Rabu, 19 Desember 2018

Makalah Perpajakan: Pentingnya Membayar Pajak

MAKALAH
MEREBUT HATI WAJIB PAJAK DENGAN PENERAPAN MANAJEMEN MARKETING MODERN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
PERPAJAKAN
Dosen Pengampu :
Sri Anugerah Natalina


     Disusun oleh :
Nama                                                        NIM
Retno Sulistiyani                                    (931335515)
Nikmahtul Ulfa Mufarida                     (931337615)
Fendik Wahyu Ermawan                       (931339715)
Elok Nurul Fadhilah                              (931339515)


JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan kesejahteraan rakyat. Maka dari itu melakukan pembayaran bajak sangat penting untuk menunjang pemerintah dalam proses mensejahterakan rakyat. Namun demikian, terdapat banyak hambatan atau rintangan dalam proses pembayaran pajak itu sendiri. Kesadaran wajib pajak disini sangat penting untuk membantu proses pembayaran pajak di Indonesia ini. Untuk itu menarik hati wajib pajak merupakan hal yang utama dalam permasalahan tentang pajak saat ini.
B.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kesadaran membayar pajak masyarakat saat ini?
2.      Bagaimana respon masyarakat terhadap pajak?
3.      Apa saja perlawanan terhadap pajak?
4.      Bagaimana cara menarik hati wajib pajak supaya mau membayar pajak?
C.           Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui bagaimana kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.
2.      Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap pajak.
3.      Untuk mengetahui apa saja perlawanan terhadap pajak.
4.      Untuk mengetahui bagaimana cara menarik hati wajib pajak agar ,au untuk membayar pajak.
D.           Manfaat Penulisan
Manfaat disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang bagaimana cara merebut hati wajib pajak dengan penerapan managemen marketing modern.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kesadaran Bernegara dan Kesadaran Membayar Pajak.
Kesadaran bernegara merupakan tujuan kegiatan dan fungsi pemerintah dan dipihak lain merupakan syarat bagi tercapainya tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan. Masyarakat yang sudah tinggi kesadaran bernegara akan ikut berpartisipasi dan membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya, oleh karena kegiatan tersebut ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Bantuan dan partisipasi tersebut terwujud dalam bentuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh negara, seperti membayar pajak.[1]
Sebaliknya tugas pemerintah ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bernegara. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah, pendidikan informal melalui media (televisi, media massa, dan radio), peningkatan kesehatan masyarakat, pemilihan umum, dan lain sebagainya juga ditujukan untuk meningkatkan kesadaran bernegara masyarakat. Dalam hal ini kebijakan perpajakan dapat juga dijadikan alat atau instrumen untuk melaksanakan atau meningkatkan kesadaran bernegara tersebut.
Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang penting bagi negara dalam membiayai pengeluaran yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu pemerintah harus melakukan usaha untuk memungut pajak dari masyarakat dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak. Kesadaran masyarakat membayar pajak sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Semaikin tinggi pengetahuan masyarakat akan semakin mudah untuk menyadarkan masyarakat, bahwa dalam kehidupan tidak ada satu pun yang diperoleh tanpa membaya, atau mengorbankan sesuatu. Semua yang dinikmati oleh seseorang akan dibayar sendiri oleh yang bersangkutan, atau bisa juga dibebankan kepada pihak lain. Misalnya seseorang yang mengendarai mobil pada suatu kota yang belum pernah disinggahinya sebelumnya dapat melewati jalan raya yang cukup baik yang dibangun oleh pemerintah, tanpa harus membayar biaya apapun sama sekali. Walaupun orang tersebut tidak mengeluarkan pengorbanan untuk ikut serta membangun jalan tersebut, tetapi ia dapat menikmatinya secara gratis. Tanpa disadarinya sebenarnya jalan tersebut dibiayai oleh sekelompok masyarakat lain yang membayar pajak kepada pemerintah, yang mungkin tidak mendapatkan manfaat langsung (pada saat itu juga) dari dibangunnya jalan tersebut. Hal ini memang ciri khas pajak bahwa orang yang membayar pajak tidak akan mendapatkan balas jasa secara langsung dari apa yang dibayarkannya,  akan tetapi balasannya berupa fasilitas-fasilitas umum yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[2]
Contoh diatas apabila dilihat lebih jauh sebenarnya telah terjadi  “ketidakadilan” dalam pengorbanan dan penerimaan manfaat atas pungutan pajak dan hasil aktifitas pemerintah yang dibiayai dari pajak. Orang tersebut, yang tidak ikut membayar pajak ternyata memperoleh kenikmatan atas pembangunan jalan raya tersebut, sementara mungkin saja orang yang membayar pajak justru tidak memperoleh kenikmatan atas pembangunan jalan raya tersebut karena ia tidak menggunakan jalan raya tersebut.
Keadaan ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang mengapa mereka harus membayar pajak, besarnya beban dan manfaat yang diperoleh dari membayar pajak, dan berbagai hasil dari aktifitas pemerintah yang dibiayai dari pajak. Hal ini perlu agar masyarakat tidak merasa membayar pajak itu adalah beban semata, yang secara ekonomis tidak membawa manfaat langsung kepadanya. Kesadaran membayar pajak ini sangat erat kaitannya dengan kesadaran bernegara.
B.     Respon Masyarakat terhadap Pajak.
Moralitas pajak yang tinggi merupakan kondisi yang diinginkan oleh setiap pemerintah di dunia. Hanya saja kondisi ideal ini tidak selalu dapat diwujudkan, mengingat setiap anggota masyarakat memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang pajak. Buat sebagian besar masyarakat membayar pajak merupakan beban yang senantiasa harus dihindari agar tidak mengurangi kekayaan.
Sehubungan dengan sifat dan sikap masyarakat dalam melakukan kewajiban perpajakannya ini menurut pengamat Herbert Kelman, seorang pakar psikologi sosial dalam bukunya “Problem in Social Psychology” tahun 1966, menyatakan bahwa terdapat tiga perilaku orang mau membayar pajak, yaitu[3]
a.    Compliance attitude, merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena takut dihukum apabila menyembunyikan pajak atau tidak membayar pajak. Pada tingkatan ini orang membayar pajak bukan didasarkan atas kesadaran akan pentingnya pajak bagi negara dan dirinya sendiri. Akan tetapi lebih didorong oleh adanya rasa takut, sehingga sikap ini tidak membangun dalam sistem perpajakan. Hal ini berarti apabila suatu saat peraturan yang mengatur tentang pemungutan pajak agak lemah, atau kurangnya pengawasan atau pemerintah tidak tegas melakukan peraturan yang ada maka masyarakat akan berusaha untuk menyembunyikan atau bahkan tidak membayar pajak.
b.    Identification attitude, merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena di dorong oleh rasa senang atau rasa hormat kepada petugas pemerintah, khususnya petugas pajak. Sikap ini lebih menonjolkan akan adanya pelayanan dan kinerja yang dimiliki oleh aparat pemerintah terlebih lagi petugas pajak, sehingga belum termasuk yang ideal dalam system perpajakan. Karena apabila suatu saat aparat pemerintah tidak menunjukkan kinerja sebagaimana mestinya, maka masyarakat akan dapat urung niatnya untuk membayar pajak.
c.    Internalization attitude, merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena kesadaran bahwa pajak itu memang berguna bagi dirinya maupun bagi negara. Sikap inilah yang sangat ideal untuk dimiliki oleh masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, terlebih lagi bagi negara yang menganut self assesment system. Karena pembayaran pajak yang dilakukan didasarkan atas dorongan dari dalam diri masyarakat, serta mampu melihat secara luas akan fungsi dan kegunaan pajak secara makro.
Salah satu dari ketiga sikap tersebut di atas pastilah dimiliki oleh setiap masyarakat pembayar pajak. Namun sikap manapun yang dimiliki, umumnya belum terlepas dari masalah berikut seperti adanya kesalahan dilakukan wajib pajak. Untuk itu, apabila wajib pajak ternyata salah dalam menghitung dan menetapkan sendiri yang harus diikuti dengan pelaporan besarnya jumlah pajak terhutang, pihak Direktorat Jenderal Pajak (melalui Kantor Pelayanan Pajak) akan mengeluarkan ketetapan tentang berapa jumlah pajak yang terhutang sebenarnya.
C.     Perlawanan terhadap Pajak.
Berdasarkan perilaku wajib pajak yang telah dikemukakan di atas, pada dasarnya wajib pajak akan memandang pajak sebagai beban, dan sudah menjadi sifat dasar manusia untuk selalu mengurangi beban seminimal mungkin. Secara umum ada tiga tahapan yang akan dilakukan seorang wajib pajak yang dikenakan pajak. Langkah pertama yang diambil oleh wajib pajak adalah berusaha menghindari pajak, baik dengan upaya yang legal maupun upaya yang tidak legal. Apabila upaya penghindaran ini tidak dapat dilakukan maka ia akan menerima pajak itu sebagai kewajiban, tetapi ia akan mengambil langkah kedua, yaitu berusaha untuk mengurangi beban pajak seminimal mungkin. Usaha ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara yang legal maupun yang tidak legal. Apabila hal ini ternyata tidak dapat dilakukan secara maksimal maka barulah ia akan membayar pajak tersebut.[4]
Dari apa yang dikemukakan di atas tampak bahwa membayar pajak adalah langkah keetiga yang diambil oleh wajib pajak. Sebelum sampai pada tahapan membayar pajak, wajib pajak mungkin akan terlebih dahulu melakukan perlawanan terhadap pajak. Pada prinsipnya ada dua jenis perlawanan terhadap pajak, yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif. Keadaan ini harus dipahami benar oleh fiskus dalam melaksanakan tugasnya untuk membimbing, mengarahkan, membina, dan mengaawasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
a.    Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan pasif sangat terkait dengan faktor eksternal pemungutan pajak dan terkait dengan kondisi makro yang berlangsung pada suatu negara. Sebagai contoh pajak atas penghasilan yang biasanya telah terintregasi dalam suatu sistem ekonomi yang sifatnya industrial, pada hakikatnya kurang tepat bagi negara agraris. Hal ini didasarkan oleh karena di negara agraris, dalam praktik pada hakikatnya tidak mungkin diadakan perkiraan pendapatan secara teliti, antara lain karena para petani kebanyakan tidak mempunyai bakat untuk tata pembukuan. Oleh karena itu banyak negara keuntungan-keuntungan para petani yang dikenakan pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah bulat atas dasar pendapatan nilai sewa ataupun atas dasar luasnya tanah yang dikerjakan.
Perkembangan intelektual dan moral masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemungutan pajak, karena apabila tingkat pengetahuan masyarakat masih rendah tentu akan sulit bagi fiskus untuk mengharuskan wajib pajak untuk menghitung pajak sendiri dan melaporkan perhitungan dan pembayaran pajaknya dengan disertai pembukuan yang teliti dan dokumen pendukung yang lengkap. Hal ini akan menyulitkan fiskus untuk memeriksa apakah wajib pajak telah melakukan perhitungan pajak secara benar, dan sebagai akibatnya perhitungan dan penetapan pajak sebenarnya yang harus dibayar oleh wajib pajak akan memakan waktu yang lebih lama. Dalam skala besar hal ini akan menghambat penerimaan pajak.
Perlawanan pasif juga terdapat pada sistem kontrol tidak dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat diadakan. Fiskus memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak agar mereka memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila ternyata peraturan perundang-undangan tentang perpajakan tidak mengatur kewenangan ini secara jelas maka fiskus akan kesulitan untuk memeriksa wajib pajak, baik dengan pemeriksaan kantor atas dokumen yang disampaikan oleh wajib pajak maupun dengan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan bahwa wajib pajak tidak melakukan kecurangan ataupun penggelapan pajak. Tanpa aturan yang jelas dan tegas wajib pajak akan menghalangi fiskus untuk melaksanakan kewenangannya tersebut, yang berarti ia telah melakukan perlawanan pajak. Tetapi perlawanan pajak secara pasif ini sebenarnya dimungkinkan oleh negara akibat dari tidak jelasnya sistem kontrol terhadap wajib pajak.
b.    Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak.[5] Perlawanan aktif dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1.      Menghindarkan Diri dari Pajak.
Menghindarkan diri dari pajak merupakan langkah yang paling mudah dilakukan oleh wajib pajak yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Penghindaran diri dari pajak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, pertama penghematan pajak maksudnya dengan cara menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang dikenakan pajak atau mengurangi produktifitas sehingga akan mengurangi penghasilan yang akan dikenakan pajak. Kedua penghindaran pajak dengan cara mengecilkan objek pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil pajak terhutang.
2.      Mengelakkan Pajak.
Apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat dilakukan hal kedua yang mungkin dilakukan oleh wajib pajak adalah mengelak dari pajak yaitu dengan cara menyembunyikan keadaan atau perbuatan yang sebenarnya dapat dikenakan pajak dengan misalnya menyatakan yang tidak benar atau memberi data yang tidak benar kepada fiskus.[6]
3.      Melalaikan Pajak.
Perlawanan aktif yang terakhir adalah melalaikan pajak yaitu dengan cara menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi ketentuan formal yang harus dipenuhi olehnya. Yang paling banyak digunakan adalah dengan  usaha menggagalkan pemungutan pajak dengan menghalang-halangi penyitaan dengan cara melenyapkan barang-barang yang sekiranya dapat di sita oleh fiskus. Misalnya memindah-tangankan atas nama istri atau orang lain barang yang telah disita.[7]
Dengan demikian maka perlu bagi pemerintah untuk menggunakan manajemen marketing modern untuk memudahkan masyarakat dalam membayar atau berkonsultasi tentang pajak sehingga kesadaran masyarakat akan kewajiban membayar pajak bisa teratasi. Misalnya dengan kebijakan
D.    Kring Pajak, Perubahan adalah sebuah kepastian. Tidak ada yang tetap di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. setiap individu, organisasi, maupun perusahaan harus berubah mengikuti perkembangan zaman jika ingin tetap bertahan. Apa yang ada di benak anda ketika berpikir tentang institusi pemerintahan di negeri ini? Pasti banyak dari kita yang membayangkan tentang birokrasi yang bobrok dengan segenap permasalahan inefisiensi kinerja khas Pegawai Negeri Sipil dan tumpukan kasus korupsi yang melanda. Memang bayangan anda tidak salah, itulah potret birokrasi warisan penjajahan di negeri kaya ini. Tetapi marilah kita tengok lagi upaya perbaikan yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Ditengah carut marut nya kondisi institusi pemerintahan Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak menjadi pioneer dalam hal reformasi birokrasi di negeri ini.
Salah satu produk yang dihasilkan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat adalah Kring Pajak, yaitucontact center yang memungkinkan setiap masyarakat untuk bertanya segala hal tentang pajak, atau bahkan melaporkan pengaduan seputar penyimpangan pelaksanaan pelayanan perpajakan yang diterima masyarakat. Caranya pun cukup mudah, masyarakat bisa menelepon ke 500200 dengan kode regional masing-masing seperti DKI Jakarta dengan kode (021) atau daerah Bandung dengan kode (022) dan yang lainnya, dengan tarif pulsa lokal.
Apa yang menarik dari Kring Pajak ini? Layanan yang diberikan Kring Pajak tidak seperti layanan yang diberikan oleh call center lain di negeri ini yang terbatas pada informasi umum yang biasanya berhubungan dengan data pribadi dari penelepon. Misalnya call center perbankan mungkin akan melayani nasabahnya seputar kartu ATM yang nyangkut, dana yang ditransfer belum diterima, atau tagihan kartu kredit yang tidak sesuai penggunaannya. Atau mungkin kita juga pernah menelepon call center penyedia jasa telekomunikasi dan kita melaporkan pengisian pulsa yang belum berhasil atau pencurian pulsa, Kring Pajak akan melayani anda lebih dari itu. Anda dapat bertanya apa saja tentang pajak, berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Anda pun bebas bertanya mulai dari SPT Tahunan anda, seputar tagihan PBB, cara penghitungan pajak berdasarkan profesi, sampai ke peraturan perpajakan mulai A sampai Z. jangan khawatir pertanyaan anda tidak bisa dijawab, karena jika agent Kring Pajak tidak bisa menjawab pertanyaan, maka akan dieskalasi ke team leader yang siap membantu agent, jika memang ternyata permasalahannya lebih rumit dari itu, anda cukup menunggu di telepon balik oleh Kring Pajak begitu mereka selesai berkonsultasi dengan pihak yang lebih kompeten menjawab permasalahan.
Layanan dalam bentuk pengaduannya pun kelas bintang lima, anda tidak perlu khawatir terhadap laporan anda karena kerahasiaan dari penelepon akan dijamin. Silahkan berbicara jika ada pelanggaran kode etik, peraturan perpajakan, pidana yang dilakukan pegawai pajak. Bahkan pengaduan mengenai pelayanan yang kurang memuaskan atau sarana kantor yang kurang memadai pun akan dilayani. Pernah ada komplain dari masyarakat terhadap staff dari salah satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang tidak tersenyum ketika melayani masyarakat, atau ada lagi pengaduan tentang lantai yang kurang bersih di KPP akibat musim hujan yang menimbulkan becek. Hal ini tetap dilayani dan ditindaklanjuti demi terciptanya customer satisfaction, yaitu masyarakat yang puas akan layanan dari Direktorat Jenderal Pajak.
Kring Pajak mempunyai teknologi di bidang contact center yang relatif sama dengan contact center lainnya. Tetapi mereka mempunyai keunggulan di bidang sumber daya manusia. Dikala kebanyakan contact center memakai tenaga outsorcing dalam menjalankan fungsi pelayanan contact centernya, kring pajak memakai tenaga expert yang merupakan pegawai berpengalaman di bidang perpajakan. Pada prinsipnya, bagaimana bisa orang menanyakan hal ihwal informasi perpajakan kepada orang yang tidak mengerti permasalahannya. Itu yang menjadi keunikan sekaligus keunggulan Kring Pajak dibandingcontact center lainnya. Jangankan tenaga outsourcing, pegawai yang sudah lama pun kalau tidak expert tidak mungkin dapat menjawab berbagai pertanyaan seputar perpajakan yang sangat luas cakupannya. Anda juga tidak mau kan jika dilayani oleh orang yang tidak kompeten?
            Pelayanan Kring Pajak pada dasarnya ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang membutuhkan informasi perpajakan secara cepat. Mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa yang sedang menulis skripsi, sampai konsultan pajak yang ingin mengecek peraturan pajak terbaru. Seiring waktu berjalan, segmentasi pun dilakukan dengan kecenderungan penelepon yang masuk adalah wajib pajak orang pribadi usaha sendiri dan wajib pajak karyawan. Dua jenis wajib pajak inilah yang paling banyak membutuhkan informasi perpajakan dari Kring Pajak. Sementara Wajib Pajak Badan sebagian besar sudah mempunyai bagian pajak sendiri di unit bisnisnya atau mempunyai konsultan pajak masing-masing.
            Menjadi pioneer di bidang contact center bagi sektor pemerintahan menjadi prestasi dan tantangan sekaligus bagi Kring Pajak. Kring Pajak menjadi barometer bagi Instansi Pemerintahan lainnya yang ingin membuat hal serupa. Tetapi hal ini tidak membuat Kring Pajak berdiam diri dan tidak melakukan inovasi. Usaha benchmark pun dijalani dengan melakukan kunjungan ke contact center lain dari perusahaan terkemuka di Indonesia. Tercatat dalam waktu yang singkat setelah berdirinya Kring Pajak pada tanggal 8 Januari 2008, mereka sudah melakukan benchmark dengan Halo BCA (Bank Central Asia), Call Center BRI, dan Indosat Call Center. berbagai pelatihan selalu diberikan baik pelatihan di bidang call center maupun in house training dalam memperkaya pengetahuan perpajakan yang rutin dilakukan setiap minggu. Hasilnya, Kring Pajak berhasil memborong 7 (tujuh) penghargaan di ajang The Best Contact Center Indonesia 2011 yang diadakan oleh Indonesia Contact Center Association (ICCA) pada tanggal 1 Juni 2011. Penghargaan yang diraih adalah Platinum (penghargaan tertinggi) sebagai The Best Quality Assurance, 3 Gold untuk Best Back Office Operation, Best Inbound Agent, Best Telemarketer, 2 Silver untuk Best Agent dan Best Quality Assurance serta satu Bronze untuk Best Supervisor. Penghargaan ini menempatkan Kring Pajak sebagai contact center terbanyak meraih penghargaan kedua setelah Halo BCA yang menggondol 12 Penghargaan.

Walaupun terlahir dari instansi pemerintah, Kring Pajak telah berhasil keluar dari pakem yang dicirikan masyarakat terhadap kinerja buruk khas pegawai negeri. Jika kita melihat kedalam apa yang telah mereka lakukan, terdapat service quality management yang telah diaplikasikan selama ini. dengan modelservice quality kita bisa mengidentifikasi 5 penentu dari kualitas pelayanan dari Kring Pajak. Faktor keandalan (reliability) dapat terlihat dari upaya mereka menyediakan pelayanan jasa konsultasi perpajakan secara mudah dan murah, cukup menelepon dengan biaya pulsa lokal, masyarakat akan mendapatkan layanan prima dari pegawai expert dari Ditjen Pajak. Mereka adalah tenaga terlatih yang telah mendapatkan pengetahuan perpajakan yang update dan mumpuni. Para agen juga mempunyai kemauan untuk membantu menyelesaikan permasalahan perpajakan dari Wajib Pajak. Respon yang baik juga diberikan ketika ada permasalahan yang sulit untuk dijawab oleh agen, maka agen akan mengeskalasi pertanyaan tersebut ke Team Leader, jika tidak bisa diselesaikan juga, maka agen akan menelepon kembali Wajib Pajak dalam rentang waktu yang dijanjikan ketika permasalahan sudah dapat dijawab (responsiveness).
Apa yang membuat masyarakat dari hari ke hari makin banyak yang menelepon ke Kring Pajak? Jawabannya pasti karena jaminan yang diberikan Agent Kring Pajak mengenai knowledge yang mereka punya (assurance). Agent dapat dengan percaya diri menjawab pertanyaan dari masyarakat karena mereka mempunyai sumber onformasi langsung dari pembuat peraturan perpajakan, yakni Ditjen Pajak itu sendiri. Sumber hukumnya jelas, kepastian pun akan didapat.
Sikap empathy menjadi hal yang penting ketika kita ingin berbicara tentang pemasaran jasa. Faktor ini adalah salah satu faktor terpenting dalam membangun customer satisfaction. Lakukan dengan Hati, maka sikap tulus itu akan terpancar keluar dari kata-kata yang anda keluarkan. Hal ini selalu ditekankan kepada agen Kring Pajak. Mengetahui bahwa melayani masyarakat dengan media telepon adalah hal yang tidak mudah dan mempunyai tingkat stress yang tinggi, Kring Pajak selalu mengajarkan kepada setiap agennya untuk berbicara ramah, senyum kepada setiap Wajib Pajak. Walaupun senyuman itu tidak nampak, tetapi suara yang dikeluarkan tentu akan berbeda dibanding kita berkata-kata dengan datar dan tanpa senyuman ramah. Jika ada agen yang merasa mood nya sudah tidak nyaman lagi ketika on-call, disarankan untuk rehat sejenak, di ruangan hiburan yang telah disediakan sebagai fasilitas bagi agen. Intinya adalah, bagaimana agen diajak untuk membuat masyarakat yang menelepon Kring Pajak merasa sebagai orang yang penting bagi Ditjen Pajak tanpa harus membedakan pertanyaan yang diajukan.
Jika kita membayangkan tentang penampakan fisik yang nyata (tangible) sebuah gedung instansi pemerintahan, sebagian dari kita mungkin telah terbentuk model di otak tentang sebuah gedung sekolah tua khas “Laskar Pelangi” yang hampir rubuh karena tidak ada perawatan. Datanglah ke Kring Pajak, salah satu unit di Kantor Pusat Ditjen Pajak ini mempunyai peralatan modern yang tidak kalah dibanding call center lainnya di Indonesia. Memang tidak semewah gedung milik “Google” atau kantor super mewah “IBM”. Tetapi didalam gedung tersebut sudah mempunyai ruang online dengan peralatan IVR yang canggih, ruang diskusi, ruang istirahat agen yang sudah dilengkapi dengan home theatre, gitar, dan beberapa alat olahraga untuk menghilangkan kepenatan. Ruang ibadah, ruang menyusui, dan ruang makan menghadap ke taman sangat nyaman bagi para agen untuk berkumpul dan berdiskusi sambil menikmati hidangan makan siang bersama.
Beberapa kajian menunjukkan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang jasa dinilai memiliki manajemen yang baik ketika sudah menjalankan Best Practices of Service Quality Management. Apakah Kring Pajak sudah mempunyai strategic concept yang jelas? Saya rasa sudah. Tujuan dibentuknya adalah melayani masyarakat dengan mendekatkan jarak yang terbentang selama ini. hal ini cukup sukses, dengan semakin banyaknya masyarakat pengguna layanan ini, menunjukkan masyarakat sudah percaya, dan merasa membutuhkan Kring Pajak. Satisfaction pun terbentuk.
Manajemen tingkat atas juga sangat mendukung upaya yang dilakukan Kring Pajak dalam mengembangkan layanan unggulan berbasis teknologi informasi ini. Menteri Keuangan RI dan Direktur Jenderal Pajak mempunyai perhatian khusus dalam hal pengembangan unit call center ini. Benchmark pun dilakukan dengan Call Center Pajak Negara Jepang. Lembaga Donor seperti JICA (Jepang), KOICA (Korea Selatan) dan World Bank pun dilibatkan dalam pengembangan Kring Pajak.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pegawai, Kring Pajak menyaring pegawai yang akan dijadikan pegawainya. Lulusan fresh graduate terbaik dari STAN dan pegawai yang telah berpengalaman dan mempunyai pengetahuan perpajakan yang baik menjadi prioritas dari kualifikasi yang dibutuhkan dalam rangka menyediakan High Service Quality Standard.
Sistem pengawasan dilakukan dengan membentuk Quality Assurance yang bertugas mengawasi record agen apakah dalam menjawab pertanyaan sudah sesuai dengan standar operasi prosedur. Rekaman dari kegiatan online agen akan diputar secar berkala untuk memperbaiki jika ada kekurangan dalam penyelenggaraan pelayanan. Pengawasan juga dilakukan dengan melakukan ghost shopper. Ada tim yang ditugaskan menelepon ke Kring Pajak dan berpura-pura sebagai Wajib Pajak. Bisa jadi yang ditanyakan adalah sesuatu hal yang sulit atau hanya untuk menguji kesabaran dari agen yang ditelepon.
Pelayanan yang diberikan Kring Pajak selain memberikan informasi adalah menerima pengaduan/complaint dari Wajib Pajak. Setiap complaint yang diatasi dengan baik adalah sebuah benefit bagi perusahaan. Ketika masyarakat puas dengan penanganan complaint, maka akan tumbuh kepercayaan. Masyarakat diberikan keleluasaan untuk menyampaikan segala bentuk pengaduan atas ketidakpuasan Wajib Pajak.
Faktor terakhir dari Best Practices of Service Quality Management yang tidak kalah penting adalah bagaimana sebuah perusahaan harus bisa memuaskan para pekerjanya sama baiknya seperti memuaskan pelanggan. Kita sudah sering mendengar bagaimana suasana kerja yang sangat menyenangkan bagi karyawan yang bekerja di Google. Kantor Google adalah sebuah tempat yang sangat nyaman bagi seluruh karyawannya. Desain interior dibuat seperti taman bermain yang meninggalkan kesan formal. Sebenarnya upaya Kring Pajak pun sudah mengarah kesana. Memang tidak bisa bandingkan secaraapple to apple dengan perusahaan korporasi yang salah satu terbesar di dunia. Tetapi dalam rangka menyenangkan karyawan tidak hanya menyamankan tempat kerja bukan? Ada beberapa hal krusial yang perlu menjadi concern dari Kring Pajak kedepan. Mengetahui bahwa tingkat stress yang tinggi ketika bekerja sebagai agen call center, di perusahaan lain para agent biasanya di akan diganti ketika sudah bertugas selama dua tahun. Sistem ini belum dijalankan di Kring Pajak. Memang tidak mudah mencari agen yang expert dalam bidang perpajakan. Tetapi mempertahankan agen terlalu lama tanpa adanya penyegaran pekerjaan juga bukan hal yang baik bagi kinerja agent dalam jangka panjang. Ditambah lagi Kring Pajak juga belum bisa menerapkancareer path yang jelas bagi para agennya. Jenjang karir masih mengikuti pola PNS yang berlaku di Ditjen Pajak, sehingga agen tidak akan merasa termotivasi lebih, toh bekerja sebaik apapun tidak akan di promosi sebagai manajer disana. Kendala yang lain pun masih berhubungan dengan keterbatasan mereka sebagai PNS yaitu penggajian yang harus mengikuti standar yang berlaku. Tidak ada reward khusus bagi para agen jika dibandingkan bekerja di unit lain yang mungkin tingkat stressnya tidak terlalu tinggi. Kerja keras atau santai, gaji akan relatif sama saja.
Jika kita menilai, memang penerapan Best Practice of Service Quality Management yang diterapkan Kring Pajak belum sempurna, tetapi penilaian secara global, unit pelayanan di Ditjen Pajak ini sudah mempunyai upaya yang baik mengarah kesana. Ibarat sebuah oase di padang pasir bagi instansi pemerintahan, Kring Pajak menjadi contoh yang baik bagi penerapan reformasi birokrasi. Jika diurus dengan baik, sebuah instansi pemerintahan pun bisa bersaing dengan perusahaan level atas negeri ini.



BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Pajak merupakan kewajiban setiap warga negara. Akan tetapi, pajak ini terkadang terasa memberatkan bagi setiap warga negara, sehingga banyak terjadi permasalahan tentang kewajiban membayar pajak. Banyak warga negara yang enggan untuk membayar pajak karena mereka merasa pajak itu merupakan beban yang memberatkan. Maka dari itu dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini seharusnya pemerintah bisa memberikan fasilitas yang modern mengenai pemungutan pajak ini sehingga dapat memudahkan setiap warga negara untuk membayar pajak dan juga tidak memberatkan bagi warga negara sehingga kesadaran setiap warga negara akan kewajiban pajak ini menjadi semakin tinggi dan pada akhirnya sistem perpajakan di Indonesia ini menjadi lebih baik.
B.            Saran
Menurut kami masih banyak lagi yang perlu dipelajari dalam sistem managemen marketing modern dan bagaimana cara merebut hati wajib pajak agar dapat memahami lebih dalam lagi tentang perpajakan dan pembahasannya.














DAFTAR PUSTAKA
1.      Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010
2.      Radius Prawira, Drs., et all. Prospek dan Faktor Penentu Reformasi Perpajakan, Yayasan Bina Pembangunan, 1988




[1] Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010, hlm. 103
[2] Ibid., 104
[3] Radius Prawira, Drs., et all. Prospek dan Faktor Penentu Reformasi Perpajakan, Yayasan Bina Pembangunan, 1988, hlm. 109
[4] Marihot Pahala Siahaan, op.cit., hlm. 107
[5] Ibid., 108
[6] Ibid., 110
[7] Ibid., 111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Kewirausahaan: Transformasi, Inovasi dan Kreativitas Kewirausahaan

RESUME TRANSFORMASI KEWIRAUSAHAAN, TEORI INOVASI DAN KREATIVITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KEWIRAUSAHAAN Dosen Peng...