TUGAS ARTIKEL
LANDASAN EPISTEMOLOGI
ILMU EKONOMI
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
FILSAFAT ILMU
Dosen
Pengampu :
Nuril
Hidayati, M. Hum
Disusun
oleh :
Nama NIM
Retno Sulistiyani 931335515
JURUSAN
SYARI’AH
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
KEDIRI
2016
Metode
Ilmiah sebagai Landasan Epistemologi Ilmu
Masalah epistemologi bersangkutan
dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Sebelum dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada kefilsafatan, perlu diperhatikan
bagaimana cara dan sarana apakah yang kita butuhkan agar dapat memperoleh
pengetahuan. Dalam perkembangan pengetahuan
yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk
mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus
mencari kebenaran melalui penelitian-penelitian ilmiah yang berlandaskan
teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Karena kita dapat menganggap diri kita mempunyai suatu pengetahuan
setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan dengan landasan epistemologi.
Sebelum berbicara mengenai landasan epistemologi, alangkah baiknya kita
mengenal dulu apa yang di maksud dengan epistemologi?
Secara
linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan
arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau
alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang
dalam bahasa Inggris dipergunakan istilahtheory of knowledge. Epistemologi
lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber,
dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya. Jadi, epistemologi (filsafat ilmu) dapat diartikan sebagai
pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi merupakan salah satu
objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa secara
langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan
manusia
Namun ada beberapa
ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah:
1)
P. Hardono
Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan
dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki.
2)
D.W Hamlyin,
beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaian
serta secara umum.
3)
Runes dalam
kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy
which investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge.
Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk
pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854 (Runes,
1971-1994).
Landasan
dari epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu
dalam menyusun pengetahuan dengan benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Metode ilmiah telah dijadikan
pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu. Menurut
Burhanudin Salam, metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Penemuan atau Penentuan Masalah
Disini
secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah dengan ruang lingkup
dan batas-batasnya.
2) Perumusan Kerangka Masalah
Merupakan
usaha untuk mendeskripsikan masalah dengan jelas dengan mengidentifikasikan
faktor-faktor yang membentuk suatu masalah tersebut.
3) Pengajuan Hipotesis
Merupakan
usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara mengenai hubungan sebab-akibat
dari faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut.
4) Hipotesis dari Deduksi
Hipotesis
dari deduksi merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji
hipotesis yang diajukan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi
hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat
dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita
ajukan.
5) Pembuktian Hipotesis
Usaha
untuk mengumpulkan fakta-fakta dari
suatu permasalahan. Kalau fakta-fakta tersebut memang ada, maka
dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, apabila didukung oleh
fakta-fakta yang nyata. Jika dalam hipotesis itu tidak terbukti maka hipotesis
itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain,
sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.
6) Penerimaan Hipotesis
Penerimaan
hipotesis menjadi teori ilmiah yang telah terbukti kebenarannya dan dianggap
sebagai pengetahuan baru. Atau dengan kata lain dapat diartikan sebagai suatu
penjelasan teoritis mengenai suatu gejala tertentu.
Metode ilmiah berperan dalam proses
transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat bergantung pada metode
ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar
pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
Rasio
atau akal merupakan instrumen utama untuk memperoleh pengetahuan. Rasio ini telah
lama digunakan manusia untuk memecahkan atau menemukan jawaban atas suatu
masalah pengetahuan. Bahkan ini merupakan cara tertua yang digunakan manusia
dalam wilayah keilmuan. Pendekatan sistematis yang mengandalkan rasio disebut
pendekatan rasional dengan pegertian lain disebut dengan metode deduktif yang
dikenal dengan silogisme Aristoteles, karena dirintis oleh Aristoteles.
Pada
silogisme ini pengetahuan baru diperoleh melalui kesimpulan deduktif (baik
menggunakan logika deduktif, berpikir deduktif atau metode deduktif).
Pendekatan rasiaonal selalu mendayagunakan pemikiran dalam menafsirkan suatu
objek berdasarkan argumentasi-argumentasi yang logis. Jika kita berpedoman
bahwa argumentasi yang benar adalah penjelasan yang memilki kerangka berpikir
yang paling meyakinkan, maka pedoman ini pun tidak mampu memecahkan persoalan,
sebab kriteria penilainya bersifata nisbi (relatif) dan selalu subjektif. Kesimpulan
yang benar menurut alur pemikiran belum tentu benar menurut kenyataan. Misalnya
seseorang yang menguasai teori-teori ekonomi belum tentu mampu menghasilkan
keuntungan yang besar, ketika dia mempraktekan teori-teorinya. Padahal
teori-teori itu dibangun menurut alur pemikiran yang benar.
Seperti halnya pada landasan
epistemologi filsafat dapat diperoleh melalui cara yang pertama yaitu filosof harus membicarakan
(mempertanggungjawabkan) tentang bagaimana cara mereka memperoleh pengtahuan
filsafat. Sifat itu sering kurang di pedulikan kebanyakan orang karena pada umumnya orang mementingkan apa
yang di peroleh atau di ketahui, bukan cara memperoleh atau mengetahuinya.
Karena pada dasarnya berfilsafat ialah
berpikir, dan berpikir itu tentu menggunakan akal. Dan yang menjadi persoalan,
apa sebenarnya akal itu. John Locke (Sidi Gazalba sistematika
filsafat, II,1973: 111) mempersoalkan hal ini, ia melihat pada
jamannya akal telah di gunakan secara terlalu bebas, bahkan sampai luar batas
kemampuan akal. Hasilnya ialah kekacauan pemikiran pada massa itu.
Bagaimana manusia memperoleh
pengetahuan filsafat? dengan berpikir secara mendalam, sesuatu yang abstrak.
Mungkin juga objek pemikiranya sesuatu yang konkret, tetapi yang hendak di
ketahui adalah bagian di“belakang” objek konkret itu. Berpikir secara mendalam
artinya ia hendak mengetahui sedalam-dalamnya bagian yang abstrak itu. Kapan
pengtahuan itu di katakana mendalam? Pengetahuan dikatakan mendalam tatakala ia
sudah berhenti sampai tanda Tanya. Dia tidak dapat maju di situlah orang
berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas
mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain.
Sain mengetahui sebatas fakta
empiris (berdasarkan pengamatan) ini tidak mendalam tetapi itu pun mempunyai
rentangan, sejauh mana hal abstrak di belakang fakta empiris itu
dapat di ketahui oleh seseorang, akan banyak terganntung pada kemampuan
berpikir seseorang. Jika kita ingin mengetahui sesuatu yang tidak empiris, maka
akal yang harus kita gunakan. Apapun kelemahan akal bahkan sekali pun amat di
ragukan hakikat keberadaannya, akal yang menghasilkan apa yang di sebut
filsafat. Ada satu hal yang penting di sini: janganlah hidup ini di gantungkan
pada filsafat, janganlah hidup ini di tentukan seluruhnya oleh filsafat,
filsafat itu adalah produk akal dan akal itu belum di ketahui secara jelas
identitasnya.
Karena
kelemahan rasionalisme atau metode deduktif inilah, Bacon yakin dan mampu
membuat kesimpulan umum yang lebih benar, bila kita mau mengumpulkan fakta
melalui pengamatan langsung, maka dia mengenalkan metode induktif sebagi lawan
dari metode deduktif. Sebagi implikasi dari metode induktif, tentunya Bacon
menolak segala macam kesimpulan yang tidak didasarkan fakta lapangan dan hasil
pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Qomar Mujammil, Epistemologi Pendidikan Islam: Dari
Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta: Erlangga 2005.
Surajiyo, Ilmu Filsafat
Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Tafsir Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati
Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar