktu yang relative pendek serta mempunyai siat akselerasi.
c. Inflasi tinggi ( hyper inflation)
Inflasi
tinggi merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai 5
atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai
uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang. Perputaran
uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul
apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja.
2. Jenis
inflasi menurut sebabnya
a. Demand
– pull inflation
Inflasi ini timbul karena permintaan masyarakat akan
berbagai barang terlalu kuat. Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan
permintaan total barang bertambah (aggregate demand) sedangkan ongkos produksi
naik. Sehingga terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran.
Gambar 1.2 kurva demand-pull inflation
b. Cost
– push inflation
Cost push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga
serta turunnya produksi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya
penurunan dalam penawaran total (aggregate supply). Berbeda dengan demand pull
inflasi, cost push inflation terjadi bukan karena ketidakseimbangan antara
permintaan barang dan penawaran melainkan karena adanya kenaikan biaya produksi
yang dilakukan oleh perusahaan.
Gambar 1.3 kurva cost-push inflation
3. Inflasi
berdasarkan sumber atau penyebab
a) Inflasi
tarikan permintaan
Inflasi
ini terjadi apabila sektor perusahaan tidak mampu dengan cepat melayani
permintaan masyarakat yang wujud dalam pemasaran. Masalah kekurangan barang
akan berlaku dan ini akan mendorong kepada kenaikan harga–harga. Inflasi ini
biasanya berlaku pada ketika perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat
b) Inflasi
desakan biaya
Inflasi
desakan biaya adalah masalah kenaikan harga–harga dalam perekonomian yang
disebabkan oleh kenaikan biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan
mentah atau kenaikan upah. Pertambahan
biaya produksi akan mendorong perusahaan–perusahaan menaikkan harga, walaupun
mereka harus mengambil resiko akan menghadapi pengurangan dalam permintaan
barang-barang yang diproduksinya.
c) Inflasi
di impor
Inflasi
di impor ini terjadi karena kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan
harga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri.[2]
C.
Celah
Inflasi dan Deflasi
Menurut John Maynard
Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas
kemampuan ekonominya. Keynes berpendapat, proses inflasi adalah proses
perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan
bagian yang lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut.
Oleh Keynes, proses perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan dimana
permintaan masyarakat terhadap barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang
tersedia. Peristiwa tersebut menimbulkan apa yang disebut dengan celah inflasi.
Celah inflasi ini timbul karena golongan-golongan masyarakat telah berhasil
menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif terhadap
barang. Golongan-golongan masyarakat
yang dimaksud yaitu pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh.
Dalam besarnya permintaan agregatif
yaitu hasil penjumlahan (C+1+G+X-M),
melebihi kapasitas produksi nasional yang biasa disebut dengan full
employment income. Kapasitas produksi suatu perekonomian menunjukkan batas
kemampuan daripada perekonomian tersebut dalam menghasilkan barang-barang dan
jasa-jasa untuk tiap satuan waktunya.
Tingginya kapasitas produksi nasional
yang dipergunakan disebut tingkat emplyment/tingkat kesmpatan kerja yang suatu
ketika dalam keadaan full employment, dan under employment. Perekonomian
dikatakan dalam keadaan over-employment apabila kapasitas prosduksi nasional
sudah dalam penggunaan penuh, akan tetapi permintaan nasional akan barang dan
jasa totalnya masih terus bertambah. Kemustahilan keadaan full employment
menyebabkan keadaan pengeluaran agregat berada diatas atau dibawah nilai
pendapatan nasional seimbang (Y=AE). Jarak perbedaan pengeluaran agregat dengan
tingkat seimbangnya menghasilkan dua hal yaitu:
a.
Jurang
Inflasi (Inflationary Gap)
Yaitu
kelebihan dalam pengeluaran agregat diatas pengeluaran agregat pada penggunaan
tenaga kerja penuh yang menimbulkan kekeurangan barang dan seterusnya kenaikan
harga-harga barang. Inflationary gap terjadi jika jumlah investasi lebih besar
daripada jumlah tabungan pada saat full employment, I>Sn.
Contoh:
C=0,75Y + 20, I/thn=40, kapasitas produksi nasional =
200.
Sn=Y-C= 200-(0,75x200+20)
200-170=30 jadi I>Sn oleh karena I=40>Sn=30. Inflationary gap yang terjadi sebesar 40-30=10.
Sn=Y-C= 200-(0,75x200+20)
200-170=30 jadi I>Sn oleh karena I=40>Sn=30. Inflationary gap yang terjadi sebesar 40-30=10.
b. Jurang Deflasi (Deflationary Gap)
Yaitu
jumlah kekurangan pembelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai
keseimbangan perkonomian. Jurang deflasi terjadi jika jumlah investasi lebih kecil
daripada jumlah tabungan pada saat full employment, I<Sn.
Contoh:
C=0,75Y + 20, I/thn=40, kapasitas produksi nasional = 280.
Sn=Y-C= 280-(0,75x280+20)
280-230=50 jadi I<Sn oleh karena I=40<Sn=50. Inflationary gap yang terjadi sebesar 50-40=10.
C=0,75Y + 20, I/thn=40, kapasitas produksi nasional = 280.
Sn=Y-C= 280-(0,75x280+20)
280-230=50 jadi I<Sn oleh karena I=40<Sn=50. Inflationary gap yang terjadi sebesar 50-40=10.
Adanya deflationary gap
(celah deflasi) menunjukan bahwa kegiatan ekonomi belum mencapai potensinya
yang maksimal dan masih banyak terjadi pengangguran. Untuk
menghilangkan/mengatasi deflationary gap dan pengangguran tersebut. Pemerintah
dapat mengambil kebijakan fiskal defisit melalui kenaikan anggaran belanja
pemerintah atau pengangguran pajak atau kombinasi keduanya.[3]
D.
Inflasi dan
Pengangguran
Inflasi adalah proses kenaikan harga–harga umum
barang–barang secara terus–menerus. Ini tidak berarti bahwa harga–harga
berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat
terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan
harga umum barang secara terus– menerus selama satu periode tertentu.
Kenaikan
harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang
sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain:
1) Indeks
biaya hidup (consumer price index)
Indeks
biaya hidup mengukur biaya atau pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan
jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup. Angka penimbang
biasanya didasarkan atas besarnya persentase pengeluaran untuk barang tertentu
terhadap pengeluaran keseluruhan. Laju inflasi dapat dihitung dengan cara
menghitung persentase kenaikan atau penurunan indeks harga dari tahun ke tahun.
2) Indeks
harga perdagangan besar (wholesale price index)
Indeks
perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan
besar. Ini berarti harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi masuk
dalam perhitungan indeks harga.
3) GNP
deflator
GNP
deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan
GNP riil (atas dasar harga konstan).
GNP
deflator = GNP Nominal x 100
GNP Riil
Inflasi =
|
IHt – IHt-1
|
X 100 %
|
IHt-1
|
Inflasi =
|
Dft –
Dft-1
|
X 100 %
|
Dft-1
|
Keterangan:
IHt = Indeks harga tahun tertentu
Dft = Deflator tahun tertentu
IHt–1 = Indeks harga tahun sebelumnya
Dft-1 = Deflator tahun sebelumnya
Angka Indeks adalah angka yang diharapkan dapat
memberitahukan perubahan-perubahan variabel sebuah atau lebih karakteristik
pada waktu dan tempat yang sama atau berlainan.
Pengangguran didefinisikan sebagai ketidak mampuan angkatan
kerja (labor force)untuk memperoleh pekerjaan sesuai yang mereka
butuhkan dan mereka inginkan. Dengan kata lain, pengangguran merujuk pada situasi
atau keadaan dimana seseorang menghadapi ketiadaan kesempatan kerja. Orang yang
sudah memiliki pekerjaan dan menjalankan pekerjaannya juga dapat digolongkan
sebagai pengangguran karena konsep pengangguran dapat dilihat dari tiga
dimensi, yaitu:
a. Waktu
b. Intensitas pekerjaan
c. Produktivitas
Orang yang sudah bekerja dapat digolongkan sebagai setengah
pengangguran apabila pekerjaan yang dilakukan oleh orang tersebut tidak sesuai
dengan ketrampilan dan keahlian yang dimilikinya. Secara lebih rinci, setengah
pengangguran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Setengah pengangguran kentara (visible under-employment)
kriteria setengah pengangguran kentara yaitu:
a. Bekerja kurang dari jam kerja normal.
b. Melakukan pekerjaan secara terpaksa.
c. Sudah bekerja tapi masih mencari pekerjaan
lain atau masih bersedia menerima pekerjaan tambahan.
2. Setengah pengangguran tak kentara (invisible
under-employment) dapat tercermin dari adanya ketidaktepatan dalam penempatan
sumber daya manusia, atau adanya ketidak seimbangan antara tenaga kerja dengan
faktor produksi. Hal ini ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan,
ketrampilan yang kurang dimanfaatkan, dan rendahnya tingkat produktifitas.
Setengah pengangguran, baik yang kentara maupun yang tidak kentara
dapat dihitung dengan cara membagi jumlah penduduk yang setengah menganggur
pada tahun t dengan jumlah angkatan kerja pada tahun yang bersangkutan.[4]
Setengah pengangguran= Setengah penganggur tahun t
Angkatan
kerja tahun t
E.
Biaya Sosial
Dari Inflasi
Biaya sosial dari Inflasi
harus diakui sampai tingkat tertentu, inflasi dibutuhkan untuk memicu
pertumbuhan penawaran aregrat. Sebab kenaikan harga akan memacu produsen untuk
meningkatkan outputnya. Umumnya ekonomi sepakat bahwa inflasi yang aman adalah
sekitar 5% per tahun. Jika terpaksa 10% per tahun. Ada beberapa masalah sosial
(biaya sosisal) yang muncul dari inflasi yang tinggi (kurang lebih 10% per
tahun) yang akan dibahas dalam bagian ini:
- Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat
- Memburuknya distribusi pendapatan
- Terganggunya stabilitas ekonomi
Menurunnya tingkat
kesejahteraan rakyat tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya di ukur
dengan tingkat daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat
yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil) . dampak buruk inflasi terhadap
tingkat kesjahteraan dapat dhindari jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih
tingg dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat
pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi
mencapai angka 20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir orang yang
mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatan lebih besar dari 20% per tahun.
Akibatnya adalah sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil
(pertumbuhan pendapatan nominal dikurangi laju inflasi lebih besar dari 0% per
tahun). Tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil.
Distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatn riil, makin memburuk.
Terganggunya stabilitas ekonomi pengertian yang paling sederhana dari
stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam
perekonomian. Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan
tentang masa depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan
perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik. Bagi konsumen
perkiraan ini akan mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari yang
seharusnya.
F.
Kebijakan mengatasi Inflasi
Dalam menerangkan mengenai masalah
inflasi, perlulah dibedakan dua bentuk inflasi yaitu inflasi merayap dan
masalah inflasi yang lebih serius, terutama apabila tingkatnya melebihi 5%.
Dalam melihat dan menerangkan mengenai kebijakan pemerintah untuk mengatasi
inflasi, yang dimaksudkan dengan langkah tersebut adalah kebijakan pemerintah
untuk mengatasi inflasi, yang lebih serius dari inflasi merayap.
Mewujudkan inflasi nol persen atau
"zero inflation" secara terus-menerus dalam perekonomian yang
berkembang adalah sukar untuk dicapai. Oleh sebab itu dalam jangka panjang yang
perlu diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi berada pada tingkat yang
sangat rendah, misalnya hanya mencapai disekitar 2% hingga4% setahun.
Mengusahakan untuk mencapai tujuan ini merupakan salah satu tugas utama dari
bank sentral. Langkah-langkah pemerintah yang dapat digolongkan sebagai
kebijakan "diskresioner" barulah dilaksanakan apabila inflasi yang
berlaku adalah lebih serius dari inflasi merayap. Andaikan, sebagai akibat dari
suatu perubahan ekonomi tertentu, tingkat inflasi meningkat dari 5 persen
menjadi 10 persen atau lebih. Untuk menjaga kestabilan ekonomi, pemerintah
perlu menjalankan kebijakan menurunkan tingkat inflasi tersebut ketingkat yang
asal (5%) atau kurang. Dalam bagian ini akan diterangkan bagaimana kebijakan fiskal
dan kebijakan moneter digunakan untuk mengatasi masalah inflasi yang telah
mencapai timgkat yang tinggi tersebut.[5]
- Kebijakan Fiskal
Ada 2 kebijakan fiskal yang
bisa dilaksanakan oleh pemerintah untuk menekan tingkat inflasi:
a.
Meningkatkan
Pajak
Jika ada penambahan pendapatan
masyarakat dengan naiknya jumlah uang beredar, setiap penambahan pendapatan
masyarakat Rp 10,00, jika diikuti dengan pajak 20% (MPC masyarakat diasumsikan
0,8), maka penambahan pendapatan Rp 10,00 akan menambah konsumsi Rp 6,4 lebih
kecil bila dibandingkan dengan tidak adanya penambahan pajak yaitu Rp 8,00. Makin tinggi pajak yang
dikenakan pemerintah terhadap pendapatan, maka semakin kecil konsumsi
masyarakat. Dengan naiknya pajak yang dikenakan pemerintah terhadap pendapatan
masyarakat akan dapat menekan tingkat konsumsi.
b.
Mengurangi
pengeluaran pemerintah
Jika kita memberikan gambaran
mengenai dua keadaan. Dimana pengeluaran
agregat pertama AE (P0)
mewujudkan keseimbangan di titik E0, sedangkan Y adalah pendapatan
nasional dan tingkat kesempatan kerja penuh hamper dicapai. Jika kita misalkan
dalam kondisi yaitu inflasi tanpa control pemerintah, maka pengeluaran agregat
akan mencapai AE (P1) yaitu harga-harga yang mengalami kenaikan dan
mencapai P1 sehingga akan menimmbulkan efek pada pendapatan nasional
yang meningkat dari Y0 menjadi Y1, begitu pula denga
tingkat harga yang mengalami peningkatan
dari P0 menjadi P1. Maka, oleh karena itu Y1
lebih besar dari Yf dan diperoleh tingkat pengangguran yang sangat
rendah. Dan jika kita lihat kondisi kedua yaitu inflasi diatasi melalui
kebijakan fiskal, maka akan terwujud kesempatan kerja penuh dan harga-harga
tidak mengalami kenaikan yang terlalu tinggi, hal ini dapat kita lihat dari
pemerintah yang mencoba mengatasinya dengan cara mengurangi pengeluaran,
sehingga menyebabkan agregat meningkat ke AE (P2) yang lebih rendah
dari P1 dan keseimbangan pendapatan nasional dicapai di titik E2
yang menggambarkan ekonomi mencapai kesempatan kerja penuh dan pendapatan
nasional adalah Yf.
- Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter ialah
peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral)
untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Agar ekonomi tumbuh lebih cepat, bank
sentral bisa memberikan lebih banyak kredit kepada system perbankan melalui
operasi pasar terbuka, atau bank sentral menurunkan persyaratan cadangan dari
bank-bank atau menurunkan tingkat diskonto, yang harus dibayar oleh bank jika hendak meminjam dari bank sentral. Akan tetapi, apabila ekonomi
tumbuh terlalu cepat dan inflasi menjadi masalah yang semakin besar, maka bank
sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka, menarik uang dari sistem perbankan, menaikan persyaratan cadangan minimum, atau menaikan
tingkat diskonto. Sehingga dengan demikian akan memperlambat pertumbuhan
ekonomi. Instrument kebijakan moneter lain berkisar dari kebijakan kredit
selektif sampai moral situation, suatu kebijakan yang sederhana, tetapi sering
sangat efektif.
Dalam kondisi inflasi,
pemerintah dapat pula menerapkan kebijakan uang ketat yang merupakan salah satu
kebijakan ampuh untuk mengatasi terjadinya inflasi. Karena kebijakan ini
mempengaruhi seluruh sector perekonomian, dengan tindakan ini seluruh sector
ekonomi akan mengalami kemacetan dalam menjalankan aktivitasnya, namun tingkat inflasi pun dapat menurun tajam. Indonesia pernah menerapkan
kebijakan ini pada akhir than 1990 dan hasilnya terlihat dimana menurunnya
tingkat inflasi pada than 1992.[6]
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Jika kita
mengamati harga-harga barang atau jasa, tidak ada harga yang tetap atau jasa,
tidak ada harga yang tetap atau konstan dari waktu ke waktu, bahkan cenderung
naik. Hal tersebut diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara arus uang dan arus
barang. Dimana arus barang harus mengalir dari hasil produksi perusahaan ke
pasar darang dan bertemu dengan arus yang berasal dari pembelanjaan pemerintah
dan rumah tangga atau konsumen.
Untuk lebih
tepatnya, pengertian inflasi adalah “suatu proses atau peristiwa dalam
perekonomian di akibatkan karena terganggunya keseimbangan antara arys uang dan
arus barang.
Deflasi
didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah
uang yang berada di masyarakat. Deflasi terjadi ketika jumlah uang yang beredar
di masyarakat (money supply) lebih sedikit dari jumlah supply barang yang ada.
Sehingga terjadi penurunan harga-harga.
- Saran
1. Setiap negara harus membuat kebijakan untuk mengatasi
masalah inflasi maupun deflasi, agar kehidupan rakyatnya makmur sentosa
2. Dalam hal ini tidak hanya pemerintah/penmguasa yang bertanggungjawab.
Melainkan rakyatnya juga bertanggungjawab jika terjadi inflasi dan deflasi,
jadi harus ada perbaikan perilaku masyarakat.
3. Untuk penguasa / pemerintah berhati-hatilah dalam
bertindak karena jika Anda sekalian menyeleweng, maka kalian telah membuat
kerusakan yang amat besar dan merugikan banyak orang
DAFTAR PUSTAKA
Boediono,
Ekonomi Makro, Edisi Ke Empat. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta, 2001.
Karim,
Adimarwan A., Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Raja Grafindo, 2011.
Mannan,
M.A, Teori dan Praktik Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 1997.
Nopirin,
Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta: UGM, 1994.
Rianto Nur, Teori Makro Ekonomi Islam. Bandung: Alfabet, 2010.
Sukirno,
Sudarno, Makro Ekonomi Teori Pengantar. Depok: RajaGrafindo Persada, 2012.
[1] M.A
Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Prima Yasa, 1997) hlm. 56
[4]Boediono, Ekonomi
Makro, Edisi Ke Empat,
(BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta, 2001). Hlm 102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar