Uang dalam
Ekonomi Islam
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah
“Makro Ekonomi Islam”
Dosen Pengampu :
Amrul Mutaqqin, M. EI
Disusun oleh :
Retno Sulistyani (931335515)
Tanto Wiyahya (931334315)
Anisah Musdalifah (931333415)
Eka Sussanti (931335715)
Vindy Beskine M (931333414)
PROGAM STUDI
EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Uang
dalam Ekonomi Islam” dengan tepat waktu.
Tak lupa penulis juga mengucakan terima kasih
kepada pihak-pihak yang turut serta membantu dalam penyelesaian makalah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.
Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Penulis mengharapkan
semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan dapat dijadikan referensi
ilmu pengetahuan.
Kediri,
31 Oktober 2017
Penulis
BAB I
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Uang merupakan inovasi
besar dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang sangat strategis dalam
satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan dengan variabel lainnya. Bisa
dikatakan uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam satu sistem ekonomi.
Sepanjang sejarah keberadaannya, uang memainkan peranan penting dalam perjalanan
kehidupan modern. Uang berhasil
memudahkan dan mempersingkat waktu transaksi pertukaran barang dan jasa. Uang
dalam sistem ekonomi memungkinkan perdagangan berjalan secara efisien.
Ketika jumlah manusia
semakin bertambah, maka peradabannya pun akan semakin maju sehingga kegiatan
dan interaksi antarsesama manusia pun akan meningkat. Jumlah dan jenis
kebutuhan manusia juga akan semakin beragam. Maka dari itu, diperlukan alat
tukar yang dapat diterima semua pihak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Alat
tukar inilah yang disebut dengan uang.
2.
Rumusan masalah
a.
Bagaimana konsep
uang dalam teori ekonomi konvensional?
b.
Bagaimana konsep time value of money?
c.
Bagaiman perbedaan uang dan modal?
d.
Bagaimana konsep
economic value of time?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep uang dalam teori ekonomi konvensional.
b. Untuk mengetahui konsep time value of
money.
c. Untuk mengetahui perbedaan uang
dan modal.
d. Untuk mengetahui konsep economic
value of time.
BAB II
PENJELASAN
A.
Konsep uang
Uang merupakan barang yang sangat dekat dengan kehidupan kita saat
ini. Uang adalah seperti yang kita bayangkan, yaitu
suatu benda yang dapat
ditukarkan dengan benda lain, dapat digunakan untuk menilai benda lain, dan dapat kita simpan[1]. Dalam pengertian lain, uang adalah segala sesuatu yang secara umum diterima
sebagai pembayaran atas barang atau jasa atau dalam pembayaran utang[2].
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan
konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat
jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan modal. Sebaliknya, konsep
uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali
istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik
(interchange ability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Perbedaan lainnya adalah konsep uang dalam
ekonomi Islam adalah flow concept, dimana harta tidak boleh ditumpuk,
melainkan harta yang dimiliki harus disirkulasikan. Perbedaan berikutnya
tentang uang dan modal (capital). Dalam Islam uang adalah public
goods, sementara modal adalah private goods. Karena sebagai public
goods, maka uang tidak boileh diperdagangkan. Modal (capital)
mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang
diperlukan bukan untuk memnuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk
membantu memperoduksi barang lain yang pada gilirannya akan memnuhi kebutuhan
manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan.
Uang tidak memiliki sifat seperti ini, ketika
seseorang telah menggunakan uang maka jumlah uang itu akan berkurang bahkan
bisa habis. Selain itu karena uang dalam Islam bukan sebagai komoditas yang
bisa disewakan atau dijualbelikan dengan kelebihan, maka uang hanya sebagai
alat tukar saja. Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang,
antara sistem Kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem perekonomian
Kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender)
melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem Kapitalis, uang juga dapat
diperjualbelikan dengan kelebihan, dengan ini maka uang juga dapat disewakan (leasing).
Dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah
sebagai medium of change, bukan komoditas yang diperjualbelikan dengan
kelebihan. Pada umumnya para ulama dan ilmuwan sosial Islam menyepakati fungsi
uang sebagai alat tukar saja. Dari penjelasan di atas maka jelaslah bahwa
pendapat yang menyatakan bahwa uang sebagai medium of change yaitu tidak
diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menjadi perantara dalam
memenuhi kebutuhan adalah pendapat yang mencerminkan kebenaran. Inilah yang
kemudian menjadi acuan jumhur ulama
hingga sekarang. fungsi uang sebagai medium of change dapat digunakan
dan diterima sebagai alat pembayaran.
Karakteristik penting dari uang adalah bahwa ia tidak diperlukan untuk
dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan diperlukan
untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat dipenuhi.
Inilah yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali bahwa emas dan perak hanyalah logam
yang di dalam substansinya (zat itu sendiri) tidak ada manfaatnya atau
tujuan-tujuannya. Menurut beliau “Keduanya tidak memiliki apa-apa, tetapi
keduanya berati segala-galanya”.
Dua alasan utama memegang uang dalam ekonomi
Islam, yaitu motivasi untuk transaksi dan berjaga-jaga. Motif untuk spekulasi
seperti yang dikemukakan oleh Keynes tidak pernah ada dalam ekonomi Islam,
sehingga permintaan uang untuk tujuan spekulasi menjadi nol dalam ekonomi
Islam. Permintaan uang baik untuk transaksi maupun berjaga-jaga, keduanya
merupakan fungsi dari pendapatan. Semakin besar pendapatan seseorang, maka akan
semakin besar pula permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga.
Motivasi berjaga-jaga muncul karena kita tidak pernah tahu kebutuhan mendadak
yang mungkin terjadi di masa mendatang.[3]
Perbedaan Konsep Uang dalam Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
KONSEP ISLAM
|
KONSEP KONVENSIONAL
|
1.
Uang tidak identik dengan modal
2.
Uang adalah public goods
3.
Uang adalah flow concept
4.
Modal adalah stock concept
|
1.
Uang seringkali diidentikkan dengan modal
2.
Uang (modal) adalah private goods
3.
Uang (modal) adalah flow concept (menurut pendapat Irving Fisher)
4.
Uang (modal) adalah stock concept (menurut pendapat Cambridge
School)
|
B.
Time Value of Money
Dalam Islam tidak dikenal adanya time value
of money, yang dikenal adalah economic value of time. Konsep time
value of money muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan makhluk
yang hidup. Makhluk hidup untuk waktu tertentu dapat menjadi lebh besar dan
berkembang. Jelas hal ini keliru besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang
dapat berkembang baik.[4]
Dalam ekonomi konvensional, time value of money didefinisikan
sebagai:
“A dollar today is worth more then a dollar in the
future because a dollar today can be invested to get a return”.
Definisi ini tidak akurat karena setiap
investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan hasil positif, hasil
negatif, atau tidak mendapatkan hasil. Itu sebabnya dalam teori keuangan, selalu dikenal risk return relationship. Bagi
ekonomi konvensional ada dua hal yang menjadi argumentasi mereka akan konsep time
value of money, yaitu:
1.
Presence of inflation
Dengan memasukkan tingkat inflasi dalam perekonomian, diasumsikan tingkat
inflasi dalam perekonomian sebesar 10% per tahun. Sehingga bila seseorang dapat
membeli sepuluh potong pisang goreng hari ini dengan membayar Rp 10.000,00;.
Namun, bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama yaitu Rp
10.000,00;, maka ia hanya akan dapat membeli sembilan pisang goreng,
dikarenakan ada kenaikan harga atas pisang goreng tersebut. Oleh karena itu,
dalam ekonomi konvensioanal sebagai akibat adanya penurunan daya beli akibat
inflasi maka orang kan meminta kompensasi.
Argumen pertama ekonomi konvensional ini tidak dapat diterima karena
dianggap tidak lengkap kondisisnya, karena dalam setiap perekonomian akan
selalau ada keadaan inflasi (kenaikan harga) dan (deflasi penurunan harga).
Bila keberadaan inflasi menjadi alasan adanya time value of money, maka
seharusnya keberadaan deflasi harus menjadi alasan pula. Dengan ini, maka
argumentasi pertama tentang ekonomi konvensional ini terbantahkan.
2.
Preference present consumption of future
consumption
Bagi individu umumnya, present consumption lebih
disukai daripada future consumption. Diasumsikan tingkat inflasi nihil,
sehingga dengan uang Rp 10.000,00; seseorang tetap dapat membeli sepuluh pisang
goreng hari ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi sepuluh
pisang goreng hari ini lebih disukai daripada mengkonsumsi sepuluh pisang
goreng tahun depan. Dengan argumentsi ini, meskipun suatu perekonomian tingkat
inflasi nihil, seseorang lebih menyukai Rp 10.000,00; hari ini dan mengkonsumsi
hari ini. Oleh karena itu, sebagai kesediaan orang tersebut mau menunda
konsumsi, maka dalam ekonomi konvensional dapat meminta kompensasi.
Untuk argumentasi kedua ini, ekonomi
konvensional mengabaikan ketidakpastian hasil yang akan diterima. Bila
unsur ketidakpastian hasil ini dimasukkan, ekonom konvensional menyebut
kompensasinya sebagai discount rate. Jadi dalam ekonomi konvensional,
ketidakpastian hasil ini dipertukarkan dengan sesuatu yang pasti yaitu premium
for uncertainty.
Keadaan menukar ketidakpastian dengan sesuatu yang pasti
inilah yang ditolak dalam ekonomi Islam, yaitu karena
terjadinya suatu keadaan al ghunmu bi la ghurmi dan al kharaj bi la
dhaman. Sebenarnya keadaan ini ditolak pula oleh teori keuangan, dengan
adanya hubungan antara risiko dengan tingkat hasil, karena tingkat hasil harus
sejalan dengan tingkat risiko yang dihadapi. Jika ingin mengharapkan tingkat
hasil yang tinggi biasanya harus menghadapi tingkat risiko yang tinggi pula.
Jumlah uang yang sama jika diterima pada waktu yang berbeda memiliki nilai
yang berbeda. Jumlah uang yang sama jika diterima sekarang nilainya lebih besar
dibandingkan jika diterima beberapa waktu di kemudian hari. Hal ini terjadi
karena sejumlah uang yang diterima sekarang bisa diinvestasikan sehingga
nilainya akan menjadi lebih besar di masa yang akan datang.
Konsep nilai waktu uang penting untuk dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan di bidang keuangan, baik keputusan investasi maupun keputusan
pembelanjaan, terutama keputusan yang sifatnya jangka panjang. Pada investasi
jangka panjang, pengeluaran kas utuk innvestasi dilakukan pada periode waktu tertentu,
tetapi penerimaan arus kas yang dihasilkan dari investasi tersebut biasanya
memakan waktu lebih dari satu periode atau diterima secara bertahap. Dengan
demikian, karena adanya perbedaan waktu antara saat arus kas dikeluarkan untuk
investasi dan saat arus kas diterima sebagai hasil dari investasi, maka akan
terjadi perbedaan nilai waktu uang atas arus kas tersebut. Oleh karena itu,
dalam pengambilan keputusan investsi jangka panjangperlu dipertimbangkan konsep
nilai waktu uang.
Dengan perkembangan teknologi beberapa dekade terakhir ini, penerapan
konsep nilai waktu uang juga banyak diterapkan dalam pengambilan keputusan
investasi dan pembelanjaan yang sifatnya jangka pendek. Hal ini tampak dari
adanya penawaran produk perbankan dengan bunga harian. Kondisi ini menunjukkan
bahwa, bank konvensional tidak hanya bersaing dalam menghimpun dana masyarakat
dengan menawarkan tingkat bunga yang menarik, tetapi juga bersaing dalam jangka
waktu perhitungan bunga.[5]
C.
Uang dan modal
Dalam Islam, capital is private goods sedangkan money is
public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods(flow
concept) dan uang tersebut menjadi milik pribadi (privategoods),
uraian mengenai konsep uang sebagai flow concept dan public goods
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Uang
sebagai flow concept
Dalan Islam,
uang adalah flow concept sedangkan
kapital adalah stock cocnept. Semakin cepat perputaran uang maka semakin
baik. Uang dapat diibaratkan seperti air. Jika air dialirkan maka air tersebut
akan bersih dan sehat. Namun, jika air dibiarkan menggenang dalam suatu tempat,
maka air tersebut akan keruh (kotor). Demikian juga halnya dengan uang uang
yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran ekonomi dan
kesehatan masyarakat. Sementara itu, jika uang ditahan (menimbun uang), maka
dapat menyebabkan macertnya roda perekonomian sehingga dapat menimbulkan krisis
ekonomi. Untuk itu, uang perlu digunakan untuk investasi di sektor riil. Jika
uang hanya disimpan, maka bukan saja tidak mendapatkan return, tetapi
juga dikenakan zakat.
2.
Uang
sebagai public goods
Uang sebagai public goods memiliki ciri sebagai barang yang dapat digunakan oleh
masyarakat tanpa menghalangi orang lain untuk menggunakannya. Uang sebagai public
goods diibaratkan jalan raya dan capital sebagai private goodsdiibaratkan
dengan kendaraan. Jalan raya dapat digunakan oleh siapa saja tanpa terkecuali,
tetapi masyarakat yang mempunyai kendaraan berpeluang lebih besar dalam
pemanfaatan jalan raya dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mempunyai
kendaraan. Begitu pula dengan uang.
Uang sebagai public goods dapat dimanfaatkan lebih banyak
oleh masyaraka yang lebih kaya. Hal ini bukan karena simpanan mereka di bank,
tetapi karena aset mereka, seperti rumah, mobil, saham dan lain-lain yang
digunakan disektor produksi sehingga memberikan peluang yang lebih besar kepada
orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang. Jadi, semakin tinggi tingkat
produksi maka akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari
uang (public goods) tersebut. Oleh karena iu, penimbunan dilarang karena
menghalangi orang lain menggunakan public goods tersebut.[6]
D.
Konsep Economic Value of Time
Perkembangn teori keuangan Islam telah mengemukakan dan memunculkan
teori keuangan Islam yang mengandung Polemik. Polemik adalah suatu permasalahan
yang berhubungan dengan masalah riba. Tapi ada suatu pertanyaan mendasar,
apakah benar jika dianggap bahwa dosa riba adalah akibat teori Time Value Of
Money? Padahal kebanyakan apayang disebut Al-Qur’an dan Bible tentang riba
tampaknya menyangkut kegiatan yang mengambil keuntungan dari kaum fakir miskin.[7]
Oleh karena itu ada hal yang harus dijelaskan oleh teori Time Value Of Money
dalam kaitannya dengan permasalahan riba dalam pandangan Islam, dan teori economic
value of time yang dibenarkan menurut pandangan Islam.
Teori tersebut dikembangkan pada abad ke-7 Masehi. Pada saat
digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat
tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan
selama periode itu, sehingga hubugan debitur dan kreditur yang muncul bukan karena akibat transakasi
dagang langsung, namun jelas merupakan transaksi permintaan uang.
Tentu saja prinsip alat tukar ini sebagaimana sekarang dipahami
semua Negara Islam dimana saja, tetapi akhirnya akan condong kepada riba yang
diharamkan. Dapat dipermasalahkan bahwa penolakan terhadap segala bentuk bunga
dapat dibenarkan apabila dapat diperdebatkan apakah teori Time Value Of
Money benar-benar terjadi. Investasi dalam obligasi pemerintah yang stabil,
adalah bebas dari resiko tidak dibayar, tetapi tidak bebas dari kerugian
penyusutan nilainya yang sudah merupakan kenyataan sejarah di seluruh dunia.
Pandangan semula yang melarang riba dalam gereja Kristen memberikan
kesempatan pada Jahudi Diaspora untuk mengambil peranan usaha pada bank. Namun perkembangan berikutya
terhadap riba lebih laku dan cenderung
membagi masalahnya pada aspek dunia dan akhirat, dan memberikan kesempatan bagi
Kristen untuk melaksankan kegiatan simpan pinjam.[8]
Hal ini membuktikan bahwa pengalaman yang biasa menimbulkan kontroversi tentang
bagaimana melaksanakan bisnis yang benar sesuai dengan ketentuan Tuhan. Pemisahan
Antara spiritual dan sekuler belum membebaska masyarakat barat dari perasaan
berdosa akibat kegiatan bisnis. Ternyata juga tidak ada pengaruh syari’ah
terhadap pedagang Arab yang jujur dan dermawan. Respon masyarakat adalah
sama-sama wajar, di Barat kita melihat perkembangan Undang- Undang jaminan
sosial mulai dari Elizabethan Poor Law sampai sekarang ini. Sebagaimana
disebutkan syari’ah mengandung banyak aturan untuk memerangi kemiskinan melalui
zakat.[9]
Landasan atau keadaan yang digunakan oleh ekonomi konvensional
inilah yang ditolak dalam ekonomi syari’ah yaitu keadaan alghunmu bi al
ghurni (mendapatkan hasil tanpa memperhatikan suatu resiko) dan al
kharaj bi la dhaman (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan suatu biaya).
Sebenarnya keadaan ini juga ditolak oleh teori keuangan, yaitu dengan
menjelaskan adanay hubugan Antara risk anda return, bukanlah return
gooes along with risk?
Dalam pandangan Islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah
sama kuantitasnya, yaitu 24 jam adalam sehari, 7hari dalam sepekan. Nilai waktu
antara satu orang yang lainnya akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi, faktor
yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu.
Semaikn efektif (tepat guna) dan efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi
nilai waktunya .
Didalam Islam keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang
dicari adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang
tidak mampu mendatangkan keuntungan didunia berarti keimanan yang tidak
diamalkan. Jika ditarik dalam konteks ekonomi, maka keuntungan adalah diperoleh
setelah menjalankan aktifitas bisnis. Jadi, barang siapa yang melakukan
aktivitas bisnis secara efektif dan efisien, ia akan mendapatkan keuntungan.
Dalam ekonomi syari’ah, penggunaan sejenis discount rate dalam
menentukan harga bai’ muajjal (membayar tangguh) dapat digunakan. Hal
ini dibenarkan karena:
1.
Jual
beli dan sewa menyewa adlah sector riil yang menimbulkan economic value
added (nilai tambah ekonomis)
2.
Tertahannya
hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya ,
sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya pada pihak lain.
Begitu pula penggunaan discount rate dalam menentukan nisbah
bagi hasil, dapat digunakan. Nisbah ini akan dikalikan dengan pendapatan
actual, bukan dengan pendapatan yang diharapkan. Transaksi bagi hasil berbeda
dengan transaksi jual beli ataupun transaksi sewa menyewa, karena dalam
transaksi bagi hasil hubungannya bukan Antara penjual dan pembeli atau penyewa
dan yang menyewakan. Dalam transaksi bagi hasil, yang adalah hubungan Antara
pemodal dengan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi, tidak ada pihak yang
melaksanakan kewajibannya namun masih tertahan haknya. Shahibul maal telah
melaksankan kewajibannya, yaitu dengan memberikan sejumlah modal yang
memproduktifkan modal (mudharib) juga telah melaksanakan kewajibannya.
Hak bagi shahibul maal dan mudharibadalah berbagi hasil atas
pendapatan dan keuntungan tersebut, sesuai kesepakatan kedua pihak diawal.[10]
Perbedaan Antara Interest Rate dengan Discount Rate dalam
Pandangan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syari’ah
Certainty Return
|
Uncertainty Return
|
||
Ekonomi Konvensional
|
Ekonomi Syari’ah
|
Ekonomi Konvensional
|
Ekonomi Syari’ah
|
Interest Rate ditentukan oleh:
|
Keuntungan daam jual
beli atau sewa menyewa secara bayar tangguh ditentukan oleh:
|
Discount Rate ditentukan oleh:
|
Discount Rate ditentukan atas dasar
harapan keuntungan (expected return) dan digunakan untuk menentukan
nisbah bagi hasil dimana:
|
1.
Preferency Current concumption
2.
Expected Inflation
|
1.
Tingkat keuntungan setiap kali transaksi
2.
Frekuensi transaksi dalam satu periode
|
1.
Preferency Current consumption
2.
Expected Inflation
3.
Premium for uncertainty, Dengan kata lain, actual return dilaksanakan harus sama dengan expectedreturn-nya
|
1.
Bagi hasil yang harus dibayar adalah nisbah bagi hasil dikalikan dengan
pendapatan aktualnya
2.
Pendapatan actual tidak harus sama dengan pendapatan yang diharapkan
|
Ajaran Islam mendorong pemeluknya untuk selalu menginvestasikan
tabungannya. Disamping itu, dalam melakukan investasi tidak menuntut secara
pasti hasil yang akan datang. Hasil investasi di masa yang akan datang sangat
dipengaruhi oleh banyak factor. Baik factor yang dapat diprediksi maupun tidak.
Faktor yang dapat diprediksi atau dihitung sebelumnya adalah: beberapa
banyaknya modal, berapa banyak nisbah yang disepakati dan beraa kali modal
dapat diputar. Sedangkan factor yang efeknya tidak dapat dihitung secara pasti
atau sesuai dengan kejadian adalah return (perolehan usaha).
Berdasarkan hal diatas, maka dalam mekanisme investasi menurut
islam, persoalan nilai waktu uang yang diinformasikan dalam bentuk bunga adalah
tidak dapat diterima. Dengan demikian, perlu dipikirkan bagaimana formula
pengganti yang seiring dan senilai dengan jiwa Islam. Hubungan formula tersebut
dapat ditemukan formula investasi menurut pandangan Islam sebagai berikut:
Y= (QR) vW
Dimana:
Y=
Pendapatan
Q=
Nisbah bagi hasil
R=
Return Usaha
v
=Tingkat pemanfaatan harta
W=
Harta yang ditabung
Oleh karena itu, jika teori time value of money tidak boleh
diterapkan dalam ekonomi syari’ah, maka formula diatas tersebut dapat
digunakan. Sebab ekonomi syari’ah adlah ekonomi yang berbasis bagi hasil. Dalam
ekonomi bagi hasil, maka yang digunakan untuk mekanisme ekonominya adalah
nisbah bagi hasil dan return usaha yang terjadi secara riil. Inilah
maknanya agama Islam yang menganjurkan menggunakan konsep economic value of
time. Artinya,waktulah yang memiliki ynilai ekonomi, bukan uang memiliki
nilai waktu.
Dalam ekonomi Islam tidak mengenal time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Di dalam ekonomi Islam, penggunaan
sejenis discount rate dalam menentukan harga mu’ajjal (bayar
tangguh) dapat digunakan. Hal ini
dibenarkan dikarenakan jual beli sewa menyewa adalah sektor riil yang
menimbulkan nilai tambaha ekonomis, dan alasan lainnya seperti tertahannya hak
si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan
barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada
pihak lain.
Penggunaan discount rate dalam menghitung nisbah bagi hasil di bank syariah
dapat pula digunakan. Dalam proses penentuan nisbah ini, return on capital
harus diperhitungkan. Return on capital tergantung kepada jenis
bisnisnya dan berkaitan dengan sektor riil. Penentuan nisbah bagi hasil harus
ditentukan di awal, dan untuk itu digunakan tingkat proyeksi keuntungan. Pola
hubungan transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi
sewa menyewa. Hal inilah yang menunjukkan bahwa Islam tidak memiliki nilai
waktu. Namun waktulah yang memiliki nilai ekonomis (economic value) jika
waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain, sehingga
menjadi modal dan dapat memperoleh keuntungan. Jika waktu tersebut tidak
dimanfaatkan dengan baik, maka waktu tersebut tidak memiliki suatu nilai
ekonomi.
Dalam Islam kualitas penggunaan waktu antar individu akan berbeda-beda.
Perbedaan nilai waktu tersebut tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan
waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya.
Efektif dan efisien akan mampu mendatangkan keuntungan di dunia bagi siap saja
yang melaksanakannya. Dalam Islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia,
namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien namun juga harus
didasari dengan keimanan.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan
konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat
jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan modal. Sebaliknya, konsep
uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali
istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik
(interchange ability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
konsep time velue of money ini muncul karena
adanya anggapan uang disamakan dengan makhluk yang hidup. Makhluk hidup untuk
waktu tertentu dapat menjadi lebh besar dan berkembang. Jelas hal ini keliru
besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang dapat berkembang baik.
Dalam Islam sangat dibedakan antara uang dan modal, capital is
private goods sedangkan money
is public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods(flow
concept) dan uang tersebut menjadi milik pribadi (privategoods).
Teori
time value of money atau orang awam menyebutkan dengan istilah
sistem bunga pada bank konvensional. Ini tidak boleh diterapkan dalam ekonomi
syari’ah, karena terdapat unsur ketidak adilan sehingga muncullah ekonomi
syari’ah dengan sistem bagi hasil yang lebih menguntungkan kedua belah pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, Nur Rianto. Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan
Analisis. Bandung: Alfabeta, 2010.
Gamblin , T.E, dan R.A.A Karim. Islam and Social Accounting, Journal of
Business Finance& Accounting 13. Spring, 1996.
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00608-STIF%20Bab%202.pdf
http://www.bi.go.id/id/publikasi/seri-kebanksentralan/Documents/1.%20Uang.pdf
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007.
Muhamad.
Dasar- Dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Rahmawaty, Anita. Uang dan Kebijakan Moneter Dalam Prespektif
Ekonomi Islam, Equilibrium, 1. TP: Desember, 2013
Salam, M.S Abdel. Almuhasabah Fi-Al Islam( Accounting Islam). Kairo:
Dar Albayan Alarabi, 1982.
Sudana, Made. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan
Praktik Edisi 2. Jakarta: Erlangga, 2015.
Tawnwy, RH. Religion and the Risk of
Capitalism. Murray: Cheaper Edition, 1999.
[1]http://www.bi.go.id/id/publikasi/seri-kebanksentralan/Documents/1.%20Uang.pdf
[2]
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00608-STIF%20Bab%202.pdf
[3] Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi
Islam Konsep, Teori dan Analisis, (Bandung: Alfabeta, 2010), 58-61.
[4] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro
Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), 87-88.
[5] I Made Sudana, Manajemen Keuangan
Perusahaan Teori dan Praktik Edisi 2, (Jakarta: Erlangga, 2015), 78.
[6]Anita
Rahmawaty,“Uang dan Kebijakan Moneter Dalam Prespektif Ekonomi Islam”,Equilibrium,
1, (Desember, 2013), 194.
[7]
T.E Gamblin, dan R.A.A Karim, Islam
and Social Accounting, Journal of Business Finance& Accounting 13,(Spring,
1996), hlm. 188.
[8]
RH Tawnwy, Religion and the Risk of Capitalism, (Murray: Cheaper Edition,
1999).
[9]
M.S Abdel Salam, Almuhasabah Fi-Al Islam( Accounting Islam), (Kairo: Dar
Albayan Alarabi, 1982), hlm. 111.
[10]Muhamad,
Dasar- Dasar Keuangan Islami, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), hlm.100.
[11]
Nur Rianto Al Arif, Teori
Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis, 62-65.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar