MAKALAH
BAITUL
MAL WA TAMWIL (BMT) DAN KOPERASI SYARI’AH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah:
LEMBAGA
KEUANGAN SYARI’AH NON BANK
Dosen
Pengampu:
Ali Samsuri M.EI

Disusun
oleh:
Retno Sulistiyani 931335515
Elviyan Dwi Siti Z 931325415
Nila Rizkia Firdaus 931330914
KELAS: D
JURUSAN
SYARI’AH
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
KEDIRI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lembaga keuangan umat masa
belakangan ini demikian pesat perkembanganya. Varian-varian bentuk lembaga
keuangan mulai bermunculan dan mencoba menarik nasabah/anggota/peserta sebanyak-banyaknya
bersaing satu sama lain. Perkembangan tersebut menunujukkan perputaran roda
perekonomian dalam wilayah dimana lembaga keuangan tersebut berdiri mengarah
kepada arah yang lebih baik.
Disadari atau tidak ternyata
produk-produk lembaga keuangan tersebut satu sama lain senantiasa ada persamaan
di beberapa sisi. Letak-letak persamaan tersebut diantaranya pada dasar
hukum/landasan gerak, akad-akad pada produk yang ditawarkan serta masih banyak
lagi.
Umat Islam sebagai komponen terbesar
bangsa Indonesia mau tidak mau harus berkiprah dalam kancah pemberdayaan dan
peningkatan ekonomi kerakyatan, terutama kalangan ekonomi lemah.Oleh karena itu
kehadiran BMT dan Kopeasi Syari’ah ditengah-tengah masyarakat ekonomi lemah,
pada dasarnya merupakan jawaban atas belum terjamahnya dan terjangkaunya lapisan
ekonomi lemah oleh lembaga lembaga keuangan perbankan umum.
Berbagai fenomena yang terjadi dari
dampak krisis ekonomi, atau lemahnya taraf
hidup masyarakat kurang mampu yang jauh dari tercukupinya kebutuhan yang
layak,mendorong munculnya sebuah lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni
sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga
ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal
(pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, akan tetapi lembaga yang
kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari
kesadaran umat yang ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha
kecil/mikro.Selain itu, lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis
untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai
kemakmuran bersama.Tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep
idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dan
Koperasi Syari’ah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
definisi dan bagaimana penjelasan mengenai Baitul Mal wa Tamwil (BMT)?
2.
Apa
definisi dan bagaimana penjelasan mengenai Koperasi Syari’ah?
3.
Bagaimana
persamaan dan perbedaan antara Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) dengan
Koperasi Syari’ah?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui apa definisi dan bagaimana penjelasan mengenai Baitul
Mal wa Tamwil (BMT).
2.
Untuk
mengetahui apa definisi dan bagaimana penjelasan mengenai Koperasi Syari’ah.
3.
Untuk
mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dengan Koperasi Syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Baitul Mal wa Tamwil
(BMT)
Pengertian BMT
BMT merupakan Baitul Mal wa Tamwil atau dapat juga
ditulis dengan baitul maal wa baitul
tamwil. Secara harfiah atau lughowi baitul maal berarti rumah dana dan
baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul Maal dikembangkan berdasarkan sejarah
perkembangannya, yakni dai masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan
Islam. Dimana baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufjan
dana social. Sedangkan baitul tanwil merupakan bisnis yang bermotif laba.
Dari pengertian
tersebut dapat di Tarik kesimpulan secara menyeluruh bahwa BMT merupakan
organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT akan terlihat
pada definisi baitul maal,, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari definisi
baitul tamwil. Sedangkan lembaga sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi
dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), oleh karenanya, baitul maal ini harus
didorong agar mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi
tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah,
wakaf dan sumber dana-dana sosial yang lain, dan upaya pensyarufan zakat kepada
golongan yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah (UU Nomor 38 tahun
1999).
Sejarah Baitul
Mal wa Tamwil (BMT)
Sejarah yang melatar belakangi
berdirinya BMT bersama dengan usaha pendirian usaha Bank Syariah di Indonesia,
yakni pada tahun 1990-an. BMT semakin berkembang tatkala pemerintah
mengeluarkan kebijakan hokum ekonomi UU No. 7/1992 tentang perbankan dan PP No.
72/1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdsarkan Bagi Hasil.[1]
Pada saat yang bersamaan, Ikatan
Cendekiiawan Muslim Indonesia (ICMI) sangat actif melakukan pengkajian intensif
tentang pengembangan ekkonomi islam di Indonesia. Dari berbagai penelitian dan
pengkajian tersebut, terbentuklah BMT-BMT di indenesia. ICMI berperan besar
dalam mendorong pendirian BMT-BMT di Indonesia. Disamping itu ICMI, beberapa
organisasi masa islam, seperti NU, muhammadiyah, persatuan islam dan
ormas-ormas lainnya mendukung upaya pengembangan BMT-BMT di Indonesia. Hal
tersebut dilakukan untuk membangun system ekonomi islam melalui pendirian islam
lembaga keuangan syariah. Hasil positif tersebut dirasakan oleh masyarakat,
terutama kalangan usaha kecil dan menegah. Mereka sering memanfaatkan pelayanan
BMT yang kini tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini disebabkan mereka
memperoleh banyak keuntungan dan kemudahan dari BMT yang tidak mereka peroleh
sebelumnya dari lembaga sejenis yang menggunakan pendekatan konvensional.
BMT terus berkembang. BMT akan terus
berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian
masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari waktu ke waktu. BMT
begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi
sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia sejak tahun 1997. Karena prinsip penentuan suka rela yang tak
memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para nasabahnya. Itu
terlihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungannya, kemudian
menyebar ke daerah lainnya. Dari semua ini, jumlah BMT pada tahun 2003 ditaksir
3000-an tersebar di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT
pun akan semakin meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat.[2]
Asas dan Landasan BMT
BMT berasaskan
Pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syariah Islam, keimanan,
keterpaduan (kaffah), kekeluargaan atau koperasi, kebersamaan, kemandirian dan
profesionalisme. Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah
dan legal. Sebagai lembaga keuangan Syariah, BMT harus berpegang teguh pada
prinsip-prinsip Syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau
tumbuh dan berkembang.
Keterpaduan
mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan akherat juga
keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (sosial dan bisnis). Kekeluargaan dan
kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesuksesan tersebut diraih secara
bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung
meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pola
pengelolaannya harus professional.
Dasar Hukum dan
Peraturan Hukum BMT
Pesatnya aktivias ekonomi masyarakat
berbasis syariah membuat kehadiran regulasi yang mandiri menjadi sebuah
keniscayaan. Bank-bank Syariah dan BPRS tunduk pada peraturan Bank Indonesia.
Sedangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam bentuk BMT hingga saat ini belum
ada regulasi yang mandiri dan realitasnya berbadan hukum koperasi sehingga
tunduk terhadap peraturan perkoperasian. Sedangkan ditinjau dari segmen
usahanya BMT juga termasuk UKM karenanya juga mengikuti peraturan
peraturanterkait bembinaan dan pengembangan usaha kecil.[3]
Hingga saat ini status kelembagaan atau badan hukum yang memayungi keabsahan
BMT adalah koperasi. Hal ini berarti kelembagaan BMT tunduk pada Undang-Undang
Perkoperasian Nomor 17 tahun 2012 dan secara spesifik diatur dalam Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM RI No.91/Kep/M.KUKM/IX/2004.
Selain berlandaskan pada dasar hukum
undang-undang terdapat pula landasan dalam Al-Qur’an telah dikemukakan anjuran
bekerja sama “Dan bekerjasamalah dalam kenaikan dan takwa dan janganlah saling
bekerjasama dalam dosa dan permusuhan” (Q.S, Al-Maidah: 2). Koperasi merupakan
salah satu bentuk kerjasama yang dimaksud oleh karenanya lembaga ini sebagai
wdah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha yang sangat dipuji
keberadaannya dalam Islam.[4]
Bahkan Nabi SAW tidak sekedar
membolehkan mlainkan juga memberikan motivasi dengan sabdanya dalam hadits
qudsi “Aku (Allah) merupkan pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan
memberkati) kemitraan antara kedua belah pihak, selama salah satu pihak tidak
mengkhianati pihak lainnya. Jika slah satu pihak telah melakukan pengkhianatan
terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan trsebut”. (H.R. Abu Daud dan
Hakim).
VISI dan MISI BMT
Visi BMT harus
mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu
meningkatkan kualitas ibdah anggota (ibadah dalam arti yang luas), sehingga
mampu berperan sebegai wakil-pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Titik tekan perumusan visi BMT
adalah mewujudkan lembaga yang professional dan dapat meningkatkan kualitas
ibadah. Ibadah harus dipahami dalam arti yang luas, yakni tidak saja mencakup
aspek ritual peribadatan seperti sholat misalnya, tetapi lebih luas mencakup
segala aspek kehidupan. Sehingga setiap kegiatan BMT harus berorientasi pada upaya
mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur.
Misi BMT adalah
membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani
yang adil berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan
Syariah dan ridho Allah SWT.
Dari pengertian
diatas, dapat dipahami bahwa misi BMT bukan semata-mata mencari keuntungan dan
penumpukan laba modal pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih
berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan
prinsip-prinsip ekonomi Islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah-mikro harus
didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan penyertaan modal,
sehingga mereka dapat menikmati hasil-hasil BMT.
Ciri-ciri Utama BMT
1.
Berorientasi bisnis, mencari laba bersama,
meningkatkan pemafaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat.
2.
Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk
mengefektifkan pengumpulan dan pensyarufan dana zakat, infaq, dan sedekah bagi
kesejahteraan orang banyak.
3.
Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta
masyarakat disekitarnya.
4.
Milik bersama masyarakat bawah bersama dengan orang
kaya disekitar BMT bukan milik perseorangan atau orang dari luar masyarakat.
Atas dasarnya BMT tidak dapat berbadan hokum perseroan.[5]
Tujuan dan Sifat dari BMT
Didirikannya BMT
bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya. BMT bersifat usaha bisnis, mandiri
ditumbuh kembangkan secara swadaya dan dikelola secara professional. Aspek
Baitul Maal, dikembangkan untuk kesejahteraan anggota terutama dengan
penggalangan dana ZISWAF (Zakat, Infaq,Sedekah dan Wakaf) seiring dengan
penguatan kelemagaan BMT.
Sifat usaha BMT
yang berorientasi pada bisnis (bisnis oriented) dimaksudkan supaya pengelolaan
BMT dapat dijalankan secara professional, sehingga mencapai tingkat efisiensi
tertinggi. Aspek bisnis BMT menjadi kunci sukses mengembangkan BMT. Dari
sinilah BMT akan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada para
deposannya serta mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolanya sejajar
dengan lembaga lain.
Sedangkan aspek
sosial BMT berorientasi pada peningkatan kehiduoan anggota yang tidak mungkin
dijangkau dengan prinsip bisnis. Pada tahap awal, kelompok anggota ini,
diberdayakan dengan stimulant dana zakat, infaq, dan sedekah kemudian setelah
komersial. Dana zakat hanya bersifat sementara. Dengan pola ini, penerimaan
manfaat dana zakat akan terus bertambah.
Fungsi BMT
Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi:
1.
Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi,
mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota,
kelompok anggota muamalat (Pokusma) dan daerah kerjanya.
2.
Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi
lebih professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam
menghadapi persaingan global.
3.
Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
4.
Menjadi perantara keungan antara agniya sebaga
shohibul maal dengan du’afa sebagai mudhorib, terutama untuk dana-dana sosial
seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah dll.
5.
Menjadi perantara keuangan dantara pemilik dana baik
sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha
produktif.[6]
Syarat Pendirian dan Operasional BMT
Syarat
Pendirian
Untuk dapat menidirikan sebuah BMT
minimal 20 orang yang membuat kesepakatan dengan akta notaris, didaftarkan di
kantor wilayah departemen industri dan perdagangan setempat untuk mendapatkan
pengesahannya.
Struktur
Organisasi
1.
Musyawarah
Anggota Tahunan
2.
Dewan
Pengurus, pada dasarnya ialah wakil dari anggota dalam melaksanakan hasil
keputusan musyawarah tahunan.
3.
