Rabu, 19 Desember 2018

Makalah Makro Ekonomi Islam: Uang dalam Ekonomi Islam

Uang dalam Ekonomi Islam
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Makro Ekonomi Islam”

Dosen Pengampu :
Amrul Mutaqqin, M. EI




Disusun oleh :
Retno Sulistyani          (931335515)
Tanto Wiyahya            (931334315)
Anisah Musdalifah      (931333415)
Eka Sussanti                (931335715)
Vindy Beskine M        (931333414)





PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Uang dalam Ekonomi Islam” dengan tepat waktu.
Tak  lupa penulis juga mengucakan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut serta membantu dalam penyelesaian makalah. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan dapat dijadikan referensi ilmu pengetahuan.




Kediri, 31 Oktober 2017

Penulis




BAB I
Pendahuluan

1.      Latar Belakang
Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang sangat strategis dalam satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan dengan variabel lainnya. Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam satu sistem ekonomi. Sepanjang sejarah keberadaannya, uang memainkan peranan penting dalam perjalanan kehidupan modern. Uang berhasil memudahkan dan mempersingkat waktu transaksi pertukaran barang dan jasa. Uang dalam sistem ekonomi memungkinkan perdagangan berjalan secara efisien.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah, maka peradabannya pun akan semakin maju sehingga kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun akan meningkat. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga akan semakin beragam. Maka dari itu, diperlukan alat tukar yang dapat diterima semua pihak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Alat tukar inilah yang disebut dengan uang.

2.      Rumusan masalah
a.       Bagaimana konsep uang dalam teori ekonomi konvensional?
b.      Bagaimana konsep time value of money?
c.       Bagaiman perbedaan uang dan modal?
d.      Bagaimana konsep economic value of time?
3.      Tujuan
a.  Untuk mengetahui konsep uang dalam teori ekonomi konvensional.
b.  Untuk mengetahui konsep time value of money.
c.  Untuk mengetahui perbedaan uang dan modal.
d. Untuk mengetahui konsep economic value of time.







BAB II
PENJELASAN

A.    Konsep uang
Uang merupakan barang yang sangat dekat dengan kehidupan kita saat ini. Uang adalah seperti yang kita bayangkan, yaitu suatu benda yang dapat ditukarkan dengan benda lain, dapat digunakan untuk menilai benda lain, dan dapat kita simpan[1]. Dalam pengertian lain, uang adalah segala sesuatu yang secara umum diterima sebagai pembayaran atas barang atau jasa atau dalam pembayaran utang[2].
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan modal. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik (interchange ability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Perbedaan lainnya adalah konsep uang dalam ekonomi Islam adalah flow concept, dimana harta tidak boleh ditumpuk, melainkan harta yang dimiliki harus disirkulasikan. Perbedaan berikutnya tentang uang dan modal (capital). Dalam Islam uang adalah public goods, sementara modal adalah private goods. Karena sebagai public goods, maka uang tidak boileh diperdagangkan. Modal (capital) mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memnuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu memperoduksi barang lain yang pada gilirannya akan memnuhi kebutuhan manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan.
Uang tidak memiliki sifat seperti ini, ketika seseorang telah menggunakan uang maka jumlah uang itu akan berkurang bahkan bisa habis. Selain itu karena uang dalam Islam bukan sebagai komoditas yang bisa disewakan atau dijualbelikan dengan kelebihan, maka uang hanya sebagai alat tukar saja. Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang, antara sistem Kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem perekonomian Kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem Kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan, dengan ini maka uang juga dapat disewakan (leasing).
Dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah sebagai medium of change, bukan komoditas yang diperjualbelikan dengan kelebihan. Pada umumnya para ulama dan ilmuwan sosial Islam menyepakati fungsi uang sebagai alat tukar saja. Dari penjelasan di atas maka jelaslah bahwa pendapat yang menyatakan bahwa uang sebagai medium of change yaitu tidak diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menjadi perantara dalam memenuhi kebutuhan adalah pendapat yang mencerminkan kebenaran. Inilah yang kemudian menjadi acuan  jumhur ulama hingga sekarang. fungsi uang sebagai medium of change dapat digunakan dan diterima sebagai alat pembayaran.
Karakteristik penting dari uang adalah bahwa ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat dipenuhi. Inilah yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali bahwa emas dan perak hanyalah logam yang di dalam substansinya (zat itu sendiri) tidak ada manfaatnya atau tujuan-tujuannya. Menurut beliau “Keduanya tidak memiliki apa-apa, tetapi keduanya berati segala-galanya”.
Dua alasan utama memegang uang dalam ekonomi Islam, yaitu motivasi untuk transaksi dan berjaga-jaga. Motif untuk spekulasi seperti yang dikemukakan oleh Keynes tidak pernah ada dalam ekonomi Islam, sehingga permintaan uang untuk tujuan spekulasi menjadi nol dalam ekonomi Islam. Permintaan uang baik untuk transaksi maupun berjaga-jaga, keduanya merupakan fungsi dari pendapatan. Semakin besar pendapatan seseorang, maka akan semakin besar pula permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga. Motivasi berjaga-jaga muncul karena kita tidak pernah tahu kebutuhan mendadak yang mungkin terjadi di masa mendatang.[3]






Perbedaan Konsep Uang dalam Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
KONSEP ISLAM
KONSEP KONVENSIONAL
1.    Uang tidak identik dengan modal
2.    Uang adalah public goods
3.    Uang adalah flow concept
4.    Modal adalah stock concept
1.      Uang seringkali diidentikkan dengan modal
2.      Uang (modal) adalah private goods
3.      Uang (modal) adalah flow concept (menurut pendapat Irving Fisher)
4.      Uang (modal) adalah stock concept (menurut pendapat Cambridge School)

B.     Time Value of Money
Dalam Islam tidak dikenal adanya time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Konsep time value of money muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan makhluk yang hidup. Makhluk hidup untuk waktu tertentu dapat menjadi lebh besar dan berkembang. Jelas hal ini keliru besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang dapat berkembang baik.[4]
Dalam ekonomi konvensional, time value of money didefinisikan sebagai:
A dollar today is worth more then a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return”.
Definisi ini tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan hasil positif, hasil negatif, atau tidak mendapatkan hasil. Itu sebabnya dalam teori keuangan, selalu dikenal risk return relationship. Bagi ekonomi konvensional ada dua hal yang menjadi argumentasi mereka akan konsep time value of money, yaitu:
1.    Presence of inflation
Dengan memasukkan tingkat inflasi dalam perekonomian, diasumsikan tingkat inflasi dalam perekonomian sebesar 10% per tahun. Sehingga bila seseorang dapat membeli sepuluh potong pisang goreng hari ini dengan membayar Rp 10.000,00;. Namun, bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama yaitu Rp 10.000,00;, maka ia hanya akan dapat membeli sembilan pisang goreng, dikarenakan ada kenaikan harga atas pisang goreng tersebut. Oleh karena itu, dalam ekonomi konvensioanal sebagai akibat adanya penurunan daya beli akibat inflasi maka orang kan meminta kompensasi.
Argumen pertama ekonomi konvensional ini tidak dapat diterima karena dianggap tidak lengkap kondisisnya, karena dalam setiap perekonomian akan selalau ada keadaan inflasi (kenaikan harga) dan (deflasi penurunan harga). Bila keberadaan inflasi menjadi alasan adanya time value of money, maka seharusnya keberadaan deflasi harus menjadi alasan pula. Dengan ini, maka argumentasi pertama tentang ekonomi konvensional ini terbantahkan.
2.    Preference present consumption of future consumption
Bagi individu umumnya, present consumption lebih disukai daripada future consumption. Diasumsikan tingkat inflasi nihil, sehingga dengan uang Rp 10.000,00; seseorang tetap dapat membeli sepuluh pisang goreng hari ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi sepuluh pisang goreng hari ini lebih disukai daripada mengkonsumsi sepuluh pisang goreng tahun depan. Dengan argumentsi ini, meskipun suatu perekonomian tingkat inflasi nihil, seseorang lebih menyukai Rp 10.000,00; hari ini dan mengkonsumsi hari ini. Oleh karena itu, sebagai kesediaan orang tersebut mau menunda konsumsi, maka dalam ekonomi konvensional dapat meminta kompensasi.
Untuk argumentasi kedua ini, ekonomi konvensional mengabaikan ketidakpastian hasil yang akan diterima. Bila unsur ketidakpastian hasil ini dimasukkan, ekonom konvensional menyebut kompensasinya sebagai discount rate. Jadi dalam ekonomi konvensional, ketidakpastian hasil ini dipertukarkan dengan sesuatu yang pasti yaitu premium for uncertainty.
       Keadaan menukar ketidakpastian dengan sesuatu yang pasti inilah yang ditolak dalam ekonomi Islam, yaitu karena terjadinya suatu keadaan al ghunmu bi la ghurmi dan al kharaj bi la dhaman. Sebenarnya keadaan ini ditolak pula oleh teori keuangan, dengan adanya hubungan antara risiko dengan tingkat hasil, karena tingkat hasil harus sejalan dengan tingkat risiko yang dihadapi. Jika ingin mengharapkan tingkat hasil yang tinggi biasanya harus menghadapi tingkat risiko yang tinggi pula.
Jumlah uang yang sama jika diterima pada waktu yang berbeda memiliki nilai yang berbeda. Jumlah uang yang sama jika diterima sekarang nilainya lebih besar dibandingkan jika diterima beberapa waktu di kemudian hari. Hal ini terjadi karena sejumlah uang yang diterima sekarang bisa diinvestasikan sehingga nilainya akan menjadi lebih besar di masa yang akan datang.
Konsep nilai waktu uang penting untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan di bidang keuangan, baik keputusan investasi maupun keputusan pembelanjaan, terutama keputusan yang sifatnya jangka panjang. Pada investasi jangka panjang, pengeluaran kas utuk innvestasi dilakukan pada periode waktu tertentu, tetapi penerimaan arus kas yang dihasilkan dari investasi tersebut biasanya memakan waktu lebih dari satu periode atau diterima secara bertahap. Dengan demikian, karena adanya perbedaan waktu antara saat arus kas dikeluarkan untuk investasi dan saat arus kas diterima sebagai hasil dari investasi, maka akan terjadi perbedaan nilai waktu uang atas arus kas tersebut. Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan investsi jangka panjangperlu dipertimbangkan konsep nilai waktu uang.
Dengan perkembangan teknologi beberapa dekade terakhir ini, penerapan konsep nilai waktu uang juga banyak diterapkan dalam pengambilan keputusan investasi dan pembelanjaan yang sifatnya jangka pendek. Hal ini tampak dari adanya penawaran produk perbankan dengan bunga harian. Kondisi ini menunjukkan bahwa, bank konvensional tidak hanya bersaing dalam menghimpun dana masyarakat dengan menawarkan tingkat bunga yang menarik, tetapi juga bersaing dalam jangka waktu perhitungan bunga.[5]
C.    Uang dan modal
Dalam Islam, capital is private goods sedangkan money is public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods(flow concept) dan uang tersebut menjadi milik pribadi (privategoods), uraian mengenai konsep uang sebagai flow concept dan public goods dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Uang sebagai flow concept
Dalan Islam, uang adalah flow concept sedangkan kapital adalah stock cocnept. Semakin cepat perputaran uang maka semakin baik. Uang dapat diibaratkan seperti air. Jika air dialirkan maka air tersebut akan bersih dan sehat. Namun, jika air dibiarkan menggenang dalam suatu tempat, maka air tersebut akan keruh (kotor). Demikian juga halnya dengan uang uang yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran ekonomi dan kesehatan masyarakat. Sementara itu, jika uang ditahan (menimbun uang), maka dapat menyebabkan macertnya roda perekonomian sehingga dapat menimbulkan krisis ekonomi. Untuk itu, uang perlu digunakan untuk investasi di sektor riil. Jika uang hanya disimpan, maka bukan saja tidak mendapatkan return, tetapi juga dikenakan zakat.
2.      Uang sebagai public goods
Uang sebagai public goods memiliki  ciri sebagai barang yang dapat digunakan oleh masyarakat tanpa menghalangi orang lain untuk menggunakannya. Uang sebagai public goods diibaratkan jalan raya dan capital sebagai private goodsdiibaratkan dengan kendaraan. Jalan raya dapat digunakan oleh siapa saja tanpa terkecuali, tetapi masyarakat yang mempunyai kendaraan berpeluang lebih besar dalam pemanfaatan jalan raya dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mempunyai kendaraan. Begitu pula dengan uang.
Uang sebagai public goods dapat dimanfaatkan lebih banyak oleh masyaraka yang lebih kaya. Hal ini bukan karena simpanan mereka di bank, tetapi karena aset mereka, seperti rumah, mobil, saham dan lain-lain yang digunakan disektor produksi sehingga memberikan peluang yang lebih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang. Jadi, semakin tinggi tingkat produksi maka akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari uang (public goods) tersebut. Oleh karena iu, penimbunan dilarang karena menghalangi orang lain menggunakan public goods tersebut.[6]

D.    Konsep Economic Value of Time
Perkembangn teori keuangan Islam telah mengemukakan dan memunculkan teori keuangan Islam yang mengandung Polemik. Polemik adalah suatu permasalahan yang berhubungan dengan masalah riba. Tapi ada suatu pertanyaan mendasar, apakah benar jika dianggap bahwa dosa riba adalah akibat teori Time Value Of Money? Padahal kebanyakan apayang disebut Al-Qur’an dan Bible tentang riba tampaknya menyangkut kegiatan yang mengambil keuntungan dari kaum fakir miskin.[7] Oleh karena itu ada hal yang harus dijelaskan oleh teori Time Value Of Money dalam kaitannya dengan permasalahan riba dalam pandangan Islam, dan teori economic value of time yang dibenarkan menurut pandangan Islam.
Teori tersebut dikembangkan pada abad ke-7 Masehi. Pada saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan selama periode itu, sehingga hubugan debitur dan kreditur  yang muncul bukan karena akibat transakasi dagang langsung, namun jelas merupakan transaksi permintaan uang.
Tentu saja prinsip alat tukar ini sebagaimana sekarang dipahami semua Negara Islam dimana saja, tetapi akhirnya akan condong kepada riba yang diharamkan. Dapat dipermasalahkan bahwa penolakan terhadap segala bentuk bunga dapat dibenarkan apabila dapat diperdebatkan apakah teori Time Value Of Money benar-benar terjadi. Investasi dalam obligasi pemerintah yang stabil, adalah bebas dari resiko tidak dibayar, tetapi tidak bebas dari kerugian penyusutan nilainya yang sudah merupakan kenyataan sejarah di seluruh dunia.
Pandangan semula yang melarang riba dalam gereja Kristen memberikan kesempatan pada Jahudi Diaspora untuk mengambil peranan usaha  pada bank. Namun perkembangan berikutya terhadap riba  lebih laku dan cenderung membagi masalahnya pada aspek dunia dan akhirat, dan memberikan kesempatan bagi Kristen untuk melaksankan kegiatan simpan pinjam.[8] Hal ini membuktikan bahwa pengalaman yang biasa menimbulkan kontroversi tentang bagaimana melaksanakan bisnis yang benar sesuai dengan ketentuan Tuhan. Pemisahan Antara spiritual dan sekuler belum membebaska masyarakat barat dari perasaan berdosa akibat kegiatan bisnis. Ternyata juga tidak ada pengaruh syari’ah terhadap pedagang Arab yang jujur dan dermawan. Respon masyarakat adalah sama-sama wajar, di Barat kita melihat perkembangan Undang- Undang jaminan sosial mulai dari Elizabethan Poor Law sampai sekarang ini. Sebagaimana disebutkan syari’ah mengandung banyak aturan untuk memerangi kemiskinan melalui zakat.[9]
Landasan atau keadaan yang digunakan oleh ekonomi konvensional inilah yang ditolak dalam ekonomi syari’ah yaitu keadaan alghunmu bi al ghurni (mendapatkan hasil tanpa memperhatikan suatu resiko) dan al kharaj bi la dhaman (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan suatu biaya). Sebenarnya keadaan ini juga ditolak oleh teori keuangan, yaitu dengan menjelaskan adanay hubugan Antara risk anda return, bukanlah return gooes along with risk?
Dalam pandangan Islam mengenai waktu, waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam adalam sehari, 7hari dalam sepekan. Nilai waktu antara satu orang yang lainnya akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi, faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semaikn efektif (tepat guna) dan efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya .
Didalam Islam keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan didunia berarti keimanan yang tidak diamalkan. Jika ditarik dalam konteks ekonomi, maka keuntungan adalah diperoleh setelah menjalankan aktifitas bisnis. Jadi, barang siapa yang melakukan aktivitas bisnis secara efektif dan efisien, ia akan mendapatkan keuntungan.
Dalam ekonomi syari’ah, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan harga bai’ muajjal (membayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dibenarkan karena:
1.      Jual beli dan sewa menyewa adlah sector riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis)
2.      Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya , sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya pada pihak lain.
Begitu pula penggunaan discount rate dalam menentukan nisbah bagi hasil, dapat digunakan. Nisbah ini akan dikalikan dengan pendapatan actual, bukan dengan pendapatan yang diharapkan. Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli ataupun transaksi sewa menyewa, karena dalam transaksi bagi hasil hubungannya bukan Antara penjual dan pembeli atau penyewa dan yang menyewakan. Dalam transaksi bagi hasil, yang adalah hubungan Antara pemodal dengan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi, tidak ada pihak yang melaksanakan kewajibannya namun masih tertahan haknya. Shahibul maal telah melaksankan kewajibannya, yaitu dengan memberikan sejumlah modal yang memproduktifkan modal (mudharib) juga telah melaksanakan kewajibannya. Hak bagi shahibul maal dan mudharibadalah berbagi hasil atas pendapatan dan keuntungan tersebut, sesuai kesepakatan kedua pihak diawal.[10]
Perbedaan Antara Interest Rate dengan Discount Rate dalam Pandangan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syari’ah
Certainty Return
Uncertainty Return
Ekonomi Konvensional
Ekonomi Syari’ah
Ekonomi Konvensional
Ekonomi Syari’ah
Interest Rate ditentukan oleh:
Keuntungan daam jual beli atau sewa menyewa secara bayar tangguh ditentukan oleh:
Discount Rate ditentukan oleh:


Discount Rate ditentukan atas dasar harapan keuntungan (expected return) dan digunakan untuk menentukan nisbah bagi hasil dimana:
1.      Preferency Current concumption
2.      Expected Inflation
1.      Tingkat keuntungan setiap kali transaksi
2.      Frekuensi transaksi dalam satu periode
1.     Preferency Current consumption
2.     Expected Inflation
3.     Premium for uncertainty, Dengan kata lain, actual return dilaksanakan harus sama dengan expectedreturn-nya
1.      Bagi hasil yang harus dibayar adalah nisbah bagi hasil dikalikan dengan pendapatan aktualnya
2.      Pendapatan actual tidak harus sama dengan pendapatan yang diharapkan

Ajaran Islam mendorong pemeluknya untuk selalu menginvestasikan tabungannya. Disamping itu, dalam melakukan investasi tidak menuntut secara pasti hasil yang akan datang. Hasil investasi di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh banyak factor. Baik factor yang dapat diprediksi maupun tidak. Faktor yang dapat diprediksi atau dihitung sebelumnya adalah: beberapa banyaknya modal, berapa banyak nisbah yang disepakati dan beraa kali modal dapat diputar. Sedangkan factor yang efeknya tidak dapat dihitung secara pasti atau sesuai dengan kejadian adalah return (perolehan usaha).
Berdasarkan hal diatas, maka dalam mekanisme investasi menurut islam, persoalan nilai waktu uang yang diinformasikan dalam bentuk bunga adalah tidak dapat diterima. Dengan demikian, perlu dipikirkan bagaimana formula pengganti yang seiring dan senilai dengan jiwa Islam. Hubungan formula tersebut dapat ditemukan formula investasi menurut pandangan Islam sebagai berikut:
Y= (QR) vW
Dimana:
            Y= Pendapatan
            Q= Nisbah bagi hasil
            R= Return Usaha
            v =Tingkat pemanfaatan harta
            W= Harta yang ditabung
Oleh karena itu, jika teori time value of money tidak boleh diterapkan dalam ekonomi syari’ah, maka formula diatas tersebut dapat digunakan. Sebab ekonomi syari’ah adlah ekonomi yang berbasis bagi hasil. Dalam ekonomi bagi hasil, maka yang digunakan untuk mekanisme ekonominya adalah nisbah bagi hasil dan return usaha yang terjadi secara riil. Inilah maknanya agama Islam yang menganjurkan menggunakan konsep economic value of time. Artinya,waktulah yang memiliki ynilai ekonomi, bukan uang memiliki nilai waktu.
Dalam ekonomi Islam tidak mengenal time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Di dalam ekonomi Islam, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan harga mu’ajjal (bayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini  dibenarkan dikarenakan jual beli sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan nilai tambaha ekonomis, dan alasan lainnya seperti tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
Penggunaan discount rate dalam menghitung nisbah bagi hasil di bank syariah dapat pula digunakan. Dalam proses penentuan nisbah ini, return on capital harus diperhitungkan. Return on capital tergantung kepada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor riil. Penentuan nisbah bagi hasil harus ditentukan di awal, dan untuk itu digunakan tingkat proyeksi keuntungan. Pola hubungan transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa. Hal inilah yang menunjukkan bahwa Islam tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang memiliki nilai ekonomis (economic value) jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain, sehingga menjadi modal dan dapat memperoleh keuntungan. Jika waktu tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, maka waktu tersebut tidak memiliki suatu nilai ekonomi.
Dalam Islam kualitas penggunaan waktu antar individu akan berbeda-beda. Perbedaan nilai waktu tersebut tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan mampu mendatangkan keuntungan di dunia bagi siap saja yang melaksanakannya. Dalam Islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien namun juga harus didasari dengan keimanan.[11]





















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan modal. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik (interchange ability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
konsep time velue of money ini muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan makhluk yang hidup. Makhluk hidup untuk waktu tertentu dapat menjadi lebh besar dan berkembang. Jelas hal ini keliru besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang dapat berkembang baik.
Dalam Islam sangat dibedakan antara uang dan modal, capital is private goods sedangkan money is public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods(flow concept) dan uang tersebut menjadi milik pribadi (privategoods).
Teori time value of money  atau orang awam menyebutkan dengan istilah sistem bunga pada bank konvensional. Ini tidak boleh diterapkan dalam ekonomi syari’ah, karena terdapat unsur ketidak adilan sehingga muncullah ekonomi syari’ah dengan sistem bagi hasil yang lebih menguntungkan kedua belah pihak.












DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, Nur Rianto. Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis. Bandung: Alfabeta, 2010.
Gamblin , T.E, dan R.A.A Karim.  Islam and Social Accounting, Journal of Business Finance& Accounting 13. Spring, 1996.
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00608-STIF%20Bab%202.pdf
http://www.bi.go.id/id/publikasi/seri-kebanksentralan/Documents/1.%20Uang.pdf
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007.
Muhamad. Dasar- Dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Rahmawaty, Anita. Uang dan Kebijakan Moneter Dalam Prespektif Ekonomi Islam, Equilibrium, 1. TP: Desember, 2013
Salam, M.S Abdel. Almuhasabah Fi-Al Islam( Accounting Islam). Kairo: Dar Albayan Alarabi, 1982.
Sudana, Made. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktik Edisi 2. Jakarta: Erlangga, 2015.
Tawnwy, RH. Religion and the Risk of Capitalism. Murray: Cheaper Edition, 1999.





[1]http://www.bi.go.id/id/publikasi/seri-kebanksentralan/Documents/1.%20Uang.pdf
[2] http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00608-STIF%20Bab%202.pdf
[3] Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis, (Bandung: Alfabeta, 2010), 58-61.
[4] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), 87-88.
[5] I Made Sudana, Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktik Edisi 2, (Jakarta: Erlangga, 2015), 78.
[6]Anita Rahmawaty,“Uang dan Kebijakan Moneter Dalam Prespektif Ekonomi Islam”,Equilibrium, 1, (Desember, 2013), 194.
[7] T.E Gamblin, dan R.A.A Karim,  Islam and Social Accounting, Journal of Business Finance& Accounting 13,(Spring, 1996), hlm. 188.
[8] RH Tawnwy, Religion and the Risk of Capitalism, (Murray: Cheaper Edition, 1999).
[9] M.S Abdel Salam, Almuhasabah Fi-Al Islam( Accounting Islam), (Kairo: Dar Albayan Alarabi, 1982), hlm. 111.
[10]Muhamad, Dasar- Dasar Keuangan Islami, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), hlm.100.
[11] Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis, 62-65.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Kewirausahaan: Transformasi, Inovasi dan Kreativitas Kewirausahaan

RESUME TRANSFORMASI KEWIRAUSAHAAN, TEORI INOVASI DAN KREATIVITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KEWIRAUSAHAAN Dosen Peng...