MAKALAH
MEREBUT HATI WAJIB PAJAK DENGAN
PENERAPAN MANAJEMEN MARKETING MODERN
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
PERPAJAKAN
Dosen
Pengampu :
Sri
Anugerah Natalina
Disusun oleh :
Nama NIM
Retno
Sulistiyani (931335515)
Nikmahtul
Ulfa Mufarida (931337615)
Fendik
Wahyu Ermawan (931339715)
Elok
Nurul Fadhilah (931339515)
JURUSAN
SYARI’AH
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
KEDIRI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
pajak merupakan
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat timbal balik
secara langsung dan digunakan untuk keperluan kesejahteraan rakyat. Maka dari
itu melakukan pembayaran bajak sangat penting untuk menunjang pemerintah dalam
proses mensejahterakan rakyat. Namun demikian, terdapat banyak hambatan atau
rintangan dalam proses pembayaran pajak itu sendiri. Kesadaran wajib pajak
disini sangat penting untuk membantu proses pembayaran pajak di Indonesia ini.
Untuk itu menarik hati wajib pajak merupakan hal yang utama dalam permasalahan
tentang pajak saat ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kesadaran membayar pajak masyarakat
saat ini?
2.
Bagaimana respon masyarakat terhadap pajak?
3.
Apa saja perlawanan terhadap pajak?
4.
Bagaimana cara menarik hati wajib pajak supaya
mau membayar pajak?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui bagaimana kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.
2.
Untuk
mengetahui respon masyarakat terhadap pajak.
3.
Untuk
mengetahui apa saja perlawanan terhadap pajak.
4.
Untuk
mengetahui bagaimana cara menarik hati wajib pajak agar ,au untuk membayar
pajak.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat disusunnya makalah ini adalah untuk
memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang bagaimana cara merebut hati wajib
pajak dengan penerapan managemen marketing modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kesadaran Bernegara dan Kesadaran Membayar Pajak.
Kesadaran bernegara merupakan tujuan kegiatan dan fungsi pemerintah
dan dipihak lain merupakan syarat bagi tercapainya tujuan-tujuan negara yang
telah ditetapkan. Masyarakat yang sudah tinggi kesadaran bernegara akan ikut
berpartisipasi dan membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya,
oleh karena kegiatan tersebut ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Bantuan
dan partisipasi tersebut terwujud dalam bentuk melaksanakan tugas yang
dibebankan oleh negara, seperti membayar pajak.[1]
Sebaliknya tugas pemerintah ditujukan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk bernegara. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah, pendidikan
informal melalui media (televisi, media massa, dan radio), peningkatan
kesehatan masyarakat, pemilihan umum, dan lain sebagainya juga ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran bernegara masyarakat. Dalam hal ini kebijakan perpajakan
dapat juga dijadikan alat atau instrumen untuk melaksanakan atau meningkatkan kesadaran
bernegara tersebut.
Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang
penting bagi negara dalam membiayai pengeluaran yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu pemerintah harus melakukan
usaha untuk memungut pajak dari masyarakat dan senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak. Kesadaran masyarakat membayar
pajak sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat.
Semaikin tinggi pengetahuan masyarakat akan semakin mudah untuk menyadarkan
masyarakat, bahwa dalam kehidupan tidak ada satu pun yang diperoleh tanpa
membaya, atau mengorbankan sesuatu. Semua yang dinikmati oleh seseorang akan
dibayar sendiri oleh yang bersangkutan, atau bisa juga dibebankan kepada pihak
lain. Misalnya seseorang yang mengendarai mobil pada suatu kota yang belum
pernah disinggahinya sebelumnya dapat melewati jalan raya yang cukup baik yang
dibangun oleh pemerintah, tanpa harus membayar biaya apapun sama sekali.
Walaupun orang tersebut tidak mengeluarkan pengorbanan untuk ikut serta
membangun jalan tersebut, tetapi ia dapat menikmatinya secara gratis. Tanpa
disadarinya sebenarnya jalan tersebut dibiayai oleh sekelompok masyarakat lain
yang membayar pajak kepada pemerintah, yang mungkin tidak mendapatkan manfaat
langsung (pada saat itu juga) dari dibangunnya jalan tersebut. Hal ini memang
ciri khas pajak bahwa orang yang membayar pajak tidak akan mendapatkan balas
jasa secara langsung dari apa yang dibayarkannya, akan tetapi balasannya berupa
fasilitas-fasilitas umum yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.[2]
Contoh diatas apabila dilihat lebih jauh sebenarnya telah
terjadi “ketidakadilan” dalam
pengorbanan dan penerimaan manfaat atas pungutan pajak dan hasil aktifitas
pemerintah yang dibiayai dari pajak. Orang tersebut, yang tidak ikut membayar
pajak ternyata memperoleh kenikmatan atas pembangunan jalan raya tersebut,
sementara mungkin saja orang yang membayar pajak justru tidak memperoleh
kenikmatan atas pembangunan jalan raya tersebut karena ia tidak menggunakan
jalan raya tersebut.
Keadaan ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk memberikan
kesadaran kepada masyarakat tentang mengapa mereka harus membayar pajak,
besarnya beban dan manfaat yang diperoleh dari membayar pajak, dan berbagai
hasil dari aktifitas pemerintah yang dibiayai dari pajak. Hal ini perlu agar
masyarakat tidak merasa membayar pajak itu adalah beban semata, yang secara
ekonomis tidak membawa manfaat langsung kepadanya. Kesadaran membayar pajak ini
sangat erat kaitannya dengan kesadaran bernegara.
B.
Respon Masyarakat terhadap Pajak.
Moralitas pajak yang tinggi merupakan kondisi yang diinginkan oleh
setiap pemerintah di dunia. Hanya saja kondisi ideal ini tidak selalu dapat
diwujudkan, mengingat setiap anggota masyarakat memiliki persepsi yang
berbeda-beda tentang pajak. Buat sebagian besar masyarakat membayar pajak
merupakan beban yang senantiasa harus dihindari agar tidak mengurangi kekayaan.
Sehubungan dengan sifat dan sikap masyarakat dalam melakukan
kewajiban perpajakannya ini menurut pengamat Herbert Kelman, seorang pakar
psikologi sosial dalam bukunya “Problem in Social Psychology” tahun 1966,
menyatakan bahwa terdapat tiga perilaku orang mau membayar pajak, yaitu[3]
a.
Compliance attitude,
merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena takut dihukum
apabila menyembunyikan pajak atau tidak membayar pajak. Pada tingkatan ini
orang membayar pajak bukan didasarkan atas kesadaran akan pentingnya pajak bagi
negara dan dirinya sendiri. Akan tetapi lebih didorong oleh adanya rasa takut,
sehingga sikap ini tidak membangun dalam sistem perpajakan. Hal ini berarti
apabila suatu saat peraturan yang mengatur tentang pemungutan pajak agak lemah,
atau kurangnya pengawasan atau pemerintah tidak tegas melakukan peraturan yang
ada maka masyarakat akan berusaha untuk menyembunyikan atau bahkan tidak
membayar pajak.
b.
Identification attitude,
merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena di dorong oleh rasa
senang atau rasa hormat kepada petugas pemerintah, khususnya petugas pajak. Sikap
ini lebih menonjolkan akan adanya pelayanan dan kinerja yang dimiliki oleh
aparat pemerintah terlebih lagi petugas pajak, sehingga belum termasuk yang
ideal dalam system perpajakan. Karena apabila suatu saat aparat pemerintah
tidak menunjukkan kinerja sebagaimana mestinya, maka masyarakat akan dapat
urung niatnya untuk membayar pajak.
c.
Internalization attitude, merupakan
suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena kesadaran bahwa pajak itu
memang berguna bagi dirinya maupun bagi negara. Sikap inilah yang sangat ideal
untuk dimiliki oleh masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, terlebih
lagi bagi negara yang menganut self assesment system. Karena pembayaran pajak
yang dilakukan didasarkan atas dorongan dari dalam diri masyarakat, serta mampu
melihat secara luas akan fungsi dan kegunaan pajak secara makro.
Salah satu dari
ketiga sikap tersebut di atas pastilah dimiliki oleh setiap masyarakat pembayar
pajak. Namun sikap manapun yang dimiliki, umumnya belum terlepas dari masalah
berikut seperti adanya kesalahan dilakukan wajib pajak. Untuk itu, apabila
wajib pajak ternyata salah dalam menghitung dan menetapkan sendiri yang harus
diikuti dengan pelaporan besarnya jumlah pajak terhutang, pihak Direktorat
Jenderal Pajak (melalui Kantor Pelayanan Pajak) akan mengeluarkan ketetapan
tentang berapa jumlah pajak yang terhutang sebenarnya.
C.
Perlawanan terhadap Pajak.
Berdasarkan
perilaku wajib pajak yang telah dikemukakan di atas, pada dasarnya wajib pajak
akan memandang pajak sebagai beban, dan sudah menjadi sifat dasar manusia untuk
selalu mengurangi beban seminimal mungkin. Secara umum ada tiga tahapan yang
akan dilakukan seorang wajib pajak yang dikenakan pajak. Langkah pertama yang
diambil oleh wajib pajak adalah berusaha menghindari pajak, baik dengan upaya
yang legal maupun upaya yang tidak legal. Apabila upaya penghindaran ini tidak
dapat dilakukan maka ia akan menerima pajak itu sebagai kewajiban, tetapi ia
akan mengambil langkah kedua, yaitu berusaha untuk mengurangi beban pajak
seminimal mungkin. Usaha ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara yang
legal maupun yang tidak legal. Apabila hal ini ternyata tidak dapat dilakukan
secara maksimal maka barulah ia akan membayar pajak tersebut.[4]
Dari apa yang
dikemukakan di atas tampak bahwa membayar pajak adalah langkah keetiga yang
diambil oleh wajib pajak. Sebelum sampai pada tahapan membayar pajak, wajib
pajak mungkin akan terlebih dahulu melakukan perlawanan terhadap pajak. Pada
prinsipnya ada dua jenis perlawanan terhadap pajak, yaitu perlawanan aktif dan
perlawanan pasif. Keadaan ini harus dipahami benar oleh fiskus dalam
melaksanakan tugasnya untuk membimbing, mengarahkan, membina, dan mengaawasi
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
a.
Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit
pemungutan pajak dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu
negara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan teknik
pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan pasif sangat terkait dengan faktor
eksternal pemungutan pajak dan terkait dengan kondisi makro yang berlangsung
pada suatu negara. Sebagai contoh pajak atas penghasilan yang biasanya telah
terintregasi dalam suatu sistem ekonomi yang sifatnya industrial, pada
hakikatnya kurang tepat bagi negara agraris. Hal ini didasarkan oleh karena di
negara agraris, dalam praktik pada hakikatnya tidak mungkin diadakan perkiraan
pendapatan secara teliti, antara lain karena para petani kebanyakan tidak
mempunyai bakat untuk tata pembukuan. Oleh karena itu banyak negara
keuntungan-keuntungan para petani yang dikenakan pajak ditentukan dengan
perkiraan jumlah bulat atas dasar pendapatan nilai sewa ataupun atas dasar luasnya
tanah yang dikerjakan.
Perkembangan intelektual dan moral masyarakat sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pemungutan pajak, karena apabila tingkat pengetahuan
masyarakat masih rendah tentu akan sulit bagi fiskus untuk mengharuskan wajib
pajak untuk menghitung pajak sendiri dan melaporkan perhitungan dan pembayaran
pajaknya dengan disertai pembukuan yang teliti dan dokumen pendukung yang
lengkap. Hal ini akan menyulitkan fiskus untuk memeriksa apakah wajib pajak
telah melakukan perhitungan pajak secara benar, dan sebagai akibatnya
perhitungan dan penetapan pajak sebenarnya yang harus dibayar oleh wajib pajak
akan memakan waktu yang lebih lama. Dalam skala besar hal ini akan menghambat
penerimaan pajak.
Perlawanan pasif juga terdapat pada sistem kontrol tidak dilakukan
dengan efektif atau bahkan tidak dapat diadakan. Fiskus memiliki kewenangan
untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak agar mereka memenuhi kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila ternyata peraturan
perundang-undangan tentang perpajakan tidak mengatur kewenangan ini secara
jelas maka fiskus akan kesulitan untuk memeriksa wajib pajak, baik dengan
pemeriksaan kantor atas dokumen yang disampaikan oleh wajib pajak maupun dengan
melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan bahwa wajib pajak tidak
melakukan kecurangan ataupun penggelapan pajak. Tanpa aturan yang jelas dan
tegas wajib pajak akan menghalangi fiskus untuk melaksanakan kewenangannya
tersebut, yang berarti ia telah melakukan perlawanan pajak. Tetapi perlawanan
pajak secara pasif ini sebenarnya dimungkinkan oleh negara akibat dari tidak
jelasnya sistem kontrol terhadap wajib pajak.
b.
Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak.[5]
Perlawanan aktif dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1.
Menghindarkan Diri dari Pajak.
Menghindarkan
diri dari pajak merupakan langkah yang paling mudah dilakukan oleh wajib pajak
yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan
untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal
yang dapat dikenakan pajak. Penghindaran diri dari pajak dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu, pertama penghematan pajak maksudnya dengan cara menahan
diri untuk tidak membeli produk-produk yang dikenakan pajak atau mengurangi
produktifitas sehingga akan mengurangi penghasilan yang akan dikenakan pajak. Kedua
penghindaran pajak dengan cara mengecilkan objek pajak yang menjadi dasar
pengenaan pajak secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil pajak terhutang.
2.
Mengelakkan Pajak.
Apabila
penghindaran diri dari pajak tidak dapat dilakukan hal kedua yang mungkin
dilakukan oleh wajib pajak adalah mengelak dari pajak yaitu dengan cara
menyembunyikan keadaan atau perbuatan yang sebenarnya dapat dikenakan pajak
dengan misalnya menyatakan yang tidak benar atau memberi data yang tidak benar
kepada fiskus.[6]
3.
Melalaikan Pajak.
Perlawanan
aktif yang terakhir adalah melalaikan pajak yaitu dengan cara menolak membayar
pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi ketentuan formal yang harus
dipenuhi olehnya. Yang paling banyak digunakan adalah dengan usaha menggagalkan pemungutan pajak dengan
menghalang-halangi penyitaan dengan cara melenyapkan barang-barang yang
sekiranya dapat di sita oleh fiskus. Misalnya memindah-tangankan atas nama
istri atau orang lain barang yang telah disita.[7]
Dengan demikian maka perlu bagi pemerintah untuk menggunakan
manajemen marketing modern untuk memudahkan masyarakat dalam membayar atau
berkonsultasi tentang pajak sehingga kesadaran masyarakat akan kewajiban
membayar pajak bisa teratasi. Misalnya dengan kebijakan
D. Kring
Pajak, Perubahan
adalah sebuah kepastian. Tidak ada yang tetap di dunia ini kecuali perubahan
itu sendiri. setiap individu, organisasi, maupun perusahaan harus berubah
mengikuti perkembangan zaman jika ingin tetap bertahan. Apa yang ada di benak
anda ketika berpikir tentang institusi pemerintahan di negeri ini? Pasti banyak
dari kita yang membayangkan tentang birokrasi yang bobrok dengan segenap
permasalahan inefisiensi kinerja khas Pegawai Negeri Sipil dan tumpukan kasus
korupsi yang melanda. Memang bayangan anda tidak salah, itulah potret birokrasi
warisan penjajahan di negeri kaya ini. Tetapi marilah kita tengok lagi upaya
perbaikan yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Ditengah
carut marut nya kondisi institusi pemerintahan Indonesia, Direktorat Jenderal
Pajak menjadi pioneer dalam hal reformasi birokrasi di negeri
ini.
Salah satu produk yang dihasilkan Direktorat
Jenderal Pajak dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat adalah
Kring Pajak, yaitucontact center yang memungkinkan setiap
masyarakat untuk bertanya segala hal tentang pajak, atau bahkan melaporkan
pengaduan seputar penyimpangan pelaksanaan pelayanan perpajakan yang diterima
masyarakat. Caranya pun cukup mudah, masyarakat bisa menelepon ke 500200 dengan
kode regional masing-masing seperti DKI Jakarta dengan kode (021) atau daerah
Bandung dengan kode (022) dan yang lainnya, dengan tarif pulsa lokal.
Apa yang menarik dari Kring Pajak ini? Layanan
yang diberikan Kring Pajak tidak seperti layanan yang diberikan oleh call
center lain di negeri ini yang terbatas pada informasi umum yang biasanya
berhubungan dengan data pribadi dari penelepon. Misalnya call center perbankan
mungkin akan melayani nasabahnya seputar kartu ATM yang nyangkut, dana yang
ditransfer belum diterima, atau tagihan kartu kredit yang tidak sesuai
penggunaannya. Atau mungkin kita juga pernah menelepon call center penyedia
jasa telekomunikasi dan kita melaporkan pengisian pulsa yang belum berhasil
atau pencurian pulsa, Kring Pajak akan melayani anda lebih dari itu. Anda dapat
bertanya apa saja tentang pajak, berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Anda pun
bebas bertanya mulai dari SPT Tahunan anda, seputar tagihan PBB, cara
penghitungan pajak berdasarkan profesi, sampai ke peraturan perpajakan mulai A
sampai Z. jangan khawatir pertanyaan anda tidak bisa dijawab, karena jika agent
Kring Pajak tidak bisa menjawab pertanyaan, maka akan dieskalasi ke team leader
yang siap membantu agent, jika memang ternyata permasalahannya lebih rumit dari
itu, anda cukup menunggu di telepon balik oleh Kring Pajak begitu mereka
selesai berkonsultasi dengan pihak yang lebih kompeten menjawab permasalahan.
Layanan dalam bentuk pengaduannya pun kelas
bintang lima, anda tidak perlu khawatir terhadap laporan anda karena
kerahasiaan dari penelepon akan dijamin. Silahkan berbicara jika ada
pelanggaran kode etik, peraturan perpajakan, pidana yang dilakukan pegawai
pajak. Bahkan pengaduan mengenai pelayanan yang kurang memuaskan atau sarana
kantor yang kurang memadai pun akan dilayani. Pernah ada komplain dari
masyarakat terhadap staff dari salah satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang
tidak tersenyum ketika melayani masyarakat, atau ada lagi pengaduan tentang
lantai yang kurang bersih di KPP akibat musim hujan yang menimbulkan becek. Hal
ini tetap dilayani dan ditindaklanjuti demi terciptanya customer satisfaction,
yaitu masyarakat yang puas akan layanan dari Direktorat Jenderal Pajak.
Kring Pajak mempunyai teknologi di bidang contact
center yang relatif sama dengan contact center lainnya.
Tetapi mereka mempunyai keunggulan di bidang sumber daya manusia. Dikala
kebanyakan contact center memakai tenaga outsorcing dalam
menjalankan fungsi pelayanan contact centernya, kring pajak memakai
tenaga expert yang merupakan pegawai berpengalaman di bidang
perpajakan. Pada prinsipnya, bagaimana bisa orang menanyakan hal ihwal
informasi perpajakan kepada orang yang tidak mengerti permasalahannya. Itu yang
menjadi keunikan sekaligus keunggulan Kring Pajak dibandingcontact center lainnya.
Jangankan tenaga outsourcing, pegawai yang sudah lama pun kalau
tidak expert tidak mungkin dapat menjawab berbagai pertanyaan
seputar perpajakan yang sangat luas cakupannya. Anda juga tidak mau kan jika
dilayani oleh orang yang tidak kompeten?
Pelayanan
Kring Pajak pada dasarnya ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang
membutuhkan informasi perpajakan secara cepat. Mulai dari ibu rumah tangga,
mahasiswa yang sedang menulis skripsi, sampai konsultan pajak yang ingin
mengecek peraturan pajak terbaru. Seiring waktu berjalan, segmentasi pun
dilakukan dengan kecenderungan penelepon yang masuk adalah wajib pajak orang
pribadi usaha sendiri dan wajib pajak karyawan. Dua jenis wajib pajak inilah
yang paling banyak membutuhkan informasi perpajakan dari Kring Pajak. Sementara
Wajib Pajak Badan sebagian besar sudah mempunyai bagian pajak sendiri di unit
bisnisnya atau mempunyai konsultan pajak masing-masing.
Menjadi pioneer di
bidang contact center bagi sektor pemerintahan menjadi
prestasi dan tantangan sekaligus bagi Kring Pajak. Kring Pajak menjadi
barometer bagi Instansi Pemerintahan lainnya yang ingin membuat hal serupa.
Tetapi hal ini tidak membuat Kring Pajak berdiam diri dan tidak melakukan
inovasi. Usaha benchmark pun dijalani dengan melakukan
kunjungan ke contact center lain dari perusahaan terkemuka di Indonesia.
Tercatat dalam waktu yang singkat setelah berdirinya Kring Pajak pada tanggal 8
Januari 2008, mereka sudah melakukan benchmark dengan Halo BCA (Bank Central
Asia), Call Center BRI, dan Indosat Call Center. berbagai pelatihan selalu
diberikan baik pelatihan di bidang call center maupun in house training dalam
memperkaya pengetahuan perpajakan yang rutin dilakukan setiap minggu. Hasilnya,
Kring Pajak berhasil memborong 7 (tujuh) penghargaan di ajang The Best Contact
Center Indonesia 2011 yang diadakan oleh Indonesia Contact Center Association
(ICCA) pada tanggal 1 Juni 2011. Penghargaan yang diraih adalah Platinum (penghargaan
tertinggi) sebagai The Best Quality Assurance, 3 Gold untuk Best Back Office
Operation, Best Inbound Agent, Best Telemarketer, 2 Silver untuk Best Agent dan
Best Quality Assurance serta satu Bronze untuk Best Supervisor. Penghargaan ini
menempatkan Kring Pajak sebagai contact center terbanyak
meraih penghargaan kedua setelah Halo BCA yang menggondol 12 Penghargaan.
Walaupun terlahir dari instansi pemerintah,
Kring Pajak telah berhasil keluar dari pakem yang dicirikan masyarakat terhadap
kinerja buruk khas pegawai negeri. Jika kita melihat kedalam apa yang telah
mereka lakukan, terdapat service quality management yang telah
diaplikasikan selama ini. dengan modelservice quality kita bisa
mengidentifikasi 5 penentu dari kualitas pelayanan dari Kring Pajak. Faktor
keandalan (reliability) dapat terlihat dari upaya mereka menyediakan
pelayanan jasa konsultasi perpajakan secara mudah dan murah, cukup menelepon
dengan biaya pulsa lokal, masyarakat akan mendapatkan layanan prima dari
pegawai expert dari Ditjen Pajak. Mereka adalah tenaga
terlatih yang telah mendapatkan pengetahuan perpajakan yang update dan mumpuni.
Para agen juga mempunyai kemauan untuk membantu menyelesaikan permasalahan
perpajakan dari Wajib Pajak. Respon yang baik juga diberikan ketika ada
permasalahan yang sulit untuk dijawab oleh agen, maka agen akan mengeskalasi
pertanyaan tersebut ke Team Leader, jika tidak bisa diselesaikan juga, maka
agen akan menelepon kembali Wajib Pajak dalam rentang waktu yang dijanjikan
ketika permasalahan sudah dapat dijawab (responsiveness).
Apa yang membuat masyarakat dari hari ke hari
makin banyak yang menelepon ke Kring Pajak? Jawabannya pasti karena jaminan
yang diberikan Agent Kring Pajak mengenai knowledge yang
mereka punya (assurance). Agent dapat dengan percaya diri menjawab
pertanyaan dari masyarakat karena mereka mempunyai sumber onformasi langsung
dari pembuat peraturan perpajakan, yakni Ditjen Pajak itu sendiri. Sumber
hukumnya jelas, kepastian pun akan didapat.
Sikap empathy menjadi hal yang
penting ketika kita ingin berbicara tentang pemasaran jasa. Faktor ini adalah
salah satu faktor terpenting dalam membangun customer satisfaction. Lakukan
dengan Hati, maka sikap tulus itu akan terpancar keluar dari kata-kata yang
anda keluarkan. Hal ini selalu ditekankan kepada agen Kring Pajak. Mengetahui
bahwa melayani masyarakat dengan media telepon adalah hal yang tidak mudah dan
mempunyai tingkat stress yang tinggi, Kring Pajak selalu mengajarkan kepada
setiap agennya untuk berbicara ramah, senyum kepada setiap Wajib Pajak.
Walaupun senyuman itu tidak nampak, tetapi suara yang dikeluarkan tentu akan
berbeda dibanding kita berkata-kata dengan datar dan tanpa senyuman ramah. Jika
ada agen yang merasa mood nya sudah tidak nyaman lagi
ketika on-call, disarankan untuk rehat sejenak, di ruangan hiburan
yang telah disediakan sebagai fasilitas bagi agen. Intinya adalah, bagaimana
agen diajak untuk membuat masyarakat yang menelepon Kring Pajak merasa sebagai
orang yang penting bagi Ditjen Pajak tanpa harus membedakan pertanyaan yang
diajukan.
Jika kita membayangkan tentang penampakan fisik
yang nyata (tangible) sebuah gedung instansi pemerintahan, sebagian dari
kita mungkin telah terbentuk model di otak tentang sebuah gedung sekolah tua
khas “Laskar Pelangi” yang hampir rubuh karena tidak ada perawatan. Datanglah
ke Kring Pajak, salah satu unit di Kantor Pusat Ditjen Pajak ini mempunyai
peralatan modern yang tidak kalah dibanding call center lainnya
di Indonesia. Memang tidak semewah gedung milik “Google” atau kantor super
mewah “IBM”. Tetapi didalam gedung tersebut sudah mempunyai ruang online dengan
peralatan IVR yang canggih, ruang diskusi, ruang istirahat agen yang sudah
dilengkapi dengan home theatre, gitar, dan beberapa alat olahraga
untuk menghilangkan kepenatan. Ruang ibadah, ruang menyusui, dan ruang makan
menghadap ke taman sangat nyaman bagi para agen untuk berkumpul dan berdiskusi
sambil menikmati hidangan makan siang bersama.
Beberapa kajian menunjukkan bahwa perusahaan
yang bergerak di bidang jasa dinilai memiliki manajemen yang baik ketika sudah
menjalankan Best Practices of Service Quality Management. Apakah Kring Pajak
sudah mempunyai strategic concept yang jelas? Saya rasa sudah.
Tujuan dibentuknya adalah melayani masyarakat dengan mendekatkan jarak yang
terbentang selama ini. hal ini cukup sukses, dengan semakin banyaknya
masyarakat pengguna layanan ini, menunjukkan masyarakat sudah percaya, dan
merasa membutuhkan Kring Pajak. Satisfaction pun terbentuk.
Manajemen tingkat atas juga sangat mendukung
upaya yang dilakukan Kring Pajak dalam mengembangkan layanan unggulan berbasis
teknologi informasi ini. Menteri Keuangan RI dan Direktur Jenderal Pajak
mempunyai perhatian khusus dalam hal pengembangan unit call center ini. Benchmark pun
dilakukan dengan Call Center Pajak Negara Jepang. Lembaga Donor seperti JICA
(Jepang), KOICA (Korea Selatan) dan World Bank pun dilibatkan dalam
pengembangan Kring Pajak.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pegawai, Kring
Pajak menyaring pegawai yang akan dijadikan pegawainya. Lulusan fresh graduate
terbaik dari STAN dan pegawai yang telah berpengalaman dan mempunyai
pengetahuan perpajakan yang baik menjadi prioritas dari kualifikasi yang
dibutuhkan dalam rangka menyediakan High Service Quality Standard.
Sistem pengawasan dilakukan dengan membentuk
Quality Assurance yang bertugas mengawasi record agen apakah dalam menjawab
pertanyaan sudah sesuai dengan standar operasi prosedur. Rekaman dari kegiatan
online agen akan diputar secar berkala untuk memperbaiki jika ada kekurangan
dalam penyelenggaraan pelayanan. Pengawasan juga dilakukan dengan
melakukan ghost shopper. Ada tim yang ditugaskan menelepon ke Kring
Pajak dan berpura-pura sebagai Wajib Pajak. Bisa jadi yang ditanyakan adalah
sesuatu hal yang sulit atau hanya untuk menguji kesabaran dari agen yang
ditelepon.
Pelayanan yang diberikan Kring Pajak selain
memberikan informasi adalah menerima pengaduan/complaint dari Wajib
Pajak. Setiap complaint yang diatasi dengan baik adalah sebuah
benefit bagi perusahaan. Ketika masyarakat puas dengan penanganan complaint,
maka akan tumbuh kepercayaan. Masyarakat diberikan keleluasaan untuk
menyampaikan segala bentuk pengaduan atas ketidakpuasan Wajib Pajak.
Faktor terakhir dari Best Practices of Service
Quality Management yang tidak kalah penting adalah bagaimana sebuah perusahaan
harus bisa memuaskan para pekerjanya sama baiknya seperti memuaskan pelanggan.
Kita sudah sering mendengar bagaimana suasana kerja yang sangat menyenangkan
bagi karyawan yang bekerja di Google. Kantor Google adalah sebuah tempat yang
sangat nyaman bagi seluruh karyawannya. Desain interior dibuat seperti taman
bermain yang meninggalkan kesan formal. Sebenarnya upaya Kring Pajak pun sudah
mengarah kesana. Memang tidak bisa bandingkan secaraapple to apple dengan
perusahaan korporasi yang salah satu terbesar di dunia. Tetapi dalam rangka
menyenangkan karyawan tidak hanya menyamankan tempat kerja bukan? Ada beberapa
hal krusial yang perlu menjadi concern dari Kring Pajak kedepan. Mengetahui
bahwa tingkat stress yang tinggi ketika bekerja sebagai agen call
center, di perusahaan lain para agent biasanya di akan diganti ketika sudah
bertugas selama dua tahun. Sistem ini belum dijalankan di Kring Pajak. Memang
tidak mudah mencari agen yang expert dalam bidang perpajakan.
Tetapi mempertahankan agen terlalu lama tanpa adanya penyegaran pekerjaan juga
bukan hal yang baik bagi kinerja agent dalam jangka panjang. Ditambah lagi
Kring Pajak juga belum bisa menerapkancareer path yang jelas bagi
para agennya. Jenjang karir masih mengikuti pola PNS yang berlaku di Ditjen
Pajak, sehingga agen tidak akan merasa termotivasi lebih, toh bekerja sebaik
apapun tidak akan di promosi sebagai manajer disana. Kendala yang lain pun
masih berhubungan dengan keterbatasan mereka sebagai PNS yaitu penggajian yang
harus mengikuti standar yang berlaku. Tidak ada reward khusus
bagi para agen jika dibandingkan bekerja di unit lain yang mungkin tingkat
stressnya tidak terlalu tinggi. Kerja keras atau santai, gaji akan relatif sama
saja.
Jika kita menilai, memang penerapan Best
Practice of Service Quality Management yang diterapkan Kring Pajak belum
sempurna, tetapi penilaian secara global, unit pelayanan di Ditjen Pajak ini
sudah mempunyai upaya yang baik mengarah kesana. Ibarat sebuah oase di padang
pasir bagi instansi pemerintahan, Kring Pajak menjadi contoh yang baik bagi
penerapan reformasi birokrasi. Jika diurus dengan baik, sebuah instansi
pemerintahan pun bisa bersaing dengan perusahaan level atas negeri ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pajak merupakan kewajiban setiap warga negara. Akan tetapi, pajak
ini terkadang terasa memberatkan bagi setiap warga negara, sehingga banyak
terjadi permasalahan tentang kewajiban membayar pajak. Banyak warga negara yang
enggan untuk membayar pajak karena mereka merasa pajak itu merupakan beban yang
memberatkan. Maka dari itu dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini
seharusnya pemerintah bisa memberikan fasilitas yang modern mengenai pemungutan
pajak ini sehingga dapat memudahkan setiap warga negara untuk membayar pajak
dan juga tidak memberatkan bagi warga negara sehingga kesadaran setiap warga
negara akan kewajiban pajak ini menjadi semakin tinggi dan pada akhirnya sistem
perpajakan di Indonesia ini menjadi lebih baik.
B.
Saran
Menurut
kami masih banyak lagi yang perlu dipelajari dalam sistem managemen marketing
modern dan bagaimana cara merebut hati wajib pajak agar dapat memahami lebih
dalam lagi tentang perpajakan dan pembahasannya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer, Yogyakarta,
Graha Ilmu, 2010
2.
Radius Prawira, Drs., et all. Prospek dan Faktor Penentu
Reformasi Perpajakan, Yayasan Bina Pembangunan, 1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar