Rabu, 19 Desember 2018

Makalah Lembaga Keuangan Syari'ah Non Bank: BMT dan Koperasi Syari'ah

MAKALAH
BAITUL MAL WA TAMWIL  (BMT) DAN KOPERASI SYARI’AH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH NON BANK
Dosen Pengampu:
Ali Samsuri M.EI

Disusun oleh:
                        Retno Sulistiyani                                             931335515
Elviyan Dwi Siti Z                                          931325415
Nila Rizkia Firdaus                                         931330914

KELAS: D

JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2018

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Lembaga keuangan umat masa belakangan ini demikian pesat perkembanganya. Varian-varian bentuk lembaga keuangan mulai bermunculan dan mencoba menarik nasabah/anggota/peserta sebanyak-banyaknya bersaing satu sama lain. Perkembangan tersebut menunujukkan perputaran roda perekonomian dalam wilayah dimana lembaga keuangan tersebut berdiri mengarah kepada arah yang lebih baik.
Disadari atau tidak ternyata produk-produk lembaga keuangan tersebut satu sama lain senantiasa ada persamaan di beberapa sisi. Letak-letak persamaan tersebut diantaranya pada dasar hukum/landasan gerak, akad-akad pada produk yang ditawarkan serta masih banyak lagi.
Umat Islam sebagai komponen terbesar bangsa Indonesia mau tidak mau harus berkiprah dalam kancah pemberdayaan dan peningkatan ekonomi kerakyatan, terutama kalangan ekonomi lemah.Oleh karena itu kehadiran BMT dan Kopeasi Syari’ah ditengah-tengah masyarakat ekonomi lemah, pada dasarnya merupakan jawaban atas belum terjamahnya dan terjangkaunya lapisan ekonomi lemah oleh lembaga lembaga keuangan perbankan umum.
Berbagai fenomena yang terjadi dari dampak krisis ekonomi, atau lemahnya taraf  hidup masyarakat kurang mampu yang jauh dari tercukupinya kebutuhan yang layak,mendorong munculnya sebuah lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, akan tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat yang ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro.Selain itu, lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama.Tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dan Koperasi Syari’ah.
B.     Rumusan Masalah
1.   Apa definisi dan bagaimana penjelasan mengenai Baitul Mal wa Tamwil (BMT)?
2.   Apa definisi dan bagaimana penjelasan mengenai Koperasi Syari’ah?
3.   Bagaimana persamaan dan perbedaan antara  Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dengan Koperasi Syari’ah?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa definisi dan bagaimana penjelasan mengenai Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
2.      Untuk mengetahui apa definisi dan bagaimana penjelasan mengenai Koperasi Syari’ah.
3.      Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara  Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dengan Koperasi Syari’ah.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.       Baitul Mal wa Tamwil  (BMT)
Pengertian BMT
BMT merupakan Baitul Mal wa Tamwil atau dapat juga ditulis dengan baitul maal wa baitul tamwil. Secara harfiah atau lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul Maal dikembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dai masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan Islam. Dimana baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufjan dana social. Sedangkan baitul tanwil merupakan bisnis yang bermotif laba.
Dari pengertian tersebut dapat di Tarik kesimpulan secara menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal,, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari definisi baitul tamwil. Sedangkan lembaga sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), oleh karenanya, baitul maal ini harus didorong agar mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana-dana sosial yang lain, dan upaya pensyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah (UU Nomor 38 tahun 1999).

Sejarah Baitul Mal wa Tamwil  (BMT)
Sejarah yang melatar belakangi berdirinya BMT bersama dengan usaha pendirian usaha Bank Syariah di Indonesia, yakni pada tahun 1990-an. BMT semakin berkembang tatkala pemerintah mengeluarkan kebijakan hokum ekonomi UU No. 7/1992 tentang perbankan dan PP No. 72/1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdsarkan Bagi Hasil.[1]
Pada saat yang bersamaan, Ikatan Cendekiiawan Muslim Indonesia (ICMI) sangat actif melakukan pengkajian intensif tentang pengembangan ekkonomi islam di Indonesia. Dari berbagai penelitian dan pengkajian tersebut, terbentuklah BMT-BMT di indenesia. ICMI berperan besar dalam mendorong pendirian BMT-BMT di Indonesia. Disamping itu ICMI, beberapa organisasi masa islam, seperti NU, muhammadiyah, persatuan islam dan ormas-ormas lainnya mendukung upaya pengembangan BMT-BMT di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk membangun system ekonomi islam melalui pendirian islam lembaga keuangan syariah. Hasil positif tersebut dirasakan oleh masyarakat, terutama kalangan usaha kecil dan menegah. Mereka sering memanfaatkan pelayanan BMT yang kini tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini disebabkan mereka memperoleh banyak keuntungan dan kemudahan dari BMT yang tidak mereka peroleh sebelumnya dari lembaga sejenis yang menggunakan pendekatan konvensional.
BMT terus berkembang. BMT akan terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari waktu ke waktu. BMT begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Karena prinsip penentuan suka rela yang tak memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para nasabahnya. Itu terlihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungannya, kemudian menyebar ke daerah lainnya. Dari semua ini, jumlah BMT pada tahun 2003 ditaksir 3000-an tersebar di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT pun akan semakin meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat.[2]

Asas dan Landasan BMT
BMT berasaskan Pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan atau koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme. Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal. Sebagai lembaga keuangan Syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang.
Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan akherat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (sosial dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesuksesan tersebut diraih secara bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pola pengelolaannya harus professional.

Dasar Hukum dan Peraturan Hukum BMT
Pesatnya aktivias ekonomi masyarakat berbasis syariah membuat kehadiran regulasi yang mandiri menjadi sebuah keniscayaan. Bank-bank Syariah dan BPRS tunduk pada peraturan Bank Indonesia. Sedangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam bentuk BMT hingga saat ini belum ada regulasi yang mandiri dan realitasnya berbadan hukum koperasi sehingga tunduk terhadap peraturan perkoperasian. Sedangkan ditinjau dari segmen usahanya BMT juga termasuk UKM karenanya juga mengikuti peraturan peraturanterkait bembinaan dan pengembangan usaha kecil.[3] Hingga saat ini status kelembagaan atau badan hukum yang memayungi keabsahan BMT adalah koperasi. Hal ini berarti kelembagaan BMT tunduk pada Undang-Undang Perkoperasian Nomor 17 tahun 2012 dan secara spesifik diatur dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI No.91/Kep/M.KUKM/IX/2004.
Selain berlandaskan pada dasar hukum undang-undang terdapat pula landasan dalam Al-Qur’an telah dikemukakan anjuran bekerja sama “Dan bekerjasamalah dalam kenaikan dan takwa dan janganlah saling bekerjasama dalam dosa dan permusuhan” (Q.S, Al-Maidah: 2). Koperasi merupakan salah satu bentuk kerjasama yang dimaksud oleh karenanya lembaga ini sebagai wdah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha yang sangat dipuji keberadaannya dalam Islam.[4]
Bahkan Nabi SAW tidak sekedar membolehkan mlainkan juga memberikan motivasi dengan sabdanya dalam hadits qudsi “Aku (Allah) merupkan pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan antara kedua belah pihak, selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lainnya. Jika slah satu pihak telah melakukan pengkhianatan terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan trsebut”. (H.R. Abu Daud dan Hakim).

VISI dan MISI BMT
Visi BMT harus mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibdah anggota (ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebegai wakil-pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Titik tekan perumusan visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Ibadah harus dipahami dalam arti yang luas, yakni tidak saja mencakup aspek ritual peribadatan seperti sholat misalnya, tetapi lebih luas mencakup segala aspek kehidupan. Sehingga setiap kegiatan BMT harus berorientasi pada upaya mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur.
Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan Syariah dan ridho Allah SWT.
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa misi BMT bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan laba modal pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah-mikro harus didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan penyertaan modal, sehingga mereka dapat menikmati hasil-hasil BMT.


Ciri-ciri Utama BMT
1.      Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemafaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat.
2.      Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan pengumpulan dan pensyarufan dana zakat, infaq, dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
3.      Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya.
4.      Milik bersama masyarakat bawah bersama dengan orang kaya disekitar BMT bukan milik perseorangan atau orang dari luar masyarakat. Atas dasarnya BMT tidak dapat berbadan hokum perseroan.[5]

Tujuan dan Sifat dari BMT
Didirikannya BMT bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. BMT bersifat usaha bisnis, mandiri ditumbuh kembangkan secara swadaya dan dikelola secara professional. Aspek Baitul Maal, dikembangkan untuk kesejahteraan anggota terutama dengan penggalangan dana ZISWAF (Zakat, Infaq,Sedekah dan Wakaf) seiring dengan penguatan kelemagaan BMT.
Sifat usaha BMT yang berorientasi pada bisnis (bisnis oriented) dimaksudkan supaya pengelolaan BMT dapat dijalankan secara professional, sehingga mencapai tingkat efisiensi tertinggi. Aspek bisnis BMT menjadi kunci sukses mengembangkan BMT. Dari sinilah BMT akan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada para deposannya serta mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolanya sejajar dengan lembaga lain.
Sedangkan aspek sosial BMT berorientasi pada peningkatan kehiduoan anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis. Pada tahap awal, kelompok anggota ini, diberdayakan dengan stimulant dana zakat, infaq, dan sedekah kemudian setelah komersial. Dana zakat hanya bersifat sementara. Dengan pola ini, penerimaan manfaat dana zakat akan terus bertambah.

Fungsi BMT
Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi:
1.      Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (Pokusma) dan daerah kerjanya.
2.      Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
3.      Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
4.      Menjadi perantara keungan antara agniya sebaga shohibul maal dengan du’afa sebagai mudhorib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah dll.
5.      Menjadi perantara keuangan dantara pemilik dana baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif.[6]
Syarat Pendirian dan Operasional BMT
Syarat Pendirian
Untuk dapat menidirikan sebuah BMT minimal 20 orang yang membuat kesepakatan dengan akta notaris, didaftarkan di kantor wilayah departemen industri dan perdagangan setempat untuk mendapatkan pengesahannya.
Struktur Organisasi
1.      Musyawarah Anggota Tahunan
2.      Dewan Pengurus, pada dasarnya ialah wakil dari anggota dalam melaksanakan hasil keputusan musyawarah tahunan.
3.      Dewan Pengawas Syari’ah. Landasan kerja DPS ini berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN). Adapun fungsi utamanya meliputi:
- Sebagai penasehat dan pemberi saran dan atau fatwa kepada pengurus dan pengelola mengenai hal-hal yang terkait dengan syari’ah seperti penetapanproduk dan sebagainya
- Sebagai mediator antara BMT dengan DSN atau DPS Provinsi.
- Mewakili anggota dalam pengawasan syari’ah.
4.   Dewan Pengawas Manajemen
5.   Pengelola (Manajer/Direktur, Staff accounting, pemasaran , Kasir, dll.)

Sumber Dana
Sumber dana BMT berasal dari anggota yang berupa simpanan pokok, simpanan wajib, iuran sukarela juga dari pihak luar misalnya dari investor swasta ataupun negara.
Selain dari itu, BMT juga mengelolan dana dari hibah, waris, wakaf zakat, infak dan shodaqoh dari masyarakat baink anggota maupun non-anggota. Karena akad yang digunakan dalam hal ini ialah akad musyarokah, maka pembagian keuntungan pada BMT ini menggunakan sistem bagi hasil (profit and loss sharing)

B.     Koperasi Syari’ah
Definisi Koperasi Syari’ah
Koperasi ialah salah satu bentuk badan hukum yang sudah lama dikenal di Indonesia. Pelopor pengembangan perkoperasian di Indonesia ialah Bung Hatta yang dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Koperasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang mempunyai tujuan atau kepentingan bersama. Pendirian koperasi berdasrkan asas kekeluargaan dan gotong royong khususnya untuk membantu para anggotanya yang memerlukan bantuan baik berupa barang maupun jasa.[7]  
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah memberikan pengertian bahwa Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau koperasi jasa keuangan syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Dengan demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan legal kegiatan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sejarah Berdirinya Koperasi Syari’ah
Di Indonesia koperasi diperkenalkan oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Beliau mendirikan kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Di era kebangkitan nasional pada masa Budi Utomo, koperasi mulai berkembang, yaitu pada tahun 1900-an. Perintisan koperasi dimulai dari tokoh-tokoh pergerakan nasional pada tahun 1908 dengan berdirinya koperasi rumah tangga (konsumsi), kemudian disusul dengan berdirinya toko-toko adil pada tahun 1913 oleh tokoh-tokoh Serikat Dagang Islam, Serikat Islam, dan tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lain.
Kemunculan Koperasi Syari’ah seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bahwa koperasi konvensional muncul sebagai solusi atas keresahan penduduk kelangan ekonomi lemah untuk memajukan usahanya karena keterbatasan modal yang dimiliki. Namun sayangnya koperasi konvensional masih menerapkan sistem bunga/riba, sedang dalam Islam hal tersebut dilarang.

Berikut adalah dalil-dalil yang merujuk pelarangan sistem bunga/riba dalam Al Quran: 
§  Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah: 275)
§  Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS Al Baqarah: 276)
§  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Al Imran: 130)
§  Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS Ar-Ruum: 39).
           
Perkembangan Koperasi Syariah di Indonesia
Perkembangan koperasi syariah tidak diketahui secara pasti, kapan mulai berkembang di Indonesia, namun secara historis model koperasi yang berbasis nilai Islam di Indonesia telah diprakarsai oleh paguyuban dagang yang dikenal dengan SDI (Sarikat Dagang Islam) oleh Haji Samanhudi di Solo Jawa Tengah yang menghimpun para anggotanya dari pedagang batik yang beragama Islam. Keberadaan Sarikat dagang Islam tidak bertahan lama, karena pada perkembangan selanjutnya Sarikat Dagang Islam berubah menjadi Sarikat Islam yang haluan pergerakannya cendrung bernuansa politik.
Setelah SDI (Sarikat Dagang Islam) mengkonsentrasikan perjuangannya di bidang politik, gaung koperasi syariah tidak terdengar lagi di Indonesia. Sekitar tahun 1990 barulah koperasi syariah mulai muncul lagi di Indonesia, lebih tepatnya lagi pasca reformasi semangat ekonomi syariah dan koperasi syariah muncul kembali di negeri ini. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah saat ini ada 3020 koperasi syariah di Indonesia yang bergerak di berbagai macam kelembagaannya.




Landasan dan Dasar Hukum Koperasi Syari’ah
Terdapat tiga dasar hukum yang menjadi landasan gerak koperasi yakni sebagai berikut:
1.      Landasan idiil Pancasila sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Landasan konstitusional, UUD 1945 pasal 33 ayat 1 juga Undang-Undang No. 12/1967 tentang pokok-pokok perkoperasian Bab II Pasal 2.
3.      Landasan moral, yakni kesetiakawanan dan kekeluargaan.

Tujuan dan Sifat Koperasi Syari’ah
Tujuan Koperasi Syari’ah yaitu Meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam.

Fungsi Koperasi Syari’ah
1.      Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya.
2.      Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam.
3.      Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
4.      Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta.
5.      Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif.
6.      Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja.
7.      Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota.[8]


Syarat Pendirian dan Operasional Koperasi Syari’ah
Syarat Pendirian
Pendirian koperasi cukup sederhana yaitu cukup dengan minimal 20 orang yang membuat kesepakatan dengan akta notaris, didaftarkan di kantor wilayah departemen koperasi setempat untuk mendapatkan pengesahannya.

Sruktur Organisasi
Rapat anggota menduduki posisi tertinggi dalam struktur organisasi koperasi. Di bawahnya ialah para pengurus koperasi yang tidak lain merupakan hasil bentukan dari rapat anggota yang pertama sekali dalam pembentukan awal koperasi. Rapat pengurus mengangkat pengurus dan pengawas sedangkan kegiatan sehari-hari diserahkan kepada pengelola koperasi.

Sumber Dana
Secara umum sumber dana koperasi adalah:
a)      Iuran wajib, iuran yang diwajibkan kepada anggota untuk menyetornya dalam waktu dan kesempatan tertentu, simpanan ini dapat ditarik kembali dengan cara dan waktu yang ditentukan koperasi, oleh anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) serta keputusan-keputusan rapat anggota (RA) dengan mengutamakan kepentingan koperasi
b)      Iuran pokok, yaitu iuran yang besarnya sama diwajibkan kepada para anggota saat hendak menjadi anggota koperasi. Simpanan ini tidak bisa diambil kembali selama anggota yang bersangkutan masih aktif menjadi anggota koperasi.
c)      Iuran sukarela, yakni simpanan yang diterima dari non-anggota. Simpanan itu merupakan suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang diserahkan kepada koperasi. Mungkin oleh anggota atau bukan anggota atas kehendak sendiri.

Dari luar koperasi, misalnya badan pemerintah, perbankan juga lembaga swasta lainnya. Keuntungan koperasi adalah bunga yang dibebankan kepada peminjam. Semakin banyak uang yang disalurkan akan memperbesar keuntungan koperasi. Disamping itu, keuntungan lainnya diperoleh dari biaya administrasi yang dibebankan kepada peminjam. Kemudian keuntungan juga dapat diperoleh dari investasi lain yang dilakukan di luar kegiatan pinjam-meminjam, misalnya penempatan uang dalam bidang surat-surat berharga.
Pembagi keuntungan di dalam kperasi simpan pinjam diberikan terutama bagi peminjam yang tidak pernah lalai memenuhi kewajibanya. Keuntungan akan diberikan sesuai dengan jumlah yang dipinjam dalam satu periode. Semakin besar pinjaman, maka pembagian keuntungannya pun semakin besar pula, demikian pula sebaliknya.

C.    Persamaan dan Perbedaan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dengan Koperasi Syari’ah
Ø  Persamaan
Pada dasarnya sistem kerja keduanya (BMT dan Koperasi) adalah sama, dimana masing-masing menggunakan instrumen berupa tabungan/iuran anggota ketika awal masuk sebagai anggota dinamakansebagai tabungan/iuran pokok, sedangkan yang berlaku setiap bulan disebut tabungan/iuran wajib selain itu ada juga iuran sukarela yang tidak ditentikan waktunya. Tabungan/iuran tersebut tidak lain ialah sumber dana bagi BMT atau pun koperasi. Selain dari anggota, baik BMT atau koperasi juga menerima dana dari pihak lain selain anggota yang ingin menginvestasikan dananya baik dari pihak swasta maupun negara.

Ø  Perbedaan
Pembeda
BMT
Koperasi Syari’ah
Cara Pendirian
BMT harus terdaftar pada Departemen perindustrian dan perdagangan
Koperasi harus terdaftar pada Departemen Koperasi.

Pengeloaan Dana
BMT dapat mengelola dana wakaf, waris, hibah, zakat infaq dan shodaqoh baik dari anggorta maupun dari non-anggota
Koperasi hanya dapat mengelola dana dari iuran yang elah ditetapkan
Struktur Kepengurusan
Pada BMT harus terdapat DPS sebagai perpanjangan tangn dari DSN yang juga merupakan pemegang mandat dari MUI.

Pengurus koperasi hanya bentukan dari rapat anggota yang ditetapkan pada saat awal pembentukan koperasi
Dalam Pengoperasian Lembaganya
BMT menjalankan dua manajemen keuangan sekaligus, yakni Baitul Maal dan Baitut Tamwil,
Hanya menjalankan jasa keuangan simpan-pinjam yang menggunakan sistem syariah.[9]
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari  pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa baik BMT maupun Koperasi merupakan sama-sama lembaga keuangan non Bank, yang masing-masing pada saat didirikan tentu memiliki sejarah yang melatar belakangi, tujuan, dan fungsi pada saat beroperasional.
Kita dapat membedakan antara BMT dengan KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) berdasarkan pengoperasian lembaganya, jika dalam satu lembaganya menjalankan dua manajemen keuangan sekaligus, yakni Baitul Maal dan Baitut Tamwil, maka koperasi syariah tersebut dinamakan BMT, sedang apabila lembaganya hanya menjalankan jasa keuangan simpan-pinjam yang menggunakan sistem syariah maka ia hanya dapat disebut KJKS karena dalam prakteknya ia tidak melakukan pengelolaan dana ZIS. Selain itu, kita dapat mengatakan bahwa semua BMT adalah KJKS, sedangkan tidak semua KJKS adalah BMT















DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Euis, “Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia”, Jakarta: Rajawali, 2009.
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Ridwan, Ahmad Hasan, Manajemen Baitul Mal Wa Tanwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil, Yogyakarta: UII Press, 2005.
Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014.

Sumber Internet:
http://thedinartree.blogspot.co.id/2016/02/perbedaan-bmt-dengan-kjks-koperasi-jasa.html
Tim dakwatuna, Koperasi Dalam Islam, www.dakwatuna.com.17/05/2007





[1] Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tanwil, (Bandung: Pustaka Setia, 2013). hlm .23.
[2] https://azharnasri.blogspot.co.id/2016/08/makalah-baitul-mal-wa-tamwil-bmt.html
[3] Euis Amalia, “Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia”, (Jakarta: Rajawali, 2009), hlm. 242.

[4] Tim dakwatuna, Koperasi Dalam Islam, www.dakwatuna.com.17/05/2007
[5] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014). hlm.451.
[6] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 134.
[7] Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 269

[8] https://anindyaditakhoirina.wordpress.com/2011/10/10/koperasi-syariah-dan-cara-kerjanya/
[9] http://thedinartree.blogspot.co.id/2016/02/perbedaan-bmt-dengan-kjks-koperasi-jasa.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Kewirausahaan: Transformasi, Inovasi dan Kreativitas Kewirausahaan

RESUME TRANSFORMASI KEWIRAUSAHAAN, TEORI INOVASI DAN KREATIVITAS Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KEWIRAUSAHAAN Dosen Peng...