Dewan
Pengawas Syari’ah. Landasan kerja DPS ini berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah
Nasional (DSN). Adapun fungsi utamanya meliputi:
- Sebagai penasehat dan pemberi
saran dan atau fatwa kepada pengurus dan pengelola mengenai hal-hal yang
terkait dengan syari’ah seperti penetapanproduk dan sebagainya
- Sebagai mediator antara BMT dengan
DSN atau DPS Provinsi.
- Mewakili anggota dalam pengawasan
syari’ah.
4. Dewan Pengawas Manajemen
5. Pengelola
(Manajer/Direktur, Staff accounting, pemasaran , Kasir, dll.)
Sumber Dana
Sumber dana BMT berasal dari anggota
yang berupa simpanan pokok, simpanan wajib, iuran sukarela juga dari pihak luar
misalnya dari investor swasta ataupun negara.
Selain dari itu, BMT juga mengelolan
dana dari hibah, waris, wakaf zakat, infak dan shodaqoh dari masyarakat baink
anggota maupun non-anggota. Karena akad yang digunakan dalam hal ini ialah akad
musyarokah, maka pembagian keuntungan pada BMT ini menggunakan sistem bagi
hasil (profit and loss sharing)
B.
Koperasi Syari’ah
Definisi
Koperasi Syari’ah
Koperasi ialah salah satu bentuk
badan hukum yang sudah lama dikenal di Indonesia. Pelopor pengembangan
perkoperasian di Indonesia ialah Bung Hatta yang dikenal sebagai Bapak Koperasi
Indonesia. Koperasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang mempunyai tujuan
atau kepentingan bersama. Pendirian koperasi berdasrkan asas kekeluargaan dan
gotong royong khususnya untuk membantu para anggotanya yang memerlukan bantuan
baik berupa barang maupun jasa.[7]
Berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah memberikan pengertian bahwa Koperasi
Simpan Pinjam Syariah atau koperasi jasa keuangan syariah adalah
koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan
simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Dengan demikian semua BMT yang ada
di Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan legal
kegiatan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Sejarah
Berdirinya Koperasi Syari’ah
Di Indonesia koperasi diperkenalkan oleh R.
Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Beliau mendirikan
kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir.
Di era kebangkitan nasional pada masa Budi Utomo, koperasi mulai
berkembang, yaitu pada tahun 1900-an. Perintisan koperasi dimulai
dari tokoh-tokoh pergerakan nasional pada tahun 1908 dengan
berdirinya koperasi rumah tangga (konsumsi), kemudian disusul dengan
berdirinya toko-toko adil pada tahun 1913 oleh tokoh-tokoh Serikat Dagang
Islam, Serikat Islam, dan tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lain.
Kemunculan Koperasi Syari’ah seperti yang dijelaskan
sebelumnya bahwa bahwa koperasi konvensional muncul sebagai solusi
atas keresahan penduduk kelangan ekonomi lemah untuk memajukan usahanya karena
keterbatasan modal yang dimiliki. Namun sayangnya koperasi konvensional
masih menerapkan sistem bunga/riba, sedang dalam Islam hal tersebut dilarang.
Berikut adalah dalil-dalil yang merujuk pelarangan
sistem bunga/riba dalam Al Quran:
§
Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah: 275)
§
Allah memusnahkan riba
dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS Al Baqarah: 276)
§
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Al Imran: 130)
§
Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS Ar-Ruum: 39).
Perkembangan Koperasi Syariah di Indonesia
Perkembangan koperasi syariah tidak
diketahui secara pasti, kapan mulai berkembang di Indonesia, namun secara
historis model koperasi yang berbasis nilai Islam di Indonesia telah
diprakarsai oleh paguyuban dagang yang dikenal dengan SDI (Sarikat Dagang
Islam) oleh Haji Samanhudi di Solo Jawa Tengah yang menghimpun para anggotanya
dari pedagang batik yang beragama Islam. Keberadaan Sarikat dagang Islam tidak
bertahan lama, karena pada perkembangan selanjutnya Sarikat Dagang Islam
berubah menjadi Sarikat Islam yang haluan pergerakannya cendrung bernuansa
politik.
Setelah SDI (Sarikat Dagang Islam) mengkonsentrasikan
perjuangannya di bidang politik, gaung koperasi syariah tidak
terdengar lagi di Indonesia. Sekitar tahun 1990
barulah koperasi syariah mulai muncul lagi di Indonesia, lebih tepatnya
lagi pasca reformasi semangat
ekonomi syariah dan koperasi syariah muncul kembali di
negeri ini. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah saat ini
ada 3020 koperasi syariah di Indonesia yang bergerak di berbagai
macam kelembagaannya.
Landasan dan Dasar Hukum Koperasi Syari’ah
Terdapat tiga dasar hukum yang
menjadi landasan gerak koperasi yakni sebagai berikut:
1.
Landasan
idiil Pancasila sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Landasan
konstitusional, UUD 1945 pasal 33 ayat 1 juga Undang-Undang No. 12/1967 tentang
pokok-pokok perkoperasian Bab II Pasal 2.
3.
Landasan
moral, yakni kesetiakawanan dan kekeluargaan.
Tujuan dan Sifat Koperasi Syari’ah
Tujuan Koperasi Syari’ah yaitu Meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai
dengan prinsip-prinsip islam.
Fungsi Koperasi Syari’ah
1.
Membangun
dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat
pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya.
2.
Memperkuat
kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional
(fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip
ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam.
3.
Berusaha
untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
4.
Sebagai
mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga tercapai
optimalisasi pemanfaatan harta.
5.
Menguatkan
kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol terhadap
koperasi secara efektif.
6.
Mengembangkan
dan memperluas kesempatan kerja.
Syarat Pendirian dan Operasional Koperasi Syari’ah
Syarat Pendirian
Pendirian koperasi cukup sederhana
yaitu cukup dengan minimal 20 orang yang membuat kesepakatan dengan akta
notaris, didaftarkan di kantor wilayah departemen koperasi setempat untuk
mendapatkan pengesahannya.
Sruktur Organisasi
Rapat anggota menduduki posisi
tertinggi dalam struktur organisasi koperasi. Di bawahnya ialah para pengurus
koperasi yang tidak lain merupakan hasil bentukan dari rapat anggota yang
pertama sekali dalam pembentukan awal koperasi. Rapat pengurus mengangkat
pengurus dan pengawas sedangkan kegiatan sehari-hari diserahkan kepada
pengelola koperasi.
Sumber Dana
Secara
umum sumber dana koperasi adalah:
a)
Iuran
wajib, iuran yang diwajibkan kepada anggota untuk menyetornya dalam waktu dan
kesempatan tertentu, simpanan ini dapat ditarik kembali dengan cara dan waktu
yang ditentukan koperasi, oleh anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART)
serta keputusan-keputusan rapat anggota (RA) dengan mengutamakan kepentingan
koperasi
b)
Iuran
pokok, yaitu iuran yang besarnya sama diwajibkan kepada para anggota saat
hendak menjadi anggota koperasi. Simpanan ini tidak bisa diambil kembali selama
anggota yang bersangkutan masih aktif menjadi anggota koperasi.
c)
Iuran
sukarela, yakni simpanan yang diterima dari non-anggota. Simpanan itu merupakan
suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang diserahkan kepada koperasi. Mungkin
oleh anggota atau bukan anggota atas kehendak sendiri.
Dari luar koperasi, misalnya badan
pemerintah, perbankan juga lembaga swasta lainnya. Keuntungan koperasi adalah
bunga yang dibebankan kepada peminjam. Semakin banyak uang yang disalurkan akan
memperbesar keuntungan koperasi. Disamping itu, keuntungan lainnya diperoleh dari
biaya administrasi yang dibebankan kepada peminjam. Kemudian keuntungan juga
dapat diperoleh dari investasi lain yang dilakukan di luar kegiatan
pinjam-meminjam, misalnya penempatan uang dalam bidang surat-surat berharga.
Pembagi keuntungan di dalam kperasi
simpan pinjam diberikan terutama bagi peminjam yang tidak pernah lalai memenuhi
kewajibanya. Keuntungan akan diberikan sesuai dengan jumlah yang dipinjam dalam
satu periode. Semakin besar pinjaman, maka pembagian keuntungannya pun semakin
besar pula, demikian pula sebaliknya.
C.
Persamaan dan Perbedaan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dengan Koperasi Syari’ah
Ø Persamaan
Pada dasarnya sistem kerja keduanya (BMT dan Koperasi) adalah sama,
dimana masing-masing menggunakan instrumen berupa tabungan/iuran anggota ketika
awal masuk sebagai anggota dinamakansebagai tabungan/iuran pokok, sedangkan
yang berlaku setiap bulan disebut tabungan/iuran wajib selain itu ada juga
iuran sukarela yang tidak ditentikan waktunya. Tabungan/iuran tersebut tidak
lain ialah sumber dana bagi BMT atau pun koperasi. Selain dari anggota, baik
BMT atau koperasi juga menerima dana dari pihak lain selain anggota yang ingin
menginvestasikan dananya baik dari pihak swasta maupun negara.
Ø Perbedaan
Pembeda
|
BMT
|
Koperasi
Syari’ah
|
Cara Pendirian
|
BMT
harus terdaftar pada Departemen perindustrian dan perdagangan
|
Koperasi
harus terdaftar pada Departemen Koperasi.
|
Pengeloaan Dana
|
BMT dapat mengelola dana wakaf, waris, hibah, zakat infaq dan
shodaqoh baik dari anggorta maupun dari non-anggota
|
Koperasi hanya dapat mengelola dana dari
iuran yang elah ditetapkan
|
Struktur Kepengurusan
|
Pada BMT harus
terdapat DPS sebagai perpanjangan tangn dari DSN yang juga merupakan pemegang
mandat dari MUI.
|
Pengurus koperasi hanya bentukan dari
rapat anggota yang ditetapkan pada saat awal pembentukan koperasi
|
Dalam Pengoperasian Lembaganya
|
BMT menjalankan dua manajemen keuangan
sekaligus, yakni Baitul Maal dan Baitut Tamwil,
|
Hanya menjalankan jasa keuangan simpan-pinjam
yang menggunakan sistem syariah.[9]
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa baik BMT maupun Koperasi merupakan sama-sama
lembaga keuangan non Bank, yang masing-masing pada saat didirikan tentu
memiliki sejarah yang melatar belakangi, tujuan, dan fungsi pada saat
beroperasional.
Kita
dapat membedakan antara BMT dengan KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah)
berdasarkan pengoperasian lembaganya, jika dalam satu lembaganya menjalankan
dua manajemen keuangan sekaligus, yakni Baitul Maal dan Baitut Tamwil, maka
koperasi syariah tersebut dinamakan BMT, sedang apabila lembaganya hanya
menjalankan jasa keuangan simpan-pinjam yang menggunakan sistem syariah maka ia
hanya dapat disebut KJKS karena dalam prakteknya ia tidak melakukan pengelolaan
dana ZIS. Selain itu, kita dapat mengatakan bahwa semua BMT adalah KJKS,
sedangkan tidak semua KJKS adalah BMT
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis, “Keadilan
Distributif Dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia”, Jakarta:
Rajawali, 2009.
Kasmir, Bank
Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Ridwan, Ahmad Hasan, Manajemen
Baitul Mal Wa Tanwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil, Yogyakarta: UII Press, 2005.
Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga
Keuangan Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014.
Sumber Internet:
http://thedinartree.blogspot.co.id/2016/02/perbedaan-bmt-dengan-kjks-koperasi-jasa.html
[1]
Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tanwil, (Bandung:
Pustaka Setia, 2013). hlm .23.
[2]
https://azharnasri.blogspot.co.id/2016/08/makalah-baitul-mal-wa-tamwil-bmt.html
[3]
Euis Amalia, “Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam Penguatan
Peran LKM dan UKM di Indonesia”, (Jakarta: Rajawali, 2009), hlm. 242.
[4] Tim dakwatuna, Koperasi Dalam Islam, www.dakwatuna.com.17/05/2007
[5]
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2014). hlm.451.
[7] Kasmir,
Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal.
269
[8] https://anindyaditakhoirina.wordpress.com/2011/10/10/koperasi-syariah-dan-cara-kerjanya/
[9] http://thedinartree.blogspot.co.id/2016/02/perbedaan-bmt-dengan-kjks-koperasi-jasa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar